YGSI Berpartisipasi dalam ICSED 2024, Tingkatkan Akses Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Penyandang Disabilitas
Oleh : Rerdaksi/Alex RS
Jum\'at | 08-11-2024 | 09:24 WIB
0811_ICSED-2024_03493483478.jpg
Kegiatan International Conference On Special Education And Diversity (ICSED) 2024 di Bandung, Kamis, 7 November 2024. (Foto: istimewa)

BATAMTODAY.COM, Bandung - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) mengumumkan keikutsertaannya dalam Konferensi Internasional Pendidikan Khusus dan Keberagaman (ICSED) 2024 yang pertama kali diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

Konferensi yang mengangkat tema 'Meningkatkan Inklusivitas dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas untuk Anak Berkebutuhan Khusus' ini bertujuan untuk menggali berbagai solusi dan praktik terbaik dalam menyediakan pendidikan kesehatan reproduksi yang inklusif bagi anak-anak dengan disabilitas.

Partisipasi YGSI dalam acara ini menegaskan komitmennya untuk memastikan semua individu, termasuk penyandang disabilitas penglihatan, pendengaran, dan intelektual, dapat mengakses Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) yang setara dan tanpa diskriminasi.

Hal ini sejalan dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 19 Tahun 2011, yang menekankan pentingnya akses informasi dan layanan kesehatan untuk semua, termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi dan seksualitas.

"Kami percaya bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang inklusif adalah hak dasar setiap individu, termasuk penyandang disabilitas. Kehadiran kami di ICSED 2024 adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pendidikan ini dapat diakses secara luas di berbagai institusi pendidikan," ujar Direktur YGSI, Ely Sawitri, dalam keterangannya, Rabu (7/11/2024).

Tantangan Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada lebih dari 30 juta penyandang disabilitas di Indonesia, yang sering menghadapi hambatan dalam mengakses informasi dan layanan kesehatan yang relevan.

Untuk itu, YGSI telah menjalankan program PKRS di berbagai tingkat pendidikan, termasuk di tujuh Sekolah Luar Biasa (SLB), dengan melibatkan 35 guru mitra dan 29 orang tua. Di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), program ini telah menjangkau 164 mahasiswa dan 73 siswa dengan disabilitas.

Sebagai upaya untuk membuat pendidikan kesehatan reproduksi lebih inklusif, YGSI mengembangkan berbagai materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan penyandang disabilitas.

Salah satu contohnya adalah video edukasi berjudul "Disa, Bili, dan Tasnya" yang mencakup empat topik utama, termasuk anatomi tubuh, pubertas, dan cara menjaga keamanan diri. Video ini dirancang dengan pendekatan visual yang sederhana untuk memudahkan pemahaman bagi anak-anak dengan disabilitas.

YGSI juga telah merilis Buku Panduan Guru untuk Mengajarkan PKRS bagi Siswa Tunanetra dan Tunarungu tingkat SMP, serta modul khusus untuk guru dan orang tua yang mengajarkan kesehatan reproduksi kepada remaja dengan disabilitas intelektual.

Kolaborasi dengan UPI untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan PKRS

Sebagai bagian dari upaya bersama di dunia pendidikan tinggi, YGSI bekerja sama dengan UPI untuk mengembangkan buku Mengelola Perkuliahan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) di Kampus yang Memiliki Jurusan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Hal ini bertujuan agar pendidikan kesehatan reproduksi menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan tinggi, khususnya bagi calon guru yang akan mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.

Upaya ini juga telah diadopsi oleh UPI, yang menjadikan PKRS sebagai kurikulum wajib di Departemen Pendidikan Khusus (PKH), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Sejauh ini, inisiatif ini telah menghasilkan 32 artikel penelitian dan 61 skripsi, yang semakin memperkuat posisi PKRS dalam pendidikan tinggi di Indonesia.

YGSI berharap model ini dapat diadopsi lebih luas di universitas-universitas lain, sehingga pendidikan kesehatan reproduksi yang inklusif dapat dinikmati oleh semua penyandang disabilitas.

Dukungan Pemerintah dan Kolaborasi Lintas Sektor

Perwakilan UPI, Endang Rochyadi, mengungkapkan kebanggaannya atas kerja sama antara YGSI dan UPI, "Integrasi PKRS dalam kurikulum wajib di UPI bukan hanya meningkatkan pemahaman mahasiswa, tetapi juga berdampak positif bagi pendidikan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas di masyarakat."

Praptono, perwakilan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar, menegaskan komitmen Kementerian Pendidikan dalam mendukung integrasi PKRS ke dalam kurikulum perguruan tinggi.

"Kementerian Pendidikan mendukung penuh penerapan PKRS yang inklusif agar setiap anak, termasuk yang berkebutuhan khusus, bisa mendapatkan informasi yang tepat untuk hidup sehat dan aman," katanya.

Menumbuhkan Kesadaran dan Kolaborasi untuk Masa Depan yang Inklusif

Dengan berpartisipasinya YGSI dalam ICSED 2024, organisasi ini ingin mengedukasi publik tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang inklusif sebagai hak setiap individu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 25 CRPD. YGSI juga berharap untuk mendorong lebih banyak kolaborasi lintas sektor, serta memperkuat upaya bersama dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Joana Lamptey dari Rutgers Netherlands menambahkan, "Kami mendukung penuh inisiatif YGSI dalam mendorong pendidikan yang setara dan berkelanjutan. Ini adalah contoh nyata bagaimana kerja sama internasional dapat menghasilkan solusi inovatif bagi penyandang disabilitas, yang akan berkontribusi pada generasi yang lebih sehat di masa depan."

Melalui partisipasinya dalam konferensi ini, YGSI berharap dapat membuka peluang untuk kerjasama lebih lanjut dan menginspirasi lebih banyak pihak untuk mengadopsi serta menerapkan PKRS di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya yang memiliki kurikulum pendidikan khusus.

ICSED 2024: Meningkatkan Pemahaman tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Anak Berkebutuhan Khusus

ICSED 2024 diadakan untuk menanggapi kebutuhan mendesak dalam meningkatkan kesadaran tentang inklusivitas dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi anak berkebutuhan khusus.

Konferensi ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari pendidik, peneliti, pembuat kebijakan, mahasiswa, hingga organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Beberapa topik yang dibahas antara lain integrasi kurikulum, strategi intervensi dini, pertimbangan etis, serta penggunaan teknologi informasi untuk mendukung pendidikan kesehatan reproduksi yang lebih inklusif.

Editor: Gokli