Nasib Nelayan Perbatasan Anambas Kian Memprihatinkan
Oleh : Fredy Silalahi
Rabu | 06-10-2021 | 19:08 WIB
kapal-ikan-anambas.jpg
Kapal-kapal ikan nelayan Anambas yang digunakan menangkap ikan di lepas pantai. (Tim)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Hasil tangkapan nelayan lepas pantai mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2020 lalu. Pasalnya, banyak nelayan lepas pantai diintimidasi oleh pelaku illegal fishing yang mayoritas berbendera negara asing. Hal tersebut memaksa para nelayan Anambas untuk meninggalkan lokasi penangkapan ikan demi menjaga keselamatan.

Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Kepulauan Anambas, Dedy Syahputra menyampaikan, alasan nelayan lepas pantai untuk meninggalkan lokasi penangkapan ikan di lepas pantai ketika bertemu dengan nelayan asing yaitu, nelayan asing menggunakan pukat harimau yang ditarik oleh 2 unit kapal. Hal tersebut sangat mengganggu para nelayan lepas pantai, karena rawan akan terseret oleh jaring.

"Sesuai data yang kami kumpulkan pada tahun 2020 lalu, banyak nelayan kita yang mengeluh karena hasil tangkapannya menurun. Ini disebabkan karena banyaknya kapal ikan asing yang memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dengan kata lain, pada tahun 2020 lalu, pelaku illegal fishing lebih menikmati hasil laut kita dibandingkan nelayan lokal, dimana terdata hasil tangkap sebanyak 20.858 kg dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 23.232 kg," terang Dedy Syahputra, belum lama ini.

Dedy mengharapkan, agar Pemerintah Pusat lebih memperketat pengawasan di wilayah perbatasan dan melakukan aksi penangkapan kapal ikan asing yang melakukan illegal fishing. Karena hal tersebut sangat menguntungkan nelayan tradisional dan lebih menjamin keamanan para nelayan terhadap ancaman kapal ikan asing.

"Ketika adanya kebijakan penangkapan pelaku illegal fishing oleh Pemerintah Pusat, laut kita sudah jarang dimasuki para kapal ikan asing. Namun akhir-akhir ini pelaku illegal fishing sudah mulai berani memasuki ZEE kita karena kebijakan penangkapan berubah menjadi pengusiran. Kami harap kebijakan tegas dari Pemerintah Pusat dijalankan kembali, demi kesejahteraan para nelayan kita," ucap Dedy.

Sementera salah satu nelayan lepas pantai, Eko menceritakan pada tahun 2020 lalu banyak pelaku illegal fishing yang berasal dari negara asing memasuki ZEE Indonesia. Dan para pelaku illegal fishing itu tak segan-segan mengganggu wilayah penangkapan nelayan lokal. Sehingga para nelayan lokal lebih memilih meninggalkan lokasi tersebut karena kedatangan kapal ikan asing.

"Kita sering mengalami hal itu, kita sedang memancing dan tiba-tiba kelihatan wujud 2 unit kapal ikan asing menuju ke arah kita. Mau tidak mau, kita harus tarik jangkar dan bergegas untuk meninggalkan lokasi itu. Karena 2 kapal ikan asing ini sedang menarik jaring (pukat harimau) dan resikonya kita bisa terseret jaring itu. Akibatnya hasil tangkapan kita tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kalau laut aman dari kapal ikan asing, biasanya kita bisa memancing selama 10 hari, tetapi kalau mereka sudah melintas, alamat tak kebagian ikan lagi," terang Pria asal Air Nangak, Kecamatan Siantan Tengah itu.

Eko menerangkan, para nelayan lepas pantai hanya menggunakan kapal berkapasitas 5-6 gross ton (GT) dan jarak tempuh lokasi tangkap lepas pantai itu lebih dekat diangka 80 mil dari Kepulauan Anambas.

"Jangankan kami yang menggunakan kapal kecil, kapal ikan yang dari Asahan atau Jawa juga sering lari, ketika sudah melihat wujud kapal ikan asing. Karena kita juga sering berkomunikasi dengan kapal pukat dari Asahan dan Jawa, bahkan para nelayan lepas pantai juga sering numpang mancing di kapal mereka. Kalau sesama kita memang sudah saling paham, tetapi kalau bicara kapal ikan asing, kita lebih baik menghindar," jelasnya.

Eko juga menyinggung, kalau hasil tangkapan ikan para nelayan lepas pantai itu lebih sering di ekspor, karena hasil tangkapan merupakan ikan ekspor. "Hasil tangkapan kita itu bermacam-macam, tapi memang kuliatasnya untuk ekspor, seperti ikan tuna, kerapu, manyuk, tenggiri dan lainnya. Kalau bicara sumber daya alam kita, khususnya ikan, kita tak akan kekurangan. Namun kami harap, ada kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menjaga ZEE agar tidak dimasuki kapal ikan asing lagi, demi meningkatkan hasil tangkapan para nelayan dan meningkatkan perekonomian masyarakat," tegasnya.

