Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hindari Kepentingan Politik, Pengangkatan Direksi BUMN Tak Perlu Persetujuan DPR
Oleh : Irawan
Rabu | 18-07-2018 | 08:16 WIB
diskusi_bumn.jpg Honda-Batam
Diskusi Forum Legislasi Bertajuk 'RUU BUMN: Mencegah BUMN jadi ATM Jelang Pemilu 2019' di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengangkatan jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak perlu mendapat persetujuan atau pertimbangan lewat fit and proper test di DPR RI. Hal itu dimaksudkan agar BUMN terhindar dari kepentingan partai politik.

"Pengangkatan direksi BUMN tidak perlu lewat fit and proper test di DPR," ujar Anggota Badan Legislasi DPR RI, Hamdhani saat Diskusi Forum Legislasi Bertajuk 'RUU BUMN: Mencegah BUMN jadi ATM Jelang Pemilu 2019' di Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Hamdhani juga memastikan RUU BUMN yang sedang dalam proses pembahasan saat ini akan mengatur secara tegas agar pejabat BUMN seperti komisaris dan direksi BUMN tidak merangkap jabatan baik jabatan di partai politik maupun pejabat struktural di pemerintahan.

"Dengan larangan rangkap jabatan tersebut diharapkan pengelolaan BUMN dapat berjalan secara profesional," kata Anggota Komisi VI DPR ini.

Lebih lanjut, Politikus NasDem ini juga memaparkan sejumlah materi yang akan dibahas dalam RUU BUMN, di antaranya ketentuan tentang merger sejumlah perusahaan, dan pemanfaatan dana CSR

"Untuk dana CSR dari BUMN, kami dari Fraksi Nasdem ingin agar memberi perhatian untuk memajukan usaha, kecil dan menengah," tegas Hamdhani.

Hamdhani mengingatkan dalam pengangkatan jajaran direksi BUMN harus berdasarkan pada proses kompetisi yang sehat dengan mengutamakan pada calon yang memiliki rekam jejak bagus.

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Gerindra, Supratman Andi Agtas mengatakan, BUMN memiliki misi mulia yakni berpartisipasi aktif dalam rangka peningkatan penerimaan negara yang nanti berujung pada APBN.

"Pengelolaan BUMN itu peruntukkannya demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia," kata Supratman.

Supratman menyampaikan sikap Fraksi Gerindra bahwa BUMN jangan sampai dijadikan bancakan elite politik atau penguasa untuk kepentingan pada Pemilu 2019 mendatang.

Menurut Supratman, draf awal RUU BUMN sebenarnya mengatur bahwa pengangkatan direksi BUMN harus lewat fit and proper rest DPR RI.

"Sebagai anggota DPR, saya senang-senang saja, tetapi demi kepentingan bangsa ini maka usulan tersebut harus ditiadakan. Kalau DPR melakukan fit and proper test terhadap calon direksi maka implikasinya bisa berbahaya. Bayangkan kalau BUMN itu bisa dipolitisasi oleh segelintir orang oleh parpol dalam rangka untuk menentukan siapa yang akan duduk di direksi," katanya

Harus bersih
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Centre for Budget Analysis/CBA, Uchok Sky Khadafi berharap BUMN bersih dari orang-orang politik. Sebab, selama ini BUMN menjadi ATM berikut berbagai jabatannya diduduki oleh para politisi, khususnya yang mendukung pemerintah.

"Jadi, BUMN itu harus bersih dari politisi. Sehingga fit proper test calon direktur BUMN pun proses seleksinya tidak lagi melalui DPR RI, melainkan di BUMN sendiri oleh orang-orang yang kompeten dan independen, agar BUMN sehat dan profesional," tegas Uchok.

Menurut Uchok, saat ini terdapat 4 BUMN yang mengalami kerugian, yaitu PT. Garuda Indonesia (GIA), PT. Krakatau Steel, PT. Danareksa, dan Indo Farma total kerugian sekitar Rp 3,1 triliun.

Dengan demikian meski banyak relawan dalam pilpres 2019 misalnya, maka para relawan itu tidak akan minta jatah-jatahan untuk duduk di kepala, direktur, komisaris dan sebagainya di BUMN.

"Selama diseleksi oleh DPR, maka BUMN akan tetap jadi bancakan politik," kata Uchok lagi.

Saat ini terdapat 115 BUMN dengan aset sebesar Rp 7.141 triliun, pendapatan usaha sebesar Rp 2.027 triliun, beban usaha sebesar Rp 1.723 triliun, dan Laba usaha sebesar Rp 189.5 triliun, kewajiban BUMN termasuk utang Rp 4.823 triliun.

PLN asetnya sebesar Rp 1.334 triliun, namun jumlah kewajiban atau utang sebesar Rp 465.5 triliun. Pendapatan tahun 2017 Rp 255.2 triliun, dan beban usaha Rp 275.4 triliun, sehingga PLN rugi Rp 20.1 triliun.

Pada tahun 2016 PLN rugi Rp 31.6 triliun. Namun pada 2017 disubsidi Rp 45.7 triliun, sehingga masih untung Rp 25.5 triliun, dan pada tahun 2016, PLN untung Rp 26.4 triliun setelah disubsidi Rp 58 triliiun.

Sementara itu keuangan yang pengelolaannya tertutup tidak transparan di BPJS Kemenaker RI, yang seolah miliknya sendiri. Dan, masih banyak BUMN yang lain. "Banyak BUMN yang merasa keuangannya milik sendiri," pungkasnya

Editor: Surya