Korupsi Pengadaan Alat Laboratorium BP Batam

PH Minta Majelis Hakim Bebaskan Heru Purnomo dari Tuntutan Jaksa
Oleh : Roland Hasudungan Aritonang
Jum'at | 09-09-2016 | 18:26 WIB
korupsi-alat-kimia-BP-Batam.gif

Heru Purnomo terdakwa korupsi Pengadaan alat dan bahan kimia Laboratorium Badan Pengusahaan (BP) Batam usai menjalani persidangan di PN Tanjungpinang. (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - ‎Penasehat hukum Heru Purnomo, terdakwa korupsi proyek pengadaan alat laboratorium Badan Pengusaha (BP) Batam, Jogi Nainggolan SH, memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Hal itu disampaikan Jogi Nainggolan saat membacakan pledoi pembelaan terhadap kliennya di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Jumat (9/9/2016).

"Saya minta kepada majelis hakim untuk melihat fakta-fakta persidangan, dan kita minta terdakwa dibebaskan dari seluruh tuntutan," ujar Jogi Nainggolan, usai mebacakan peledoi pembelaan.

‎Jogi menjelaskan, dalam permohonannya, terdakwa yang pada saat itu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) dalam proyek itu, sehingga pihaknya menilai telah sesuai prosedural, yang mana dilihat dari pembuatan Harga Perkiraan Sementara (HPS) sampai kepada proses lelang.

"Tim Pokja ‎yang melakukan lelang, dan diketahui dalam pelelangan tersebut PPK tidak bisa mengintervensi Pokja. Dan yang menentukan pemenang lelang, seluruhnya murni wewenang Pokja," katanya.

Menurutnya, jika PPK menerima informasi dari perserta lelang jika Pokja terindikasi berpihak pada salah satu peserta lelang, PPK dapat melaporkan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), agar KPA memanggil Pokja untuk minta penjelasan tentang tuduhan tersebut.

"Dalam perkara ini, peserta lelang tidak mengajukan komplain, sehingga PPK menilai proses pelelangan sesuai dengan prosedural," kata Jogi.

Dalam hal ini, sambung Jogi, kewajiban PPK untuk menerima hasil pelelangan dalam rangka penyusunan dokumen kontrak untuk ditandatangani bersama dengan pemenang lelang dengan didahului penyerahan jaminan pelaksanaan.

"Kewajiban pemenang lelang untuk menyerahkan barang sesuai dengan dokumen kontrak dengan waktu yang telah ditentukan. Barang yang diserahkan oleh pemenang lelang diterima oleh PPHP yang bertanggung jawab langsung dengan KPA," katanya.

Dalam perkara ini, katanya, ada tiga item barang yang tidak sesuai dengan dokumen kontrak, karena dua barang berupa laptop dan infocus telah discontinue, karena tidak diperdagangkan di Indonesia.

"Solusinya, pihak pemenang kontrak memberikan barang yang lebih tinggi kualitasnya, yang lebih mahal dari harga penawaran. Nah, kesimpulannya kan, dalam hal ini negara diuntungkan," ujarnya.

Ditambahkan Jogi, dalam proyek ini, pihak BP Batam (user) menyatakan menerima barang-barang tersebut karena telah memenuhi standar laboratorium. Maka ahli keuangan negara menyatakan hal tersebut dibenarkan, jika telah terpenuhi dari sisi jumlah dan kualitas serta kemanfaatannya untuk masyarakat luas.

Begitu juga dengan ahli pengadaan, lanjut dia, juga menyatakan adendum tidak perlu dilakukan, karena hanya merupakan aksesoris administrasi dan tidak mempengaruhi isi dokumen kontrak. "Jadi dari penjelasan tersebut, PPK tidak membuat kekeliruan dalam melaksanakan tugas," ujarnya.

Tidak hanya itu, Jogi juga mengatakan, saat kasus ini dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian maupun kejaksaan, ia menemukan sejumlah kejanggalan.

"Saat proses penyidikan, penyidik membuat pernyataan di media massa jika terdakwa dituduhkan menerima uang suap senilai Rp500 juta, melakukan persekongkolan dengan Pokja dan pemenang lelang, me mark-up penyusunan HPS. Dengan dalih tersebut terdakwa ditahan," terang Jogi.

"Nah, atas tuduhan tersebut, terdakwa sempat ditahan selama 72 hari dan setelah 72 hari, klien kita ditangguhkan penahanannya. Dalam sidang, fakta-fakta tersebut tidak terbukti!," ujarya.

Jogi juga mempertanyakan keterangan ahli laboratorim yang diminta keterangannya dalam perkara ini. Ahli tersebut dalam laporannya, menyebutkan ada alat yang tidak berfungsi.

"Namun, saat di sidang ditanya metode pengujian yang digunakan oleh ahli tersebut, hanya berdasarkan keinginan semata dan bukan mengikuti SOP yang ada di dalam Lab, sehingga tampak ketidak-pahaman ahli tersebut," katanya.

Editor:Udin