Nurdin Basirun, Sang Nahkoda Penyulap Hutan Lindung Menjadi Resort
Oleh : Hendra Mahyudi
Jumat | 12-07-2019 | 14:05 WIB
nudin-ditahan1.jpg
Sang nahkoda yang kandas di KPK, Nurdin Basirun. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Karir politik Nurdin Basirun sebagai Gubernur Kepri berakhir sudah. "Kapal" yang dikemudikannya rusak selepas sholat Isya'. Ia pun kini terdampar di bilik hotel prodeo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepandai-pandainya kapten Nurdin meliuk diantara ombak kehidupan, toh akhirnya jatuh juga di titik nadir karir politik nan getir.

Sementara itu, beberapa waktu sebelum kapal sang kapten yang pernah tertangkap tangan otoritas laut itu pun kini kandas. Dalam pelayarannya yang terakhir, Nurdin sedang belajar mendalami sulap. Hanya saja, sulap itulah yang kemudian menjadi boomerang bagi perjalanan hidupnya.

Rabu 10 Juli 2019), masyarakat Kepri dikejutkan kabar sang Gubernur tiba-tiba menjadi viral di jagad dunia sosial. Kabarnya, ia ditangkap Tim KPK. Sontak, kabar itu pun menjadi perbincangan hangat, baik bagi orang dekatnya maupun warga biasa.

Lalu, hingga Kamis, 11 Juli 2019 malam, KPK menetapkan Nurdin Basirun sebagai tersangka, dalam kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi reklamasi di wilayah sekitar Tanjung Piayu, Sei Beduk Batam.

Rencananya, jika izin tersebut berhasil terbit, maka lahan lindung yang ada bakal disulap (digunakan) untuk membangun resor mewah oleh seorang pengusaha bernama Abu Bakar.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan, pada Mei 2019 silam, Abu Bakar selaku pihak swasta mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu. Dalam izin tersebut, Abu Bakar berkeinginan membangun resor dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare.

"Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang kepemilikannya diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," ujar Basaria di kantornya saat gala konferensi pers, Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Hanya saja dengan kepiawaiannya sebagai seorang nahkoda dan juga sang pesulap newbie, Nurdin dan beberapa koleganya memaksakan diri untuk mengakali hal tersebut. Melalui kaki tangannya, Budi Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap, kongkalikong dengan Abu Bakar, agar menyebut akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya bukan resor.

Setelah itu, Nurdin melalui Budi Hartono juga memerintahkan Edy Sofan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melengkapi dokumen dan data pendukung agar izin Abu Bakar segera disetujui.

"Dokumen dan data dukung yang dibuat Edy Sofan tidak berdasarkan analisis apapun. Yang bersangkutan hanya melakukan copy paste dari daerah lain," terang Basaria.

Sementara itu, dari data yang berhasil dihimpun BATAMTODAY COM, pada 30 Mei 2019, Nurdin diketahui menerima dana sebesar Sing$ 5.000 dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar dengan luas area sebesar 10,2 hektar. Menyusul pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar Sing$ 6.000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.

Namun sayang, aksi Nurdin yang ingin menyulap kawasan lindung menjadi resor dan restauran ini tak berakhir mulus, Rabu, 10 Juli 2019 KPK, selaku komisi yang menangani kasus rasuah tak ingin membiarkan Nurdin terus piawai mendalami sulapnya, hingga Nurdin pun tersandung kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi reklamasi di Tanjung Piayu.

Editor: Dardani