Imlek dan Akulturasi Budaya Tionghoa di Batam
Oleh : Hendra Mahyudhy
Rabu | 06-02-2019 | 17:40 WIB
imlek-di-batam.JPG
Kemeriahan perayaan Imlek di Batam. (Foto: Hendra)

IMLEK, selalu identik dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Diekspresikan dengan semarak tarian barongsai, lengkap dengan aneka sajian kuliner khas Tionghoa. Bagaimana semarak Imlek di Batam? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Hendra Mahyudhy.

Setiap tahun, tak ada Imlek tanpa kegembiraan nan gegap-gempita oleh masyarakat etnis Thionghoa di Indonesia. Tak ketinggalan juga di kota Batam.

Menyambut Imlek, mereka mengekpresikan dengan berbagai atraksi dipadu dalam aneka rupa akulturasi, pembauran beragam unsur seni budaya, kuliner, dan ritual keagamaan. Semua itu, tak lain untuk memperingati tahun baru lunar atau kalender Cina yang ke 2570.

"Selain itu Imlek juga merupakan hari lahirnya Budha Maitreya. Sosok Budha yang mencintai semua makhluk hidup, semua yang berkepribadian luhur. Di mana kebahagian dan optimisme adalah prisisip hidupnya yang ditandai dengan warna merah merona," ujar Alfin Oyolanda, Humas Maha Vihara Duta Maitreya Monastery dalam perbincangan santai dengan BATAMTODAY.COM.

Bahkan, lanjut Alfin, dalam perayaan Imlek, tidak hanya kembang api yang menghiasi langit-langit Batam. Di setiap tahun perayaan, ratusan hingga ribuan lampion turut menghiasi indahnya berbagai sudut kota, dengan dominasi warna merah dan kuning emas.

Semua dipajang berjejeran di atas langit-langit jalan kota Batam, seperti di kawasan Nagoya, yang dimulai dari pusat perbelanjaan, jalan-jalan utama dan Klenteng yang menjadi tempat ibadah Tri Dharma (tiga agama), yakni agama Buddha Mahayana, Konghucu, dan Taoisme.

"Kita menyebutnya tri dharma, yang terdiri dari agama Buddha, Konghucu, dan Taoisme," lanjut Alfin.

Meski sejak 1968 sampai 1999, semasa pemerintahan Presiden Soeharto, perayaan Imlek sempat dilarang melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Namun sekarang, kebebasan itu telah kembali mereka dapatkan ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967, dan mengeluarkan, Kepres Nomor 19, Senin 9 April 2001.

Sejak Kepres tersebut diterbitkan, perayaan Imlek mulai dirayakan, dan tak hanya indentik dengan praktik keagamaan. Tapi juga masuk ke tahap akulturasi unsur sosial, tradisi seni-budaya, dan kuliner khas etnis Tionghoa seperti yang disajikan di Maha Vihara Duta Maitreya Monastery, Selasa 5 Februari 2019.

"Dengan adanya perpaduan ini, Imlek menjadi acara besar yang lebih dominan unsur kebudayanya, sedangkan unsur keagamaan lebih kepada prosesi sembahyang untuk memperingati hari lahir Budha Maitreya saja," jelasnya.

Selain agenda budaya yang dihadirkan, Alfin juga mengatakan, Imlek juga menghadirkan kebahagiaan bagi semua umat. Memberikan makan vegetarian secara gratis, jeruk berkah dan jeruk bahagia, dan perayaan yang sifatnya menyeluruh kepada siapa saja bahkan untuk umat agama lain pun.

Editor: Dardani