Pengusaha Hai Seng Terbukti Wanprestasi, PT BIS Siapkan Laporan Tindak Pidana
Oleh : Aldy Daeng
Sabtu | 11-01-2025 | 19:44 WIB
Arbain1.jpg
Owner PT BIS, Arbain. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Setelah Pengadilan Negeri Tanjungpinang resmi mengabulkan sebagian gugatan perdata PT Busana Insan Sejahtera (BIS) terhadap pengusaha money changer, Hai Seng dan notaris Hendy Bkry Agustino. Pihak PT BIS selanjutnya akan menyiapkan laporan tindak pidana terhadap Hai Seng.

Kasus ini merupakan kasus sengketa terkait wanprestasi atas perjanjian jual beli dan dugaan pelanggaran prosedur hukum.

Owner PT BIS, Arbain mengatakan, dalam gugatan perdata itu hakim sudah mengabulkan sebagian apa yang diinginkan. Akan tetapi, sebelum perkara ini sampai ke ranah perdata di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, beberapa hal yang tidak dinginkan terjadi.

Disaat perkara perdata sedang bergulir, bahkan proses jual beli di notaris masih berproses. Pihak Hai Seng sudah melakukan penguasaan lahan dan bangunan yang disengketakan dengan cara-cara premanisme. Bahkan intimidasi terhadap pegawai PT BIS juga dilakukan oleh orang suruhan Hai Seng.

"Pelaporan tindakan pidana itu pasti akan kita lakukan. Dia (Hai Seng) melakukan perubahan nama di sertifikat milik kami melalui prosedur yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Itu ada unsur penipuan dan penggelapan," kata Arbain, saat ditemui di Hotel Aston Gideon, Penuin Batam, Sabtu (11/1/2025).

Arbain menjelaskan, pada proses jual beli di notaris Hendy Agustino, sudah dirasakan banyak kejanggalan. Dimana pelunasan pada perjanjian jual beli belum ada. Akan tetapi sudah ada perubahan nama sertifikat.

Setiap kali Arbain menanyakan kepada Hai Seng terkait pelunasan jual beli lahan seluas 2,46 hektar yang terdiri dari 10 sertifikat berikut bangunan itu, Hai Seng mengaku sudah membayar lunas.

"Kalau dia sudah membayar lunas, lalu saya tanya bukti potong pajaknya. Karena bukti potong pajak itu berguna untuk pelaporan pajak perusahaan kami," ujar Arbain.

Arbain juga mengungkapkan, komunikasinya dengan Notaris Handy Agustino. Dari pengakuan Hendy, kata Arbain, Kantor notaris meyakinkan tidak akan ada proses balik nama sebelum ada pelunasan hingga terbitnya Akta Jual Beli.

Namun, pada kenyataannya, ada beberapa sertifikat dari 10 sertifikat milik Arbain telah terjadi perubahan nama. Baginya notaris itu sebuah profesi yang harus independen dan tidak berpihak. Bahkan transaksi antara PT BIS dengan Hai Seng ini merupakan transaksi yang terbesar yang ditangani oleh notaris Hendy saat itu.

"Saya masih muda, saya mau jadi Notaris di kota ini sampai puluhan tahun. Saya tidak akan mengotori nama saya dengan sesuatu yang tidak baik. Kalau dia belum bayar lunas, tak akan ada balik nama," ucap Arbain, menirukan penjelasan Notaris Hendy BKRY Agustino.

Terpisah, Felix, salah satu Dewan Direksi PT BIS, menjelaskan, perusahaan yang bergerak di bidang garmen itu mengambil langkah hukum perdata, dikarenakan sebelumnya Arbain dan Hai Seng telah melakukan Perjanjian Jual Beli (PJB). Namun, belum sampai kepada tahap pembayaran lunas atau Akta Jual Beli (AJB). Pada proses itu, Hai Seng mengaku telah melakukan pembayaran lunas, tanpa ada dasar dan bukti pembayaran yang sah.

