Ormas RMB Kepri Kecam Keras Kriminalisasi Aktivis Kemanusiaan di Kota Batam
Oleh : Paskalis RH
Minggu | 05-03-2023 | 21:36 WIB
0112_RMB-bersuara-0123.jpg
Para Dewan Pendiri dan Badan Pengurus Ormas RMB bersama sejumlah anggota. (Paskalis RH/BTD).

BATAMTODAY.COM, Batam - Maraknya aksi kriminalisasi terhadap aktivis kemanusiaan, atau pihak-pihak yang terus berjuang memerangi perdagangan orang atau human trafficking di Kota Batam, menjadi perhatian serius sejumlah kalangan.

Salah satunya Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Rumpun Malenesia Bersatu (RMB), yang merupakan paguyuban serta wadah bagi masyarakat rumpun Melanesia (NTT, Maluku dan Indonesia bagian timur lainnya) yang bermukim di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Ormas RMB dengan tegas menyatakan mengecam keras maraknya upaya kriminalisasi terhadap pegiat atau aktivis kemanusiaan dalam memerangi perdagangan orang atau human trafficking di Kota Batam.

"Akhir-akhir ini, saya melihat ada upaya kriminalisasi terhadap para pegiat atau aktivis kemanusiaan di Kota Batam, sebagaimana terekspos di berbagai media, baik cetak, online maupun elektronik. Hal ini sudah menjadi perhatian publik," kata Ketua Umum RMB Provinsi Kepri, Sofyan Lamanepa, saat ditemui di bilangan Batam Center, Minggu (5/3/2023).

Sofyan Lamanepa menuturkan, dengan adanya kondisi itu, dirinya bersama Badan Pengurus Ormas RMB Kepri merasa terpanggil untuk mendukung niat murni dari para aktivis kemanusiaan yang selama ini meyuarakan nilai-nilai luhur kemanusiaan, berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat serta hak-hak asasi manusia (HAM), khususnya perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia yang diselundupkan keluar negeri secara ilegal (non prosedural).

"Keterpanggilan Ormas RMB untuk mendukung para pegiat kemanusian yang berjuang keras memerangi perdagangan orang atau human trafficking di Kota Batam didasari rasa solidaritas, karena rata-rata yang menjadi korban perdagangan orang di Kota Batam berasal dari rumpun Malenesia (NTT, Maluku dan Indonesia bagian timur lainnya)," tegas Sofyan.

Sementara Pendiri Ormas Rumpun Malenesia Bersatu (RMB), Moody Arnold Timisela, mengatakan bahwa upaya kriminalisasi terhadap aktivis kemanusiaan tersebut merupakan permainan dari oknum-oknum yang merasa gerah atau terusik dengan perjuangan dari para aktivis yang selalu berusaha memerangi upaya penyelundupan pekerja migran Indonesia (perdagangan orang atau human trafficking).

"Kami RMB akan terus dan tetap memberikan dukungan moral bagi pegiat aktivis kemanusiaan, untuk maju dan terus menyuarakan kezaliman yang dialami para calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang dilakukan oleh oknum-oknum pemain PMI di Kota Batam," ujar Moody.

Di tempat yang sama, Humas RMB, Thomas Balimula, menyampaikan, dukungan terhadap para pegiat atau aktivis kemanusian merupakan upaya sadar dari RMB sebagai bentuk keberpihakan dan perlawanan terhadap oknum-oknum yang terlibat di dalam pusaran bisnis hitam perdagangan orang atau human trafficking yang tergolong kejahatan luar biasa.

"Bisnis perdagangan orang atau human trafficking yang terjadi di Kota Batam dan di Provinsi Kepri sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan, dan merupakan tragedi terhadap nilai kemanusiaan itu sendiri," tegas Astom, sapaan akrab Thomas Balimula.

Dukungan RMB terhadap para aktivis yang diduga telah dikriminalisasi tersebut merupakan upaya warga negara untuk mengingatkan negara bahwa ada potensi penyelewengan kekuasaan dan konflik kepentingan para elite dalam menjalankan bisnis haram perdagangan manusia.

"Bagi kita RMB, praktik perdagangan orang merupakan perbuatan yang sangat berbahaya dan keji. Sehingga intervensi dan kriminalisasi terhadap para aktivis kemanusiaan oleh oknum-oknum tersebut dapat mencederau reformasi dan diguga kuat mengarah pada konflik kepentingan yang menjurus pada praktik-praktik korupsi," tegasnya.

Menyikapi persoalan ini, Badan Pengurus Ormas RMB menyampaikan beberapa poin pernyataan sikap terkait upaya kriminalisasi terhadap aktivis kemanusiaan di Kota Batam, diantaranya:

1. Ormas RMB Provinsi Kepri, Menolak dengan tegas segala bentuk tindakan yang mengarah kepada upaya kriminalisasi pegiat aktivis kemanusiaan, yang selama ini berjuang untuk mengangkat harkat, martabat dan hak-hak asasi manusia, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.

2. Ormas RMB Provinsi Kepri menolak dengan tegas upaya-upaya untuk merusak tatanan hidup harmoni di Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya, dan Kota Batam pada khususnya, oleh entitas masyarakat yang menamai diri aliansi tertentu, dengan mempolitisasi isu kemanusiaan yang sedang bergulir dengan isu SARA, yang berpotensi menciptakan konflik horisontal di tengah masyarakat.

3. Ormas RMB Provinsi Kepri mendorong kerja-kerja konkrit aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang menamai diri aliansi Masyarakat Peduli Kepri, yang mencoba membangun isu SARA di tengah pluralitas masyarakat Kepri, untuk bertanggung jawab atas isu tersebut di depan hukum.

4. Ormas RMB Provinsi Kepri mengajak seluruh komponen masyarakat Kepulauan Riau pada umumnya dan Kota Batam pada khususnya, untuk merawat harmoni dalam keberagaman, menjaga kondusifitas kehidupan sosial masyarakat, serta berperan serta menjaga Kepulauan Riau sebagai beranda depan Indonesia dan Kota Batam sebagai Bandar Madani yang modern.

Pernyataan sikap ini, lanjut Ketua Harian RMB Zainal Lewaimang, merupakan keterwakilan dari seluruh masyarakat Rumpun Malenesia (warga NTT, Maluku dan Indonesia bagian timur lainnya) yang ditandatangani oleh Ketua Umum RMB Sofyan Lamanepa, Ketua Harian RMB Zainal Lewaimang, Pendiri RMB Moody Arnold, Sekertaris RMB Atanasius Dula, Bendahara Umum Sbastianus L. Lango Dai dan Humas RMB Thomas Balimula, serta Panglima RMB Gregorius Saka Sinun.

"Pernyataan sikap yang dibuat RMB bertujuan untuk menjaga nilai-nilai luhur kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan berbangsa yang berbhineka, mengedepankan asas-asas hukum yang berlaku, sehingga tercapai 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab' yang merupakan salah satu butir falsafah negara kita," pungkas Zainal.

Editor: Gokli