Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

GHE dan Mendorong Penggunaan BBA
Oleh : redaksi
Kamis | 21-06-2012 | 12:15 WIB

Oleh: Raja Dachroni

BEBERAPA waktu yang lalu Presiden SBY menyerukan gerakan hemat energi. Ada lima titik yang menjadi konsentrasi dari gerakan ini seperti yang dilansir harian nasional Bisnis Indonesia (Selasa, 29 Mei 2012). Pertama,  pengendalian sistem distribusi di setiap SPBU dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Setiap kendaraan akan didata secara elektronik baik data kepemilikan maupun data fisik kendaraan tersebut. Menurut Presiden, langkah tersebut  untuk menjamin bahwa konsumsi BBM khususnya yang bersubsidi dapat dikendalikan secara transparan dan akuntabel dan penggunaannya agar  tepat sasaran.

Di samping itu, untuk mencegah terjadinya kelangkaan BBM, Pertamina akan tetap menjaga pasokan sesuai dengan kuota daerah, tetapi sekaligus menyediakan BBM non-subsidi berapapun yang dibutuhkan. Kedua, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah, baik pusat maupun daerah, juga untuk BUMN dan BUMD.

Dengan demikian, jajaran pemerintah sekaligus memberikan contoh nyata dalam upaya penghematan BBM. "Kita lakukan dengan cara pemberian stiker khusus, bagi kendaraan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi tersebut," katanya.

Ketiga, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan yang diterapkan juga dengan menerapkan sistem stiker. Sementara pengawasannya dilakukan oleh BPH Migas bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan pemda. Untuk memenuhi kebutuhan BBM bagi kalangan pertambangan dan perkebunan, Pertamina akan menambah SPBU BBM non-subsidi sesuai kebutuhan di lokasi tersebut.

Keempat, konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas untuk transportasi yang menjadi program utama nasional, sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada BBM kemudian beralih ke gas. Menurut Presiden, pada tahun ini akan dibangun stasiun pengisian gas baru sebanyak 33 stasiun, dan sebanyak 8 stasiun akan direvitalisasi kembali. Mulai tahun ini pemerintah akan membagikan 15.000 converter kit angkutan umum secara bertahap, dan terus ditingkatkan pada tahun mendatang.

Kelima, penghematan penggunaan listrik dan air di kantor pemerintah baik daerah, BUMN dan BUMD, serta penghematan penerangan jalan-jalan, yang mulai diberlakukan pada bulan Juni 2012. Untuk itu, pimpinan instansi dan lembaga terkait harus bertanggung jawab untuk suksesnya pelaksanaan program tersebut.

Apa yang disampaikan oleh Presiden SBY ini sebenarnya bukanlah hal baru, tapi memang patut kita apresiasi dan mungkin selain seruan gerakan hemat energi ini, kita juga harus mencari dan belajar menggunakan energi alternatif atau sering kita sebut bahan bakar alternatif (BBA).

Kita barangkali sering mendengar keinginan pemerintah untuk mengembangkan bahan bakar alternatif (BBA) sebagai salah satu upaya untuk menghemat subsidi BBM yang selama ini telah menyita dan menyandera pemerintah khususnya dalam pengelolaan APBN. Namun, pernahkah kita benar-benar serius dengan hal ini atau wacana ini cuman hiburan belaka yang tak berujung pada titik realisasi.

Keluarnya Kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional menjadi penopang pengembangan bioetanol lignoselulosa sebagai sumber energi sepertinya ada secercah harapan bagi kita untuk mendorong BBA digunakan secara massal.

Belum lama ini kita juga dihebohkan dengan berita rencana pengembangan BBA dari Nipah oleh Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Ini satu hal yang patut diapresiasi dan penulis pikir tidak berlebihan kalau kemudian kita mendorongnya untuk digunakan secara massal. Apalagi disebutkan bahwa BBA ini memiliki oktan yang lebih tinggi dari Pertamax.

Seperti yang dikatakan Sopyan Hadi, Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik (Balitbangtik) bioethanol hasil produksi Balitbangtik dipastikan memiliki kualitas yang sangat memuaskan salah satu indikator dari kualitas tersebut adalah nilai oktan dari bioethanol yang mencapai 100. “Nilai 100 ini angka tertinggi, sedang premium saja memiliki oktan antara 87-88 dan pertamax kisaran 98,” ungkapnya di Harian Riau Pos (Jumat, 27 April 2012, Halaman 39).

