Penyelundup Burung dari Malaysia Terancam 10 Tahun Penjara di PN Batam
Oleh : Paskalis RH
Senin | 04-01-2021 | 19:20 WIB
sidang-online-Senin.jpg
Proses sidang online di PN Batam, pembacaan dakwaan penyelundup burung dan kasus lainnya, Senin (4/1/2021). (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Terdakwa Aris dan Fauzan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (4/1/2021). Keduanya didakwa telah menyelundupkan burung langka jenis murai batu dari Malaysia ke Batam.

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlambang, terdakwa Aris bersama rekannya Fauzan ditangkap saat dalam perjalanan mengantarkan puluhan ekor burung jenis murai batu yang baru tiba dari Malaysia melalui perairan Sekupang, Kota Batam.

"Kedua terdakwa ditangkap di Pelabuhan Tanjung Riau, sesaat setelah menjemput puluhan ekor burung murai batu yang baru tiba dari Malaysia," kata Herlambang saat membacakan surat dakwaan melalui video teleconference di PN Batam.

Ketika ditangkap, jelasnya, Polisi kemudian melakukan pemeriksaan terhadap muatan dalam mobil dan berhasil menemukan 7 keranjang berisi 90 burung jenis murai batu yang berasal dari negara Malaysia.

Usai penangkapan dan diinterogasi, lanjutnya, para terdakwa mengakui bahwa dalam melakukan aksinya, mereka (kedua terdakwa) tidak memiliki surat karantina hewan dan tumbuhan yang sah dari pihak yang berwenang.

"Menurut pengakuan para terdakwa, dalam melakukan aksi penyelundupan ini, mereka tidak memiliki dokumen resmi dari pihak yang berwenang," timpalnya.

Dari pengakuan salah satu terdakwa Aris, 90 ekor burung murai batu ini dipesan dari seorang warga Malaysia bernama Yusuf seharga 160 Ringgit Malaysia per ekor.

"Rencananya, semua burung ini akan kembali dijual di Kota Batam, dengan keuntungan mencapai belasan juta Rupiah," tandasnya.

Herlambang menjelaskan, apabila kedua terdakwa ingin memasukan atau membongkar satwa tersebut, setidak-tidaknya harus melalui tempat-tempat resmi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

"Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 86 huruf a Jo Pasal 33 Ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak 10 miliar Rupiah," ungkapnya.

Usai pembacaan surat dakwaan, majelis hakim yang diketuai Taufik Nainggolan didampingi Dwi Nuramanu dan Egi Novita kembali menunda persidangan selama satu minggu untuk pemeriksaan saksi.

Editor: Gokli