Narasi Penghianatan untuk NasDem dan Anies Keliru, Hanya Fatsoen Politik
Oleh : Aldy Daeng
Minggu | 03-09-2023 | 11:32 WIB
A-JAYADI-NOER3.jpg
Ketua Wankar (Dewan Pakar) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Provinsi Kepri, Teuku Jayadi Noer (kacamata hitam) saat berbincang dengan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani. (Foto: J5NEWSROOM.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dalam dua hari terakhir, bertebaran diksi penghianat dan penghianatan di jagad maya dan nyata politik Indonesia. Yang dituduh sebagai penghianat adalah Anies Baswedan cq Partai NasDem. Karena telah menjatuhkan pilihan politiknya. Yaitu, memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Anies Baswedan.

Tuduhan terhadap Anies dan NasDem sebagai penghianat dan diksi penghianatan ini, di mata Ketua Wankar (Dewan Pakar) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Provinsi Kepri, Teuku Jayadi Noer sangatlah tidak tepat dan salah besar. Apalagi, sampai diksi penghiatan itu juga keluar dari mulut Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebutkan bahwa ada hikmah dibalik pengkhianatan yang didapatinya itu. Dia mengatakan bahwa ada dua hal yang patut disyukuri dari kesepakatan sepihak antara Partai NasDem dan PKB.

SBY mengatakan, kondisi ini patut disyukurinya. Karena kabar tersebut telah kepergok lebih cepat oleh Partai Demokrat. "Memang kita ditikung, ditinggalkan, seperti ini, sekarang. Bayangkan kalau ditikungnya kita ini, ditinggalkannya kita ini satu atau dua hari sebelum batas pendaftaran ke KPU, bayangkan seperti apa," ujar SBY melalui konferensi pers di kediamannya Cikeas, Kabupaten Bogor, Jumat, 1 September 2023.

"Ini bukan penghianatan, hanya masalah fatsoen politik," tegas Teuku Jayadi Noer kepada J5NEWSROOM.COM --jaringan BATAMTODAY.COM, Sabtu (2/9/2023), menanggapi diksi penghiatan dan penghianatan tersebut.

Bagi anggota KAHMI Kepri itu, keputusan berlabuhnya Cak Imin ke Anies Baswedan adalah sebuah pembelajaran demokrasi bagi bangsa Indonesia. Bahkan, memang begitulah politik, dinamis dan selalu terbuka berbagai kemungkinan.

Sejarah politik Indonesia mencatat, pada 16 Mei 2009 lalu, pernah ada 'Perjanjian Batu Tulis' yang ditandatangani berdua oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Dari ikrar tersebut, kemudian Prabowo ditinggalkan. Tetapi, tidak ada muncul diksi penghianat atau penghianatan dari 'Perjanjian Batu Tulis' tersebut.

"Setidaknya kita bisa menilai berlabuhnya Cak Imin ke Capres Anies Baswedan merupakan bagian dari pembelajaran demokrasi. Langkah tersebut juga kian menjabarkan betapa dinamisnya politik di Indonesia," tambah tokoh masyarakat Aceh di Batam itu.

Apalagi, lanjut Jayadi, memang faktanya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) belum pernah ditetapkan sebagai cawapres oleh partai koalisi. Jadi, peristiwa politik ini adalah sebuah pembelajaran demokrasi yang sangat baik, sehingga tingkat perpolitikan kita tidak didominasi oleh kekuatan-kekuatan tertentu saja," ungkap Teuku Jayadi Noer.

Ketua Dewan Pakar Partai NasDem Provinsi Kepri itu juga menegaskan sikapnya, tidak sepaham dengan Sekjen Partai Demokrat yang menyebut peristiwa politik Cak Imin-Anies Baswedan ini sebagai penghianatan. Menurutnya, koalisi dalam politik itu biasa, semuanya berjalan dinamis. Artinya sebelum resmi terdaftar di KPU, segala kemungkinan masih bisa terjadi.

"Artinya, sebelum janur kuning melengkung, semua itu belum selesai," tegas pria yang hobi ngopi itu mengakhiri.

Editor: Dardani