APPL Bakal Gelar Rapat Bersama Kemendag Bahas Teknis Ekspor Pasir Laut
Oleh : Irawan
Kamis | 19-09-2024 | 20:24 WIB
herry_tousa-appl.jpg
Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) Herry Tosua (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) akan menggelar rapat bersama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI membahas teknis pelaksanaan ekspor pasir laut.

Rapat direncanakan bakal digelar di Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (20/9/2024). APPL bakal memberikan penjelasan kepada media usai rapat bersama Kemendag.

"Besok (Jumat, 20 September 2024) akan rapat dengan Kemendag di Bandung untuk bahas soal ini. Besok akan ada penjelasan rapat," kata Herry Tousa, Ketua APPL kepada BATAMTODAY.COM, Kamis (19/9/2024).

Menurut Herry, pembukaan keran ekspor pasir laut baru sekedar wacana dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan saat ini.

"Jadi ekspor pasir laut pasir laut baru wacana Bapak Presiden. Pelaksaanaanya tidak semua yang dibayangkan saat ini," katanya.

APPL menilai hasil sedimentasi laut seperti disampaikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, bahwa yang diekspor bukan pasir laut, melainkan sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal, jsutru bukan merupakan produk tambang

"Sendimentasi dan hasilnya, bukan produk tambang. Dan semua kita harus mengacu pada UU Minerba," jelas Herry Tausa.

Herry mengatakan, sejak periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, APPL mendorong agar mengizinkan kembali ekspor pasir laut.

Seperti dikutip dari Tempo.co, pada Selasa (17/9/2024), Herry beralasan, selama ini banyak pemegang izin usaha pertambangan pasir laut yang mati suri, karena keran pasir laut distop.

Sempat ada pertemuan APPL dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang antara lain mengizinkan pengerukan pasir untuk kebutuhan domestik.

Pasir tersebut dijual ke proyek pembangunan, tapi menurut Herry harganya tidak memadai. Menurut dia, pengerukan pasir laut yang dilengkapi dokumen Amdal tidak merusak lingkungan.

Gagasan ekspor pasir laut masuk Undang-undang Cipta Kerja. Aturan turunannya, PP No.5 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang terbit 2 Februari 2021, menyebut pemanfaatan pasir laut sebagai salah satu kegiatan usaha subsektor pengelolaan ruang laut berdasarkan hasil analisis risiko.

Wajib di-support

Sementara itu, dalam acara Business Talk yang disiarkan Kompas TV, pada Selasa (6/6/2023) malam, Ketua APPL Herry Tosua menyatakan, sangat bersyukur atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. PP tersebut resmi diundangkan pada 15 Mei 2023.

Meski demikian, ia menegaskan, masih perlu kajian dan masukan dari berbagai kalangan sebelum adanya kegiatan penambangan pasir laut, terutama di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Menurutnya, setiap kebijakan pemerintah yang memberi dampak positif pada masyarakat wajib di-support.

"Soal kemelut, tentu kita sudah tahu bahwa tidak ada satu kebijakan yang tidak ada pro kontra," ungkapnya.

Herry juga menjelaskan, sedimentasi pasir laut di Kepri itu setiap waktu datang dari Laut China Selatan dan Samudra Pasifik.

"Sekarang kondisinya sudah menggunung. Nanti kalau mau saya ajak ke sana. Jadi menurut saya, ini adalah berkah dari Tuhan yang jika tidak kita manfaatkan tentu akan mubazir," ungkap Herry.

Lebih lanjut, Herry juga menjelaskan bahwa sudah sejak lama, setiap provinsi sudah menyusun Rencana Zonasi Tata Ruang Laut dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K).

Di Kepri, ungkap Herry, sudah disusun mulai dari 2017. Di Karimun sudah ada sejak 2011. Di Provinsi Kepri, disusun dengan Pansus di DPRD.

"Sampai Pemilu 2019, RZWP3K tidak selesai, kita Pemilu, parlemen baru, pemerintah baru. Pada Oktober 2020 RZWP3K Kepri itu selesai. Saya mendampingi terus rapat-rapat itu di DPRD, bagaimana mengakomodir supaya kita tidak berdebat masalah pulau tenggelam, carut-marutnya, biota laut," beber Herry.

Herry menjelaskan, pada waktu RZWP3K Kepri itu selesai, Edy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia.

"Timbang saran pertama dia teken. Turun lagi ke provinsi untuk finalisasi. Timbang saran kedua, itu di November selesai. Naik ke Jakarta, yang sudah teken waktu itu ad interim nya Pak Luhut, terus belum sampai ke meja dia, ad interimnya diganti oleh Pak Yasin Limpo. Saya dengar itu sudah ditandatangan tanggal 20 Desember 2020," jelas Herry.

Herry juga menjelaskan, RZWP3K penting bagi KKP karena itu dalam RZWP3K Kepri itu, sudah ditetapkan empat zona pemanfaatan ruang laut, yakni zonasi penangkapan ikan, zonasi tourism, zonasi badan usaha pelabuhan dan zonasi wilayah izin usaha pertambangan.

"Jadi setiap provinsi ada tata ruangnya, ada RZWP3K-nya, yang betul sudah sesuai dengan keinginan daerah masing-masing supaya tiap provinsi itu bisa berkembang. sedimentasi yang dibicarakan sekarang ini, jelas berada di wilayah izin usaha pertambangan itu," ungkap Herry.

Menurut Herry lagi, meski RZWP3K Kepri sudah selesai pada 20 Desember 2020, sampai hari ini tidak turun lantaran kabarnya masih nyangkut di Kementerian Dalam Negeri.

Masih pada kesempatan sama, Herry juga membeberkan, meski saat ini Indonesia masih menerapkan moratorium ekspor pasir laut, ia mengetahui bahwa setiap hari ada tiga hingga empat kapal asing yang lolos membawa pasir laut tersebut.

"Nah ini kan merugikan kita dan tentu ini kelalaian kita. Jadi oleh sebab itu, terkait segala keraguan tentang isu lingkungan hidup ini, nanti saya akan undang semua pihak, termasuk Walhi dan Greenpeace untuk kalau perlu kita adakan FGD di Batam. Saya akan jelaskan semuanya. Bahwa proses ini tidak serta merta terjadi hari ini, tapi merupakan rangkaian pembahasan yang panjang," jelas Herry.

Meski demikian, Herry menyatakan harapan agar pemerintah tidak terburu-buru mencabut moratorium ekspor pasir laut yang sudah berlaku sejak 2003.

"Kami sebenarnya berharap Kepri bisa menjadi contoh dulu dengan menjadikan pilot project. Bisa mungkin dengan SKB tiga menteri. Nah, saat itu lah kita akan lihat, bagaimana dampaknya untuk pendapatan negara," jelas Herry Tousa.

Ia juga menyatakan, pihaknya sudah berkomitmen untuk memberikan CSR sebesar 15 sen Dollar Singapura per kubik dari penambangan pasir laut untuk masyarakat. Selain itu, pihaknya juga memastikan sudah memiliki metode penambangan yang ramah lingkungan.

"Kemudian tentu saja pajak dan berbagai kewajiban negara kami komit untuk menunaikannya. Untuk diketahui, kami juga melibatkan Universitas Maritim Raja Ali Haji dalam pembahasan selama ini. Profesor Rokhmin Dahuri juga sudah berkali-kali kami undang dan mintakan pendapat beliau, jadi ini tidak sembarang ya," jelas Herry.

Editor: Surya