Sementara itu, Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Tarempa, Letkol Laut (P) Yovan Ardhianto Yusuf menerangkan, pengawasan keamanan terhadap aktivitas kapal ikan asing, pihaknya selalu berkoordinasi dengan KRI yang berada di bawah naungan Koarmada I.

"Kita selalu melakukan koordinasi dengan KRI yang melakukan patroli rutin pada ZEE Indonesia khususnya yang berada di Laut Natuna Utara. Kami juga segera menindaklanjuti kalau ada informasi KIA yang kita terima dari nelayan," jelasnya.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Pusat Statistk (BPS) Kepulauan Anambas, Donny Cahyo Wibowo merincikan hasil ekspor pada tahun 2020 memang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019 lalu.

"Secara komulatif ekspor komoditas ikan dan udang Januari-Desember 2020 mengalami penurunan yang sangat besar yaitu 41,72 persen dibandingkan Januari-Desember 2019, dari US$ 3.322,03 menjadi US$ 1.936,22," urainya.

Selain nelayan lepas pantai, nelayan pesisir juga mengalami penurunan hasil tangkap. Yang disebabkan banyaknya kapal pencari ikan yang menggunakan alat tangkap jaring. Sehingga nelayan tradisional yang hanya mengandalkan alat pancing ulur tidak mampu bersaing.

"Nelayan pesisir seperti kami ini tak mampu bersaing dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring. Sehingga kami hanya berpuas dengan hasil tangkapan seadanya saja, yang penting cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," keluh Nazar.

Nazar menerangkan, selain keterbatasan alat pancing, mereka juga kalah saing terhadap transportasi yang digunakan saat melaut. "Jarak yang kami tempuh bisa mencapai 30 mil, sementara kami hanya mengandalkan kapal berkapasitas 3 GT. Itupun kami melaut selama 4 hari, hasilnya hanya 150 kilogram," terangnya.

Selain itu, modal yang dibutuhkan untuk melaut selama 4 hari sedikitnya Rp 1,5 juta rupiah. "Modal yang harus disiapkan segitu, untuk keperluan minyak, makan-minum dan es," urainya.

Nazar mengakui selama ini belum pernah mendapatkan bantuan. Ia berharap kepada pemerintah agar bisa memberikan bantuan kepada dirinya seperti alat tangkap dan lainnya.

Menanggapi minimnya bantuan terhadap nelayan, Dinas Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepulauan Anambas selalu rutin membuat program untuk membantu para nelayan agar hasil tangkapannya meningkat. Kepala Dinas Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan, Effi Sjuhairi mengatakan, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas selalu rutin membuat program yang peduli dengan para nelayan.

"Kita rutin ada program memberikan bantuan kepada para nelayan, namun belum bisa membantu secara keseluruhan dan kita lakukan bertahap. Bantuan yang diberikan berupa alat pancing, alat komunikasi dan pompong. Baru pekan lalu kita berikan pada nelayan di Desa Sri Tanjung, program seperti ini terus berkelanjutan," ujar Effi Sjuhairi.

Effi juga menambahkan, selain memberikan bantuan peralatan pancing, pihaknya juga saat ini sudah ada mengirimkan putra daerah sekolah Teknologi Perikanan di Pontianak. Saat ini ada 14 siswa sedang mengikuti program pendidikan yang dibiayai oleh pemerintah daerah.

"Para siswa ini kelak diharapkan bisa memberikan inovasi teknologi baru untuk alat tangkap nelayan. Karena melalui pendidikan tentu tidak hanya menangkap ikan, budidaya ikan juga bisa," ujarnya.

Selain itu pihaknya juga sudah sering memberikan penyuluhan agar nelayan tangkap semakin jeli dan bisa menggunakan kapal besar tentunya zona penangkapan ikan diatas dari 12 mil. Namun banyak nelayan tradisional enggan beralih menggunakan jaring dengan berbagai alasan dan pendapat.

"Kita sering dialog dengan para nelayan, sepertinya mereka susah untuk meninggalkan pola lama yakni pancing ulur. Sebagian mengaku takut karang rusak, sebenarnya kalau lait dalam jaring kan tidak sampai kedasar laut. Tapi inilah kita berikan penyuluhan agar mereka mau beralih menjadi nelayan profesional," ujarnya.

Bahkan kata Effi, sering disampaikan jika nelayan banyak datang dari Jawa dan Sumatera untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan di laut Natuna dan Anambas sementara jarak tempuhnya jauh. Oleh sebab itu nelayan lokal harus bersaing dengan nelayan luar yang menggunakan kapal di atas 30 GT tentunya bisa meningkatkan perekonomian nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas.

"Kedepan kita berharap agar para nelayan kita juga bisa memanfaatkan sumberdaya perikanan kita. Kalau kita bandingkan nelayan dari Jawa sampai kesini berapa bahan bakar yang dikeluarkan sementara kita dekat. Ini selalu kita sampaikan kepada para nelayan kita," katanya.*

#Hasil Liputan Kolaborasi In House Training Kemaritiman Berbasis Wawasan Kebangsaan Kelompok II, Zona 3.