Keterpurukan Pasca Gempa Memaksa 12 Warga Lombok Jadi TKI Ilegal di Malaysia
Oleh : Hadli
Selasa | 23-10-2018 | 14:40 WIB
tki-lombok11.jpg
12 calon TKI ilegal asal Lombok yang berhasil diamankan jajaran Polda Kepri. (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pupus sudah harapan Jailani (32) Slamet (30), Munara (30) dan 9 orang warga lombok ybeserta 9 orang Masyarakat Lombok, Provinsi NTT lainnya yang menaruh harapan besar berpenghasilan mata uang Ringgit (RM) sebagai pekerja buruh kasar di perkebunan sawit.

Bagi mereka, negara jiran Malaysia menjadi tumpuan harapan terakhir menggapai mimpi. Mimpi yang mungkin tidak terbayangkan akan menjadi dan seperti apa resiko mereka kelak jika sudah bertekuk peluh mengais rejeki untuk anak dan istri bahkan kedua orang tua yang ditinggal di kampung halaman.

Mereka hidup dari berbagai daerah di Lombok. Dampak gempa di tanah kelahiran memaksa mereka harus keluar dari keterpurukan. Jagankan bekerja di suatu perusahaan untuk menyambung hidup mengembangkan pertanian mengikuti jejak orang tua saja sudah tidak ada harapan. Air sebagai sumber penghidupan alam semakin sulit diperoleh. Tanah menjadi kering tak karuan.

Namun tanpa disadari mereka, pencegahan keberangkatan ke Malaysia yang dilakukan petugas petugas Kapal Patroli PoIisi Baladewa 8002 Ditpolair Baharkam Polri yang sedang berpatroli dibawah kepemimpinan Direktur Kepolisian Perairan dan Udara Polda Kepri Kombes Pol Benyamin Sapta T adalah suatu keberuntungan.

Pertolongan atas ancaman keselamatan pada saat menyebrang menggunakan kapal cepat pada malam hari dari PuIau Seribu Kelurahan Ngenang, Kecamatan Nongsa yang lupa mereka perhitungkan. Karena desakan ekonomi yang memaksa mereka. Hayalan bawah sadar dengan imingan meraup mata uang RM yang meluputkan resiko dalam perjalanan.

Kapal kayu yang ditumpangi bisa saja ditabrak kapal-kapal tanker yang melintas. Menabrak karang, dan ancaman datang dari alam. Hujan deras yang diserta gelombang tinggi sama sekali tidak diperhitungkan nahkoda dalam berlayar tanpa lampu penerang seperti kisah yang terjadi sekitar 3 tahun lalu. Ratusan mayat bergelimang dilaut akibat diterjang ombak tinggi yang menyebabkan kapal karam.

Jailani, pria 30 tahun meninggalkan istri dan 1 anaknya yang masih kecil di kampung halaman. Ia mengaku perjalanan kali ini perjalanan yang ke dua kalinya. Pertama kata dia sekitar 4 tahun lalu berada di Malaysia. Resiko rajia oleh aparat keamanan dari negara itu sudah pernah dirasakan. Bahkan sering uang hasil kerja untuk kirim ke kampung yang dikumpulkan sikit demi sedikit dirampas.

"Sewaktu di sana (perkebunan sawit di Malaysia) sudah sering di razia. Tokenya tidak diapakan, hanya kami. Uang hasil kerja di habis. Tapi kami bisa kerja lagi. Ya pandai-pandai aja simpan uang," kata dia saat di bawa ke Polda Kepri, Senin (22/10/2018) siang.

Dari kampung halaman, mereka berangkat ridak menggunakan uang pribadi. Kesemua mendapatkan ongkus untuk tiba di Malaysia menggunakan dana pinjaman. Rp4,5 juta yang harus mereka bayar kepada jaringan sindikat internasional penyeludupan dan mempekerjakan orang secara ilegal.

Uang itu, hasil mengutang. Menurut Manura (30) mereka dapat dari gadai sawah, pinjam ke orang dan bahkan ada yang meminjam uang dari kas masjid. Kondisi yang sulit memaksa mereka. Mati kelaparan di kampung halaman tanpa usaha atau mati di negri jiran dengan berusaha.

"Mau tidak mau harus tetap keluar dari kampung. Tidak bisa hanya bertahan disana, harus berusaha keluar. Dikampung sudah tidak adalagi perkejaan. Air susah. Dokumen yang diurus untuk berangkat kerja sebagai TKI sangat sulit disapat. Terlalu banyak aturannya. Belum lagi soal tekni yang tidak mengeluarkan dokumen oadahal sudah melengkapi persyaratan," timpalnya.

Kabid Humas Polda Kepri KombeS Pol S Erlangga mengatakan, sepanjang 2018 ini sudah ada lima kali penindakan yang dilakukan Polda Kepri dalam kasus imigran asal indonesia yang akan menyebrang tanpa dilengkapi dokumen yang sah. Polisi, katanya tidak akan bisa bekerja sendiri bila tidak ada perhatian dari pemerintah untuk menuntaskan persoalan ini.

"Untuk itu, sebelum berangkat masyarakat harus mencari infirmasi segala resiko yang bakal terjadi. Todak ada jaminan keselamatan. Apalagi, negara tidak bisa membantu mereka yang bekerja sebagai pekerja ilegal di negri orang. Peran serta pemerintah dan isntansi terkait sangat membantu masyarakat yang akan bekerja di negri orang jika persyaratan tidak sulit," ucap Erlangga kembali.

Editor: Yudha