Ombudsman Kepri Nilai Syarat Wajib Sertifikat Vaksin dalam Pelayanan Publik Termasuk Maladministrasi
Oleh : Paskalis RH
Senin | 09-08-2021 | 18:08 WIB
Lagat-sertifakat-vaksin.jpg
Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, menilai kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Kepri, yang mewajibkan syarat sertifikat vaksin dalam pelayanan publik bagi masyarakat, berpotensi maladministrasi.

Lagat menjelaskan, ketentuan sanksi dalam Pasal 13A Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanan Vaksin Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19 diberikan bagi setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran vaksin, namun tidak mengikuti vaksinasi.

"Pemerintah Daerah seharusnya memaknai pemberian sanksi yang tertuang dalam Pasal 13A Perpres nomor 14 tahun 2021 adalah setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran vaksin, namun tidak mengikuti vaksinasi. Bukan bagi masyarakat yang belum divaksin," kata Lagat melalui keterangan tertulis, Senin (9/8/2021).

Penerapan pasal dalam Perpres, kata dia, tidak bisa diterapkan secara menyeluruh bagi masyarakat. Melainkan hanya bagi masyarakat yang tidak mau divaksin.

Dalam hal ini, kata dia, Ombudsman Kepri menemukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum sepenuhnya mampu menyediakan akses yang luas bagi masyarakat untuk mengikuti vaksinasi.

Selain itu, katanya lagi, Pemerintah Daerah masih memiliki ketergantungan dari Pemerintah Pusat akan ketersediaan vaksin. Padahal, sebutnya, antusias masyarakat untuk mengikuti vaksin sangat tinggi, namun karena keterbatasan penyediaan vaksin, maka masih banya masyarakat yang belum menerima vaksin.

"Pemerintah Daerah harus fokus melakukan edukasi kepada kelompok masyarakat tertentu yang berpotensi menolak, bahkan tidak mau mengikuti vaksinasi agar mau divaksin," ujarnya.

Terkait dengan syarat vaksinasi untuk mendapatkan pelayanan publik atau memperoleh akses terhadap layanan publik, Lagat menyatakan, itu merupakan kebijakan atau tindakan yang diskriminatif. Hal itu dilihat dari UU Pelayanan Publik.

"Pemerintah Daerah seharusnya menyediakan fasilitas vaksinasi di tempat-tempat layanan publik secara on the spot, sehingga warga yang belum mendapat vaksin bisa melakukan vaksinasi di sana. Apabila ada masyarakat yang menolak, maka bisa diberlakukan diskriminasi positif berupa tidak diberikannya layanan publik bagi yang bersangkutan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas," tegasnya.

Selain Undang-undang Pelayanan Publik, terang Lagat, Kementerian Kesehatan RI dan Dirjen Dukcapil juga telah menegaskan bahwa tidak menetapkan sertifkat vaksin sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan publik.

Penetapan sertifikat vaksin sebagai salah satu syarat dalam pelayanan publik akan bertentangan denghan UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial serta UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Penyelenggaran publik, kata Lagat lagi, harus berasaskan persamaan perlakuan dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan. Penyelenggara pelayanan publik, lanjutnya, berkewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

Masih kata Lagat, berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemda wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

"Disaat seperti ini, Saya (Ombudsman Perwakilan Kepri) berharap agar Kepala Daerah tidak membuat kebijakan atau ketentuan baru, bahwa sertifikat vaksin sebagai syarat tembahan dalam pelayanan publik karena termasuk maladministrasi," pungkasnya.

Editor: Gokli