Komite III DPD RI Sepakati Pembasab RUU POM Bersama Menkes dan BPOM
Oleh : Irawan
Rabu | 03-07-2024 | 09:24 WIB
RAKER-MENKES-DPD-b.jpg
Rapat kerja dengan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dan Plt. Kepala BPOM, Rizka Andalusia di Ruang Rapat Kutai, Gedung DPD RI, Komplek Senayan, Selasa (2/7/2024).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komite III DPD RI menyepakati untuk menghentikan penyusunan pandangan pendapat DPD RI terhadap RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM).

Hal ini disampaikan Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri usai melakukan rapat kerja dengan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dan Plt. Kepala BPOM, Rizka Andalusia di Ruang Rapat Kutai, Gedung DPD RI, Komplek Senayan, Selasa (2/7/2024).

Hasan Basri mengatakan pengawasan obat dan makanan perlu dilakukan secara komprehensif terhadap seluruh obat dan makanan yang beredar.

Faktanya, marak kasus penyalahgunaan obat dan makanan yang menimbulkan dampak kesehatan yang serius hingga mengancam jiwa. Hal ini diakibatkan minimnya pengetahuan masyarakat dalam memilih obat dan makan yang benar, tepat dan aman.

"Negara memiliki kewajiban melakukan pengawasan atas produksi dan peredaran obat dan makan, baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Globalisasi menuntut kesamaan standarisasi atas mutu atau kualitas produk obat dan makanan yang beredar, maka perlu adanya pengawasan pada tahap pre market hingga post market," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan substansi pengawasan obat dan makanan telah diatur dalam berbagai regulasi yang telah terlebih dahulu diterbitkan, sehingga posisi pemerintah adalah menolak kelanjutan pembahasan RUU POM.

"Nanti akan kami sampaikan juga ke Komisi III, daftar inventaris masalah yang intinya mengatur pembentukan dan kewenangan lembaga terkait pengawasan obat dan makanan sudah diatur dalam beberapa UU seperti UU Pangan, UU Kesehatan dan UU Cipta Kerja, sehingga tidak perlu diatur secara tersendiri. Kami nanti akan minta agar dihentikan pembahasannya," ujarnya.

Meski diakui Budi Gunadi, dalam implementasinya pengawasan obat dan makan bukannya tidak memiliki persoalan, namun pemerintah memandang yang perlu diperbaiki adalah mekanisme pelaksanaan di lapangan, dan tidak perlu sampai harus menghadirkan lembaga atau badan baru.

"Presiden arahannya agar dilakukan simplifikasi dari struktur organisasi, jika bisa tidak ditambahkan badan atau lembaga negara, karena di negara ini koordinasi susah sekali, bisa mingguan atau bahkan bulanan. Maka posisi pemerintah, aturannya sudah ada dan kewenangannya jelas tapi memang eksekusinya yang selalu bermasalah. Itu tadi karena kompleksnya koordinasi. Maka, perlu diperbaiki," tambahnya.

Senada dengan Budi Gunadi, Plt. Kepala BPOM, Rizka Andalusia mengatakan kewenangan yang diberikan kepada BPOM sudah cukup, hanya saja perlu dilakukan penguatan dari aspek organisasi, seperti menambahkan Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan (UPT Badan POM) sampai ke tingkat kabupaten/kota serta daerah terpencil.

"Harapannya di setiap kabupaten/kota ada UPT-nya, tapi untuk membentuk UPT itu tidak mudah, diperlukan pertimbangan yang sangat rigid dan tentunya dibutuhkan penambahan SDM dan anggaran. Itulah yang kami maksud penguatan kelembagaan. Kalau untuk kewenangan sudah cukup kuat," jelasnya.

Editor: Surya