Waduk Tembesi Sumber Hidup Petani Kampung Sidomulyo
Oleh : Hendra Mahyudi
Rabu | 27-02-2019 | 16:28 WIB
waduk-tembesi1.jpg
Waduk Tembesi. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Tanaman enceng gondok dan burung bangau tampak menghiasi hamparan air waduk Tembesi, siang itu. Air waduk Tembesi ternyata jadi andalan ratusan petani di sekitar untuk bercocok tanam.

Saat menelusuri kawasan sekitar waduk, tampak varietas ubi, jagung, sayur-mayur, kacang-kacangan dan pelbagai jenis tanaman lainnya.

"Waduk ini tembus sampai ke sekitaran jembatan 1 Barelang. Dulunya air ini merupakan air laut, tapi sekarang sudah proses menjadi tawar," ujar Wardi (38) seorang petani di Kampung Sidomulyo, Tembesi.

Sembari mengambil air untuk menyiram tanamannya, Ia mengatakan, jika tidak ada waduk dan sumber perairan di kawasan ini, maka pertanian di sekitar Sidomulyo tidak akan berjalan dengan lancar.

Namun sayangnya, hasil tanamannya dan para petani di sekitar saat ini harganya mulai anjlok. Harga sayur-mayur mulai turun. Bahkan beberapa hari lalu, petani di Tembesi Sidomulyo terpaksa harus membabat habis sayur bayamnya menggunakan mesin pemotong rumput, sebab harganya turun hingga Rp 1000 per kilo.

Untuk menghasilkan sayur bagi seorang petani bukanlah hal yang mudah, mereka harus merawatnya sedemikian rupa, menyeprotkan pembasmi hama, menyirami dan beragam proses lainnya.

"Tak hanya itu saja, petani juga harus membeli dan memberikan pupuk. Tapi jerih payah kami terkadang tidak begitu berharga, sebab harga sayur sangat anjlok," ungkapnya.

Selain harga bayam, ia juga mengatakan harga ubi juga ikutan anjlok. Saat ini petani hanya bisa menjual ubi ke para toke sekitar Rp1000 hingga Rp1500 per kilogram. Spontan hal ini tidak mampu menutupi jerih payah petani. Di tengah kondisi perekonomian yang semakin tak menentu ini.

"Tak tau lagi lah bang mau bilang apa. Untungnya saja, perihal air kami tidak jauh ngangkutnya untuk nyiram tanaman ini, air masih gratis, tak kalau kelak kalau nanti bayar, bekalan kayak gimana" pungkasnya.

Ia juga berharap, agar kedepannya pemerintah mulai lebih memperhatikan nasip para petani. Meski saat ini telah diadakan koperasi atau kelompok tani, namun ia mengatakan dalam kelompok tersebut harus membayar iuran sebesaran Rp500 ribu per bulan.

"Tapi masalahnya, sekarang harga tanamam yang kami hasilkan sudah anjlok, saya pun hanya bisa bersabar," pungkasnya.

Editor: Yudha