Saber Pungli Tanjungpinang Cakap Soal Seragam Harus Terbuka dan Saling Mengerti
Oleh : Habibi Khasim
Selasa | 18-07-2017 | 19:10 WIB
seragam_sekolah.jpg
Siswa SMP Negeri 10 Tanjungpinang saat pulang sekolah, masih gunakan seragam SD karena belum terima seragam baru. (Foto: Habibi Khasim)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kota Tanjungpinang mengaku hingga siswa masuk sekolah ini, belum menerima laporan ataupun mendapati adanya praktek pungli yang dilakukan oknum di sekolah.

Akan tetapi, Tim Saber Pungli masih menunggu laporan masyarakat, jika memang ada kejanggalan atau keberatan terkait pembiayaan atribut sekolah yang akan dibayarkan. Meskipun demikian, menurut Wakil Ketua Tim Saber Pungli Tanjungpinang, Rosita, saat diwawancarai, Selasa (18/7/2017) mengatakan bahwa jika masalah seragam, itu tinggal tranparansi dan pengertian satu sama lain saja.

"Sebenarnya yang penting disini adalah keterbukaan pihak sekolah terhadap biaya seragam, dan mengerti tentang kondisi siswa dan wali murid yang kondisinya sedang susah. Jika memang harga telah disepakati, namun wali murid berhalangan membayar, maka pihak sekolah harus membantu dan cari solusi," tutur Rosita.

Rosita mengatakan, Tim Saber Pungli pun saat ini tengah memantau kegiatan pembelian seragam di sekolah. Pihak sekolah tidak bisa memaksa siswa untuk membeli seragam di sekolah. Dan masalah harga seragam, kata dia harus juga atas persetujuan wali murid, tidak seenaknya.

"Yang jelas, ada kesepahaman bahwa harga baju itu sekian, kemudian, ada persetujuan dari wali murid tentang harga baju itu. Jika memang mereka temukan, ternyata baju putih dan celana itu lebih murah di pasar, ya mereka boleh beli di pasar, jangan guru malah melarang," kata Rosita.

Sementara itu, memang belum lama ini, banyak wali murid yang bergosip bahwa harga seragam putih biru atau putih abu-abu yang mereka beli di Sekolah ternyata lebih tinggi, dibandingkan harga pasaran. Namun, karena telah terlanjur memesan di sekolah, mereka tidak membeli di luar.

"Kami di SMK (salah satu SMK Negeri.red) kena sekitar Rp.1,4 juta. Itu untuk seragam putih abu-abu, olahraga, baju kurung, baju praktek dan baju batik kalau tidak salah. Tapi baju putih abu-abu, lebih tinggi dari pasaran, lebihnya sekitar Rp. 25 ribu gitulah," kata Risna, salah satu wlai murid saat diwawancarai, Selasa (18/7/2017).

Kendati demikian, memang Risna mengaku tidak dapat berbuat apa-apa, karena seragam di sekolah telah di sepakati bersama. Sehingga, menurut aturan memang transaksi yang pihak sekolah dan wali murid lakukan telah halal.

Editor: Dardani