IOJI Ungkap Alasan Vietnam Terus Lakukan Illegal Fishing di Laut Natuna Utara
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Senin | 27-09-2021 | 12:52 WIB
IOJI1.jpg
press briefing IOJI secara daring, Minggu (26/9/2021). (Putra Gema/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mencatat, selama pada Agustus 2021 praktik penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing di wilayah Perairan Natuna Utara menurun.

Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa mengatakan, sejumlah faktor yang membuat Vietnam mengincar sumber daya perikanan di wilayah perairan Natuna karena kekayaan potensi ikan di Natuna sangat besar.

"Kekayaan SDI (sumber daya ikan) Laut Cina Selatan termasuk laut Natuna Utara menjadi penyumbang 12 persen berdasarkan Global Catch," kata Achmad dalam press briefing IOJI secara daring, Minggu (26/9/2021).

Sementara itu, faktor lainnya dikarenakan stok ikan di zona ekonomi ekslusif Vietnam saat ini terus merosot. Dijelaskannya, selama puluhan tahun nelayan Vietnam melakukan penangkapan perikanan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Maka dari itu, Vietnam mengincar wilayah-wilayah dengan sumber daya perikanan yang masih dapat dimanfaatkan. Di saat bersamaan, kehadiran nelayan Indonesia di laut Natuna Utara tidak begitu banyak.

"Vietnam mengalami kekurangan pasokan sumber daya perikanan lantaran adanya subsidi dari pemerintah setempat yang berlimpah. Subsidi ini membuat praktik penangkapan ikan berlebihan. Padahal, kebutuhan Vietnam terhadap ikan rucah untuk budidaya udang dan lobster besar dan terus meningkat. Saya juga melihat terjadi penurunan angka instruksi kapal ikan Vietnam di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia selama Agustus," ujarnya.

Pada Agustus, angka intrusi kapal Vietnam di bawah landas kontinen Laut Natuna Utara pada Agustus sebanyak delapan unit. Angka ini turun dari Juli lalu yang sebanyak 25 armada. Sedangkan intrusi terbesar terjadi pada April dengan jumlah 100 kapal.

"Penurunan angka intrusi diduga berkaitan dengan kartu kuning yang diberikan oleh Uni Eropa kepada Vietnam. Kemungkinan mereka (Vietnam) akan berusaha sekuat mungkin agar Uni Eropa mencabut kartu kuning itu," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Patroli Indonesia pun dinilai kurang intensif dan belum terkoordinasi, karena pada umumnya patroli oleh otoritas pemegang peran keamanan maritim di Indonesia juga belum menyentuh lokasi-lokasi illegal fishing di zona utara laut Natuna Utara.

Menurut pendapatnya, banyaknya pemegang peran dalam keamanan maritim di zona utara laut Natuna Utara juga membuat kordinasi yang buruk dalam penanganan illegal fishing.

"Saat ini pemerintah pusat sedang mendorong Peraturan Presiden (Perpres) tentang pengamanan maritim di zona utara laut Natuna Utara yang terstruktur. Pada prinsipnya, Presiden Joko Widodo menegaskan karena Indonesia adalah negara maritim, maka dirinya juga menginginkan coast guard yang kuat, dalam artian dia ingin memiliki Bakamla yang jauh lebih baik dan tegas, bukan seperti Bakamla saat ini," tegasnya.

Editor: Yudha