"Kalau PJB ada, tapi belum sampai ke AJB. Tapi dia menyampaikan kepada orang kalau perusahaan itu sudah milik Hai Seng, dan sudah membayar lunas," kata Felix, saat ditemui di Kantornya di Kota Tanjungpinang, Jumat (10/1/2025) sore.

Felix mengungkapkan, bahwa Hai Seng baru melakukan pembayaran hampir Rp 10 miliar dengan cara mencicil. Dimana nilai tanah yang seluas 2,46 hektar. Tanah itu terpecah menjadi 10 sertifikat. Tanah berikut bangunan itu, harganya sekitar Rp.19 miliar. Nilai jual itu tidak termasuk barang-barang pabrik yang ada didalamnya.

"Sejak tahun 2022, tidak ada lagi pembayaran lanjutan dari Hai Seng. Bahkan Hai Seng menguasai pabrik itu dengan cara premanisme dan menggembok semua akses perusahaan kami," ungkap Felix.

Felix menganggap ada kejanggalan dan pemalsuan dalam proses balik nama sertifikat, karena hanya sebagian yang dibalik nama, bukan semuanya jika pembayaran telah lunas.

"Dia balik nama empat sertifkat kami, katanya atas perintah Hai Seng.Dia palsukan suratnya, ko payment belum ada tapi sudah tandatangan dan dianggap lunas. dan dia bilang itu cuman sekedar perjanjian saja," tegas Felix.

Felix menyebut, arogansi seorang Hai Seng juga sesudah terdengar oleh sebagian besar masyarakat Tanjungpinang. Bahkan, seolah-olah seorang Hai Seng bisa mengatur kepolisan dan APH yang ada di Kota ini.

"Mereka mengklaim sudah lunas, dia merasa punya power, dia panggil orang untuk menguasai lahan dan pabrik kami. Hai Seng juga mengancam kami akan mempidanakan. Saya yang punya barang, saya pula yang dituduh mencuri. Hai Seng tak tau jenis dan tipe barang. Dia taunya cuma mesin, tak tau mesin dan kegunaannya apa. Kalau saya faham, karena saya yang punya barang," tegas Felix.

Felix juga mengungkapkan sekitar 25 mesin operasional garmen hilang saat pabrik dikuasai secara sepihak oleh pihak Hai Seng. Kehilangan ini terungkap dalam sidang lapangan yang melibatkan aparat hukum.

Oleh sebab itu, Felix menambahkan, PT BIS berencana melanjutkan langkah hukum dengan melaporkan dugaan tindak pidana pencurian dan pencemaran nama baik.
"Hai Seng dan kroninya tidak hanya menguasai pabrik secara paksa, tetapi juga mencemarkan nama baik kami. Kami pasti akan menempuh jalur hukum lebih lanjut," tegas Felix.

Sebelumnya, Putusan yang diterbitkan dengan nomor perkara 60/Pdt.G/2024/Tpg ini, dibacakan majelis hakim yang diketuai Irwan Murnis, didampingi dua anggota Dr Sayed Fauzan dan Amir Rizki Apriadi, pada Jumat (10/1/2025).

Majelis hakim menyatakan bahwa Surat Perjanjian tertanggal 6 Mei 2019, yang dibuat di hadapan Hendy Bkry Agustino, sah dan mengikat. Hai Seng dinyatakan terbukti melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.

Putusan dan Tuntutan Hukum

Pengadilan memutuskan Hai Seng wajib membayar:
1. Kekurangan pembayaran sebesar Rp 9,32 miliar.
2. Denda keterlambatan sebesar Rp 1,16 miliar.
3. Ganti rugi untuk barang-barang pabrik yang tidak dapat diambil oleh PT BIS senilai Rp 1,5 miliar.
4. Biaya tambahan akibat keterlambatan yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 187,5 juta.

Selain itu, pengadilan mengesahkan sita jaminan dan memerintahkan tergugat untuk menanggung biaya perkara sebesar Rp 1,31 juta.

Editor: Yudha