Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ketua MPR Nilai Indonesia Tak Perlu Diajarkan Toleransi, karena sudah Terbiasa
Oleh : Irawan
Jum\'at | 19-01-2018 | 08:00 WIB
zul_ciamis.jpg Honda-Batam
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar di Ciamis, Jawa Barat

BATAMTODAY.COM, Ciamis - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan, soal toleransi masyarakat Indonesia sudah tidak perlu diajari oleh bangsa barat. Sebab, Indonesia adalah negara yang majemuk dan terbiasa saling hormat menghormati dan saling menghargai.

"Saya pernah bertemu dengan duta besar negara asing yang memberitahukan kepada saya soal toleransi. Saya bilang bahwa rakyat Indonesia tidak perlu diajari soal toleransi sebab rakyat Indonesia sudah menjalaninya sejak lama dan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari," kata Zulkifli saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar di Ciamis, Jawa Barat, Kamis (18/1/2018).

Menurut Zulkifli, toleransi adalah salah satu elemen nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak dulu. Malah semestinya negara-negara lain yang belajar soal toleransi kepada Indonesia. Keberagaman Indonesia mulai dari agama, bahasa, suku dan ras sangat luarbiasa dibanding negara lain.

Kondisi tersebut membuat terbangun rasa penghormatan yang tinggi satu sama lain. "Bangsa-bangsa lain sangat mengapresiasi dan kagum dengam suasana toleransi di Indonesia. Walaupun ada sedikit riak-riak kecil terutama seputar pilkada dan pemilu itu hal yang wajar saja, asal semua tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dan menjaga merah putih," tegasnya.

Zulkifli Hasan juga berpesan terkait tahun politik tahun 2018 dan 2019 agar rakyat Indonesia berpartispasi aktif. Perbedaan pilihan bukan alasan untuk saling bermusuhan. Kontestasi politik adalah hal yang wajar untuk itu persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dijaga

Adu domba

Pada kesempatan itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengingatkan adanya upaya adu domba yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga diperlukan kesadaran untuk meluruskan reformasi selama 20 tahun ini, yang dinilainya belum selesai.

"Tidak terasa 20 tahun reformasi, tetapi kita masih diadu domba dan celakannya kita suka diadu domba, padahal reformasi harusnya kita syukurin. Karena reformasi saya jadi Ketua MPR, dan Pak Jokowi yang seorang pengusaha mebel dan walikota bisa menjadi Presiden," tegas Zulkifli.

Zulkifli menilai, saat ini terjadi dua kesengjangan, yakni kesenjangan sosial dan kesenjangan politik. Kesenjangan sosial dipicu oleh penguasaan ekonomi oleh segelitir orang yang mengusai 70 persen lebih kekayaan alam, sehingga menyebabkan jurang kemiskinan antara si kaya dan miskin makin kasat mata.

Sementara kesenjangan politik adalah permasalahan perpecahan di partai politik, banyak kepala daerah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi, para ulama tidak dipercaya.

"Akibatnya melahirkan sosial distrust, ketidakpercayaan rakyat terhadap para pemimpinnya. Rakyat lebih suka percaya media sosial, ketimbang pemimpinnya. Maka tak heran saling menghujat, menista dan menghalalkan segala cara. Inilah yang harus kita luruskan bersama-sama," katanya,

Editor: Surya