KPLHI Minta Pemko dan BP Batam Tak Lari dari Tanggung Jawab soal 'Kolam Maut' di Sei Temiang
Oleh : Hendra
Kamis | 04-07-2019 | 13:16 WIB
kolam_maut_sei_temiang.jpg
Kolam maut di kawasan Sei Temiang, bekas galian yang ditinggalkan perusahaan (foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komite Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLHI) kota Batam, mengatakan Pemerintah Kota Batam dan BP Batam tidak boleh lari dari tanggung jawab mereka dalam pemberian izin terhadap perusahaan pembuat kolam maut, di kawasan Sei. Temiang, yang telah menelan korban 3 orang bocah tak berdosa.

Masih jelas diingatan kita semua akan tragedi naas tewasnya tiga bocah, yakni Yelse De Fitria atau Devi (12), Antonio De Vichel (7) dan Vinsensius Jevan (6), asal kampung Kendal Sari RT 03/RW 07 Sei Temiang, Kelurahan Tanjungriau, Sekupang.

Kendati beberapa pihak mengakui ini merupakan karena kurangnya pengawasan orangtua, namun kita juga harus melihat dari perspektif lain, di mana orangtua dalam tugasnya telah sempat menyarankan sang anak untuk tidak ikut, saat sang orangtua ingin mencari tanaman kangkung liar untuk menjadi paduan sayur mayur mereka makan bersama keluarga.

Azhari Hamid, Ketua Komite Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLHI) Kota Batam, mengatakan, kejadian ini tak bisa hanya didiamkan begitu saja, Pemko dan BP Batam tak boleh lepas tangan begitu saja.

"Kota Batam itu tak mempunyai aturan dalam rencana tataruangnya itu, untuk lokasi pembuatan tambang. Itu fix, saya memahami itu. Akan tetapi tanggung jawab Pemerintah Kota Batam dan BP Batam yang mengeluarkan izin lokasi ini harus ada, mereka tidak boleh lari dari tanggung jawab ini," ujarnya, seminggu yang lalu, saat mengunjungi lokasi kolam maut.

Sesuai dengan pernyataannya di atas, Azhari dengan tegas mengatakan kegiatan pembuatan kolam tersebut merupakan kegiatan ilegal jika kita masuk dalam aturan tata ruang kota Batam, karena menurutnya kota ini tidak mempunyai aturan tersebut.

"Ini kegiatan ilegal, penggalian pasir darat atau penimbunan. Kalau kita masuk aturan tata ruang Kota Batam, kota ini tidak mempunyai aturan itu. Saya memahaminya. Akan tetapi tanggung jawab Pemerintah Kota Batam dan BP Batam yang mengeluarkan izin dari pada lokasi kepemilikan lahan ini kepada perusahaan yang belum diketahui hingga saat ini, harus ada," tegasnya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi ulang oleh BATAMTODAY.COM, pada Kamis (4/7/2019) siang ini. Azhari mengatakan dirinya akan ke BP Batam Selasa depan untuk menanyakan keberadaan dan titik koordinat perusahaan. "Rencana Selasa depan saya ke BP Batam. Ada info nanti pasti akan saya share," terangnya.

Tak hanya itu, bagi Azhari kejadian ini juga merupakan presenden buruk bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Batam, baginya ini seolah-olah seperti pembiaran dari DLH dan instansi terkait lainnya.

"Sejauh mana kegiatan DLH dalam monitoring, pengawasan, pengendalian dan pelestarian lingkungan. Itu adalah proses umum yang harus dilakukan DLH. Ada kegiatan, mereka monitoring, ada kejadian, mereka lakukan pengawasan. Ada kasus, mereka lakukan penindakan dan penaatan hukum terhadap (pemilik) lokasi. Hal ini bukan perihal permasalahan limbah semata, akan tetap lebih ke persoalan konservasi juga. DLH juga harus lakukan hal-hal atau keputusan yang strategis untuk masyarakat. Kejadian lubang pasir ini memakan korban telah banyak," tutupnya.

Editor: Surya