Deadlock dengan Warga, PT Blue Steel Industries Bakal Surati DLHK dan KKP
Oleh : Aldy
Kamis | 16-03-2023 | 12:44 WIB
deadlock.jpg
Mediasi PT Blue Steel Industries dengan warga Kampung Tua Panau, disaksikan perwakilan legislatif dan eksekutif, Rabu (15/3/2023) malam. (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Mediasi antara warga Kampung Tua Panau, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam dengan PT Blue Steel Industries pada Rabu (15/03/2023) malam tak membuahkan hasil (deadlock).

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk rasa warga Kampung Tua Panau terkait aktivitas pematangan lahan dan tuduhan reklamasi yang dilakukan PT Blue Steel Industries di Kawasan Kabil. Mediasi itu, berlangsung cukup alot namun berakhir deadlock.

Dimulai sejak pukul 20.00 - 22.15 WIB. Di tengah diskusi, PT Blue Steel Industries sempat menawarkan uang senilai Rp 50 juta untuk kompensasi kepada ratusan warga Kampung Panau. Namun, nominal tersebut ditolak mentah-mentah oleh warga karena dinilai belum sepadan.

Dalam penyampaiannya, warga meminta agar PT Blue Steel Industries memperhitungkan keberadaan mereka yang terganggu dengan aktivitas perusahaan tersebut. Terlebih, warga merasa aktivitas PT Blue Steel Industries telah mempengaruhi mata pencarian warga di laut.

"Di sini setiap hari kami terkontaminasi dengan polusi udara dan sebagainya. Termasuk mata pencaharian kami. Ini kan efeknya luar biasa. Akibat cut and fill itu dampaknya sudah ke laut. Airnya masuk ke pantai. Masyarakat bekerja mencari udang atau kepiting kan dari laut," kata Hasan Deny, salah seorang perwakilan warga.

Dikatakan Hasan, sebelumnya PT Blue Steel Industries memang sempat memberikan bantuan sembako kepada masyarakat pada awal pertemuan mereka sekitar enam bulan yang lalu. Namun, pemberian itu dinilai belum sepadan dengan dampak yang dirasakan warga.

Setelah itu, komunikasi berlanjut pada penawaran kompensasi untuk warga. Akan tetapi, penawaran itu tak kunjung berbalas dan menemukan titik terang hingga saat ini.

"Saya pikir permintaan warga sudah jelas. Ada satu bundel yang diberi masyarakat untuk perusahaan. Tinggal dikoreksi. Mana yang mesti dipenuhi, mana yang tidak. Itu sudah diberikan sejak awal," tuturnya.

Hasan melanjutkan, warga merasa kecewa lantaran diskusi kesekian kalinya tak membuahkan hasil. Untuk itu, warga meminta agar Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri untuk turun tangan pada masalah tersebut.

Warga juga meminta agar PT Blue Steel Industries dapat menghentikan sementara aktivitasnya sampai memiliki kesepakatan bersama warga. "Lebih bagus ada pemerintah yang sah seperti DKP dan DLHK sebagai penengah untuk menghitung. Mereka pasti punya tabel. Kita minta pekerjaan dihentikan selagi belum ada kesepakatan bersama warga," tegas Hasan.

Sementara itu, Legal Direktur PT Blue Steel Industries, Alhadid Endar Putra, membantah pihaknya telah melakukan reklamasi. Pasalnya, aktivitas yang saat ini berlangsung adalah cut and fill lahan. Namun, dia tak menepis bila aktivitas tersebut turut berdampak pada perairan.

"Memang mungkin itu karena hujan kan pasti turun. Tetapi yang pasti bibir pantai itu kita tak sentuh. Reklamasi itukan artinya menambah daratan. Selagi kita tidak tambah, ya tidak ada reklamasi," katanya.

Lanjut Alhadid, dengan demikian, pihaknya menolak tuduhan masyarakat bahwa saat ini PT Blue Steel Industries melakukan kegiatan reklamasi hingga berdampak pada kehidupan kampung yang dihuni sekitar 177 KK tersebut, dan sebagian besar warga mengklaim bahwa penghasilan mereka bersumber dari mata pencaharian sebagai nelayan.

"Seratus persen saya menolak, kalau kami disebut melakukan reklamasi. Kalau pengerjaan darat, iya. Perizinan kami lengkap terkait itu. Kami siap buka-bukaan perizinan kalau itu diperlukan," tegas Alhadid.

Alhadid menjelaskan, apabila masyarakat Kampung Tua Panau berpendapat, PT Blue Steel Industries melakukan pencemaran, baik itu pencemaran air maupun udara, maka pihaknya mempersilahkan masyarakat membuktikan hal tersebut, sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pihaknya tidak bisa mengukur kerugian yang dialami masyarakat. Namun, PT Blue Steel Industries siap membayarkan apa yang menjadi kerugian masyarakat, yang merasa terdampak proyek itu, tetapi harus sesuai dengan data yang dimiliki atau sesuai dengan rekomendasi dari instansi terkait, seperti rekomendasi dari DLHK dan KKP.

"Seperti pencemaran air, sampaikan data levelnya harus ada sampelnya, termasuk pencemaran udara. Di sini seakan-akan kita ilegal, sementara kita bekerja dengan dokumen dan aturan yang ada," tegas dia.

"Kalau terbukti, kami siap bayarkan sesuai arahan pemerintah. Malam ini, kita melakukan pertemuan dengan masyarakat, dan disaksikan perwakilan pemerintah dan legislatif Provinsi Kepri. Namun, tidak ada titik temu. Maka itu kita sepakat serahkan ke instansi terkait sebagai jalan tengahnya," pungkas Hadid Endar Putra.

Editor: Gokli