Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Anggota DPR Diminta Lebih Kritis dalam Membaca Statistik
Oleh : Irawan
Rabu | 08-08-2018 | 08:28 WIB
diskusi_buku.jpg Honda-Batam
Peluncuran buku 'Mengapa Indonesia Belum Sejahtera' karya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Fahri Hamzah mengajak Anggota DPR untuk lebih kritis membaca teori statistik dengan benar. Hal ini diperlukan agar DPR tidak tertipu dengan statistik yang diajukan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi),apabila ada yang tidak benar.

"Saya kira pemerintahan Jokowi ini lebih kurang sensitif, daripada jaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Kalau Pak SBY itu sudah sadar tentang 40 persen itu, sehingga total kemiskinan di Indonesia, 100 juta itu sebenarnya lebih mendekati kebenaran, daripada menyebut dibawah dua digit," kata Fahri usai peluncuran buku bukunya berjudul 'Mengapa Indonesia Belum Sejahtera' di Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Menurutnya, cara membaca statistik yang benar adalah melalui indeks kerawanan dan indeks kedalaman (deep index). Indeks kerawanan itu menjelaskan bagaimana orang Indonesia ini sebenarnya merata disekitar garis kemiskinan, yang gampang naik dan gampang turun, dan itu jumlahnya sekitar 100 juta orang.

"Nah yang kedua, deep index itu meninjau bagaimana orang Indonesia itu miskinnya, miskin banget. Sehingga keluar dari garis kemiskinan itu bukan suatu persoalan yang mudah. Jadi ada orang yang terjebak kemiskinan itu dari generasi ke generasi, tanpa tahu caranya bagaimana ke laur dari garis kemiskinan itu, dan itu terjadi di Indonesia," katanya.

Karena itu, lanjutnya, harus ada kebaranian untuk mendobrak dengan membangun indiktor baru, supaya lebih jujur membaca keadaan masyarakat.

"Kalau pertanyaan, ya memang saya ingin menggugat banyak indikator lama. Tapi kalau pernyataan, ya memang tadi kalau fakta-faktanya menyebutkan bahwa cara kite melihat kemiskinan, bahwa cara kita melihat kesejahteraan itu sebenarnya ngawur itu. Misalnya, menggunakan Gross Domestic Bruto/GDB untuk (seolah-olah dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang dibangga-banggakan itu) rakyat otomatis jadi lebih sejahtera. Bohong," katanya.

Sebab dalam GDB itu, tambah Anggota DPR dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, yang dihitung adalah total dari barang dan jasa, tanpa menghitung pemanfaatannya, tanpa menghitung efeknya kepada manusia, tanpa menghitung apakah itu menghilangkan jarak dan ketimpangan?

"Misal ada orang asing datang ke desa-desa kita, membongkar tanah kita atas nama investasi. Dalam GDB itu sebagai progres, itu adalah elemen of growth. Tapi, faktanya ini merusak. Nah, kita harus punya statistik yang bisa memantau bahwa pengerusakan adalah pengerusakan, bukan sesuatu yang terus menerus diapresiasi," katanya.

Kemudian yang kedua, lanjut Fahri adalah indikator kemiskinan. Konsumsi karbohidrat sebagai alasan untuk menghitung kemiskinan itu, sungguh kejam. Karena rakyat Indonesia dihitung dari mereka mengkonsumsi kalori 2100 kalori per kapita per hari.

"Itu baru kalori, bagaimana dengan yang lain? Sementara kebutuhan pokok manusia itu berkembang, dan pengeluarannya itu semakin banyak. Bagaimana kita menggunakan indikator yang dipakai seperti itu di abad sekarang ini?" tanya dia seraya meminta semua pihak untuk melihat secara lebih real agar kalau ada pemimpin baru harus mengumumkan yang sebenarnya.

Buku 'Mengapa Indonesia Belum Sejahtera' ini dibedah oleh mantan Dirjen Pajak Fuad Bawazier, Guru Besar IPB Rokhmin Dahuri dan Tenaga Ahli Kesra DPR RI Gianto, serta g dimoderatori Saleh Partaonan Daulay, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN.

Buku ini berisi kritik atas perhitungan pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Bruto) yang selama ini disalahpahami sebagai alat ukur kesejahteraan dan kritik atas pengukuran kemiskinan yang diterapkan di Indonesia.

Ada kesalahan umum dalam memandang dan memahami persoalan kemiskinan di Indonesia. Diantaranya soal garis batas kemiskinan yang labil dan sangat memungkinkan pemerintah melakukan "lying by statistics" (pembohongan publik melalui data statistik)

Fahri Hamzah sendiri telah menulis 4 judul buku sebelumnya yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya. Tercatat buku sebelumnya yang ditulis berjudul 'Negara, Pasar dan Rakyat', 'Demokrasi, Transisi Korupsi', 'Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat' dan 'Kemana Ujung Century'.

Editor: Surya