Penemuan BBA sebenarnya tidak hanya terjadi di Riau, tapi sebenarnya sudah banyak seperti Minyak Jelantah yang ditemukan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), dalam percobaannya mereka membuat kompor yang berbahan bakar minya jelantah sebagai bahan bakarnya. BPPT menyebut emisi gas buangan sulfur dan karbondioksida dapat diturunkan hingga 100 persen, bahkan gas CO dapat diturunkan 50 persen. Ada juga penemuan BBA Batok Kelapa, Serbuk 

Gergaji, Singkong dan Kelapa Sawit

Dari beragam pengataman dan pemberitaan di media kita bisa menangkap bahwa penemuan-penemuan ini nyaris matang. Tinggal sekarang bagaimana peran pemerintah untuk memaksimalkan perannya dalam memfasilitasi dan menggunakan energi BBA ini secara massal tentunya sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentunya pemerintah harus menangkap peluang ini dan melakukan dukungan dan ekspansi secara massal penggunaan BBA dengan memberikan keteladan terlebih dahulu.

Antara Popularitas dan Keseriusan Pemerintah

Dengan beragam permasalahan yang ada di negeri ini ternyata membuat masyarakat haus dengan berita atau kabar-kabar yang unik dan menarik permasalahan publik. Buktinya ketika berita terkait masalah BBA ini.

Hanya ada dua harapan penulis, berita atau penemu BBA ini tidak berniat hanya sekedar memberitakannya atau menginformasikannya ke publik dan kepada pemerintah kita berharap mampu mengapresiasi penemuan-penemuan ini dan serius untuk mengeluarkan kebijakan jika penemuan ini memang memenuhi standar penemuan dan memungkinkan untuk direalisasikan.

Inilah fakta yang hari ini kita rasakan. Pemerintah hanya sibuk dan terjebak pada agenda seremoni barangkali cukup banyak PR yang dirasakan pemerintah, sehingga mengabaikan permasalahan ini dan kita belum merasakan keseriusan untuk mengapresiasi masalah ini. Tentunya pemerintah harus sadar, sebagaimana yang sering diungkap oleh peneliti energi alternatif di Indonesia sangat banyak sekali menyimpan energi alternatif.

Menurut peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Kimia-LIPI), Dr. Agus Haryono, sebagaimana yang dikutip vivanews.com (Selasa, 1 Mei 2012) pada 2025 pemenuhan 17 persen energi Indonesia diharapkan berasal dari energi terbarukan. Pemerintah mendorong penelitian mengenai sumber energi alternatif BBM. Kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional menjadi penopang pengembangan bioetanol lignoselulosa sebagai sumber energi.

Studi menemukan bioetanol lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai alternatif BBM. Bahan bakar ramah lingkungan ini berasal dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) atau Oil Palm Empty Fruit Bunch dan pelepah kelapa sawit.  LIPI bersama Korea International Cooperation Agency (KOICA) dengan dukungan Korea Institute of Science and Technology (KIST) dan Changhae Energeering, Co. Ltd. mencari upaya memanfaatkan potensi limbah sawit (TKKS).

Kerjasama penelitian ini membangun pabrik ujicoba (pilot plant) produksi bioetanol berbasis lignoselulosa di P2 Kimia LIPI, Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan-BantenPilot plant ini mampu memproduksi etanol dengan kemurnian 99,5 % sebanyak 10 liter per hari. Menteri Riset dan Teknologi RI, Kepala LIPI, Duta Besar Republik Korea untuk RI, President KIST, dan President KOICA akan meresmikan pabrik percobaan etanol.

Nah, kita sudah melihat bagaimana upaya Pemerintah dalam membangun regulasi terkait masalah BBA ini dan kita berharap proyek ini bisa selesai segera dan pemerintah bisa lebih serius dengan BBA ini mengingat Kebutuhan energi nasional saat ini masih ditopang minyak bumi sekitar 51,66 persen, gas alam 28,57 persen, dan batubara 15,34 persen.

Lama-kelamaan persediaan ini akan terkuras. Cadangan minyak bumi diperkirakan habis sekitar 12 tahun mendatang. Kita doakan, dengan spirit dan penemuan-penemuan BBA ini, kita dapat mendorong penggunaan BBA secara massal, sehingga ke depan kita tidak perlu lagi cemas dengan minimnya stok BBM karena sudah memiliki persiapan sejak dini. Semoga!

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau dan Ketua Umum PD KAMMI Kepulauan Riau