Pro Kontra Pembukaan Keran Ekspor Pasir Laut

Rizki Faisal Jelaskan soal Perbedaan Pasir Laut dan Sedimentasi, Simak!
Oleh : Redaksi
Rabu | 18-09-2024 | 16:04 WIB
rizki_faisal2.jpg
Anggota DPR terpilih Rizki Faisal dari Partai Golkar asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota DPR terpilih dari Dapil Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menegaskan bahwa keran ekspor pasir laut pada dasarnya masih distop, belum dicabut hingga kini oleh pemerintah.

Seperti diketahui, keran ekspor pasir laut pertama kali dibuka pada tahun 1970-an untuk memenuhi kebutuhan Singapura. Penjualan pasir laut ke luar negeri ini akhirnya dihentikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003, karena dinilai merusak lingkungan.

Sementara menurut Presiden Joko Widodo, ketika berbicara tentang revisi Permendag yang mengatur ekspor pasir laut, menegaskan bahwa bukan pasir laut yang diekspor, melainkan sedimen yang mengganggu jalannya lalu lintas kapal.

Pertama, revisi Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor.

Kedua, revusi Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Karenanya, upaya Presiden Jokowi untuk membuka keran ekspor laut yang dimaksudnya adalah ekspor hasil sedimentasi laut, bukan pasir lautnya.

"Memang betul, seperti yang kita ketahui bersama, bahwa penambangan pasir laut dan ekspor pasir laut sudah dihentikan dan hingga saat ini tetap akan seperti itu," kata Rizki Faisal kepada BATAMTODAY.COM di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

"Jadi yang dimaksud diperbolehkan untuk di ekspor adalah hasil sedimentasi laut," lanjutnya.

Menurut dia, perlu diketahui bahwa proses sedimentasi diawali dari adanya pelapukan batuan. Kemudian hasil pelapukan tersebut, mengalami erosi dan berpindah ke tempat lainnya.

"Apabila terjadinya di laut, maka berpindah karena aliran arus di laut. Setelah itu, material tersebut akan mengendap dan membeku membentuk lapisan-lapisan," jelasnya.

Selanjutnya, lapisan yang mengendap di laut seringkali menyebabkan pendangkalan, sehingga mengganggu aktivitas pelayaran dan juga aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan.

Akibatnya, wilayah laut yang pada awalnya cukup dalam mengalami pendangkalan dan penumpukan material. Berakibat pula menutupi permukaan laut yang sehat, sehingga ekosistem laut di daerah tersebut terganggu.

"Jadi dengan adanya pembersihan sedimentasi laut dan restorasi atau rehabilitasi ekosistem laut dengan penempatan rumpon-rumpon dasar laut yang sudah dibersihkan di kedalaman yang cukup," katanya.

Wakil Ketua I DPRD Provinsi Kepri ini menilai pengerukan dan ekspor sedimentasi justru akan membantu mengembalikan kelestarian laut dan kelancaran lalu lintas laut.

Selain itu, para pelaku usaha yang mengantongi perijinan pengerukan dan ekspor sedimentasi laut ini wajib untuk melakukan restorasi dan rehabilitasi ekosistem sistem laut utk mengembalikan kelestariannya.

"Nah, penentuan wilayah kerja sedimentasi laut dan kriteria wilayah sedimentasi menjadi penting untuk di awasi bersama," ujar Rizki Faisal.

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, endapan yg diperbolehkan untuk diambil hanya terdiri dari pasir dan lumpur.

"Tidak boleh mengandung mineral yang melebihi dari kadar yang diperbolehkan," katanya.

Bahkan lokasi pengerukan sedimentasi itu, adalah wilayah laut yang terjadi pedangkalan dan dibuktikan dengan peta lait terupdate.

"Harus gunakan Sub Bottom Profilling (SBP): Teknik Pemetaan Lautan yang Mendetail dan hasil sampling boring," katanya.

Hal ini, lanjut Rizki Faisal, menjadi Mandatory yang harus dilakukan oleh perusahaan yang mengajukan perijinan sedimentasi laut.

"Karena itu, sebaiknya hanya perusahaan-perusahaan yang betul-betul yang punya kapasitas dan memenuhi syarat yang bisa bekerja yang mendapatkan izin ekspor sedimentasi," pungkasnya.

Editor: Surya