Polri Bongkar 397 Kasus Perdagangan Orang dalam Sebulan, Selamatkan 904 Korban
Oleh : Rerdaksi
Senin | 25-11-2024 | 11:18 WIB
modus-TPPO.jpg
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada. (Humas Polri)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berhasil mengungkap 397 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kurun waktu 22 Oktober hingga 22 November 2024.

Operasi ini juga mengamankan 482 tersangka dan menyelamatkan 904 korban, menandai langkah signifikan dalam pemberantasan kejahatan lintas negara yang melibatkan eksploitasi manusia.

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, menegaskan pengungkapan ini adalah bagian dari komitmen Polri mendukung program Asta Cita ke-7 Presiden Prabowo Subianto, yang berfokus pada reformasi hukum dan birokrasi serta pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan.

Modus Operandi Beragam dan Teknologi yang Disalahgunakan

Dalam konferensi pers di Bareskrim Polri yang terhubung dengan 34 Polda secara daring, Komjen Wahyu menjelaskan bahwa TPPO merupakan kejahatan terorganisir yang terus berkembang berkat kemajuan teknologi dan celah hukum. Para pelaku kerap menawarkan pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi kepada korban. Namun, setibanya di negara tujuan, korban justru dieksploitasi sebagai pekerja seks komersial atau tenaga kerja dengan kondisi tak manusiawi.

"Modus mereka termasuk menggunakan visa non-kerja, memberangkatkan tanpa pelatihan, serta memanfaatkan perusahaan ilegal. Bahkan, ada anak-anak yang dipekerjakan secara ilegal di dalam dan luar negeri," ungkap Wahyu, dalam konferensi pers pada Jumat (22/11/2024).

Ia juga menyoroti kasus eksploitasi anak melalui aplikasi daring hingga pemanfaatan korban sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal-kapal asing tanpa perlindungan memadai.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan intensifikasi penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan manusia. Wahyu menyebutkan, penindakan tidak hanya bertujuan menyelamatkan korban, tetapi juga memberikan efek jera bagi pelaku dengan menerapkan pasal berlapis. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar, sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Kapolri meminta agar tidak ada toleransi. Jika korban sudah berada di luar negeri, perlindungan akan jauh lebih sulit, terutama jika mereka diberangkatkan melalui jalur ilegal," ujar Wahyu.

Dari data yang dihimpun, tiga Polda mencatat pengungkapan kasus TPPO terbesar, yaitu Polda Kalimantan Barat, Polda Kalimantan Utara, dan Polda Kepulauan Riau. Para pelaku memanfaatkan jalur tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Singapura untuk menyelundupkan pekerja migran secara nonprosedural.

Selain itu, Polri berhasil menyelamatkan kerugian negara hingga Rp284 miliar dari pengungkapan kasus ini. "Para tersangka memiliki peran beragam, mulai dari perekrut, penyalur, pengelola tempat penampungan, hingga mucikari," tambah Wahyu.

Wahyu juga menekankan pentingnya kerja sama lintas lembaga. Polri menggandeng Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Kementerian Imigrasi, serta Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan bagi warga negara Indonesia, khususnya pekerja migran.

"Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi dengan stakeholder terkait sangat penting dalam memastikan penindakan yang efektif," tandas Wahyu.

Editor: Gokli