Berniat Rampok Negara dari Restitusi PPN, Richie dan Asun Terancam Pidana Penjara 8 Tahun
Oleh : Aldy
Jumat | 28-06-2024 | 16:04 WIB
Rampok-PPN.jpg
Terdakwa Seriching Merlin alias Richie dan Sundra Talaman alias Asun, usai menjalani persidangan di PN Batam, Kamis (27/6/2024). (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Seriching Merlin alias Richie dan Sundra Talaman alias Asun, dua terdakwa yang diduga berniat merampok keuangan negara dari restisusi (pengembalian) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terancam pidana penjara 2 hingga 8 tahun.

Sebab, keduanya didakwa secara bersama-sama melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 103 huruf a atau kedua Pasal 103 huruf c, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim, diketuai Tiwik didampingi dua anggota Nora dan Dina pada Kamis (27/6/2024), kedua terdakwa (berkas terpisah) saling bersaksi, didampingi tiga orang penasehat hukum.

Keterangan kedua terdakwa ini nampaknya cukup memusingkan majelis hakim. Sebab, kedua terdakwa memberikan keterangan yang saling bertolak belakang.

Kedua terdakwa mengakui pengiriman barang dari Jakarta ke Batam sudah dilakoni sejak 2021 lalu. Namun keterangan antar keduanya saling bertolak belakang, apalagi mengenai jenis barang yang dikirim dari Jakarta ke Batam.

Terdakwa Richie menyebutkan, pengiriman barang dari Jakarta ke Batam dilakukan sejak 2021. Dan Ia menegasakan bahwa barang yang dikirim itu dipacking oleh Asun atas perintahnya dan barang berupa ratusan handphone. "Sudah melakukan pengiriman barang sejak 2021, semua yang dikirim itu Hp," ujar terdakwa Richie.

Namun Richie mengaku kaget ketika saat penangkapan oleh Bea Cukai, menemukan ponsel yang dia kirim ternyata berisi tanah dan Hp mainan. Padahal menurutnya barang yang dikirim itu berisi handphone asli.

"Terakhir pengiriman saat penangkapan, tetapi anehnya Hp yang saya kirim berubah jadi tanah," kata Richie, berdalih.

Sementara terdakwa Asun menapik keterangan Richie. Menurutnya, sejak 2021 ia memang sudah mengirim tanah dari Jakarta ke Batam atas perintah Richie. Selama ini, proses pengiriman sesampai Batam berjalan lancar, pengiriman melalui jalus ekspedisi Batam Cargo dengan jalur laut.

"Pengiriman sejak 2021, dan selalu berisi tanah. Baru pertama kali ditangkap," ujar Asun.

Lanjut Asun, dirinya bekerja di perushaaan yang didirikan Richie dan digaji Rp 8 juta per bulan untuk jabatan direktur. Tak hahya itu, ia juga mendapatkan tambahan gaji Rp 1 juta untuk jasa satu kali packing, packing handphone itu dilakukan satu kali dalam sepekan.

"Dalam sebulan ada 4 kali packing barang, jadi digaji tambahan Rp 4 juta. Sehingga gaji saya Rp 12 juta," kata Asun.

Mendengar keterangan terdakwa yang saling bertolak belakang, hakim Tiwik sempat menegaskan keterangan dari masing-masing terdakwa, sebelum sidang diakhiri. "Terdakwa Richie mengaku pengiriman sejak 2021, yang dikirim selalu Hp, namun pengiriman terakhir tiba-tiba berubah tanah. Terdakwa Asun mengatakan sejak 2021, ia selalu mempacking tanah, dan digaji oleh terdakwa Richie," kata Tiwik, menegasakan keterangan kedua terdakwa yang dipahaminya.

Hanya saja, pada proses persidangan ini tidak terungkap, apakah para terdakwa sudah pernah mengklaim restitusi PPN atas pengiriman ponsel yang ternyata berisi tanah itu?

Adapun perkara ini berawal, dari adanya surat Tim Intelejen Kemenkumham untuk memeriksa barang-barang dari luar daerah masuk ke Batam. Dan saat pemeriksaan barang yang dikirim dari Tanjung Priok untuk dua perusahaan yakni PT Sumo Pintar Indonesia maupun PT Bintang Pusat Nasional yang bertempat di Batam, petugas mendapatkan ketidak cocokan antara dokumen PPFTZ-03, yakni:

1. PPFTZ-03 Nomor 058176 tanggal 27 Februari 2024 (bertuliskan 8 paket handphone berbagai jenis);

2. PPFTZ-03 Nomor 065051 tanggal 04 Maret 2024 (bertuliskan 7 paket handphone berbagai jenis);

3. PPFTZ-03 Nomor 065013 tanggal 04 Maret 2024 (bertuliskan 6 paket handphone berbagai jenis);

4. PPFTZ-03 Nomor 065059 tanggal 04 Maret 2024 (bertuliskan 12 paket handphone berbagai jenis); dan

PPFTZ-03 Nomor 065070 tanggal 04 Maret 2024 (bertuliskan 10 paket handphone berbagai jenis).

Pemeriksaan dan pengecekan dilakukan di Pelabuhan Batu Ampar pada bulan Februari 2024 lalu. "Saat kami melakukan pemeriksaan, dengan membuka isi barang yang dikirim, kami mendapatkan ketidak cocokan. Dari invoice tertulis yang dikirim adalah sejumlah ponsel. Namun, di dalam kotak kardus yang dikirim tersebut ternyata berisi tanah liat, ponsel mainan dan ponsel karet. Paketan itu juga dibungkus ke dalam beberapa kotak," jelas saksi dari Bea Cukai Batam pada Kamis (20/6/2024).

Saksi menduga, terdakwa sengaja melakukan pengiriman fiktif itu untuk mendapatkan restitusi PPN atas pengiriman handphone berbagai jenis dari Jakarta ke Batam. Di mana Batam merupakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang mana apabila menjual barang berupa handphone ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) diberikan fasilitas pembebasan PPN yang mana Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat mengajukan restitusi atau pengembalian Pajak Pertamabahan Nilai kepada Direktorat Jendral Pajak yang nantinya akan diterima oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

"Namun sebelum terdakwa melakukan pengklaiman, kami sudah melakukan pencegahan dan penghentian dengan menangkap basah barang yang tidak sesuai invoice," sebut saksi.

Editor: Gokli