Sidang Kasus Korupsi Alkes RSUD Embung Fatimah Batam

Jaksa Tolak Seluruh Eksepsi Fadillah Ratna Dewi Malarangan
Oleh : Roland Aritonang
Selasa | 16-08-2016 | 16:53 WIB
fadillah.jpg

Mantan Direktus RSUD Embung Fatimah Batam, Fadillah Ratna Dewi Malarangan. (Foto: Roland Aritonang)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh eksepsi terdakwa Fadillah Ratna Dewi Malarangan (57), mantan Direktur RSUD Embung Fatimah Batam yang terjerat kasus dugaan pengadaan alat kesehatan (Alkes) Tahun 2011. 

 

Tanggapan eksepsi ini dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mega SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungpinang, Selesa (16/8/2016)

Dalam tanggapan atas esekpsi ini, Mega menyatakan, menolak seluruh keberaatan penasehat hukum terdakwa, menyatakan dakwaan terdakwa adalah sah menurut hukum, karena telah memenuhi syarat formil maupun syarat materiil sebagaimana disyaratkan dalam pasal 143 ayat 2 KUHP dan menyatakan melanjutkan perkara terdakwa dengan dasar surat dakwaan kami.

‎Mega mengatakan bahwa dimana Penasehat Hukum terdakwa dalam eksepsinya mempertanyakan persengkokolan kepada Fransiska‎. Dimana seharusnya menjadi tersangka, tetapi sampai sakarang pihaknya melakukan pengecekan ke Mabes Polri tetapi belum dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.

"Terkait dengan hal tersebut, mengingat pada dasar pengajuan seorang atau bebarapa orang secara bersama-sama dalam dakwaan merupakan kewenangan JPU yang berkaitan dengan adanya bukti-bukti tentang peranan terdakwa, serta berkaitan dengan kemampuan bertanggung jawab seseorang secara personald dalam suatu peristiwa tindak pidana,"ujar Mega

Baca: PH Anggap JPU Salah Pengertian tentang Peran Terdakwa Fadillah

‎Menurutnya, berdasarkan Pasal 137 KUHP, JPU berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan ke perkara ke Pengadilan yang berwnang mengadili.

Sementara itu, di dalam dakwaan Penasehat hukum terdakwa menanggap Jaksa penuntut umum (JPU) salah pengertian tentang peran terdakwa. Terdakwa merupakan kuasa pengguna anggaran, bukan pengguna anggaran yang dituduhkan JPU. Hal itu juga berpengaruh dengan uraian dan salahnya pemahaman dan pengertian terhadap kasus tersebut.

"‎Bahwa terdakwa sebagai kusa pengguna anggaran secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk membuat penetapan pemenang lelang, tetapi penetapan ini ditentukan oleh Panitia Lelang bukan oleh terdakwa," ujarnya.

Hal itu dibuktikan, bahwa perlu dijelaskan terdakwa telah melakukan penunjukan PT Masmo Masjaya sebagai penyedia barang atau jasa berdasarkan surat nomor 1459/SPPBJ/RSUD-BTM/X/2011/‎2011 penunjuk penyedia barang/ jasa pekerjaan pengadaan alkes berdasarkan berita acara hasil evaluasi penawaran yang dibuat oleh panitia pengadaan.

Usai mendengarkan, tanggapan JPU terhadap esksepsi terdakwa Ketua Majelis Hakim Ketua Mejelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo SH bersama anggotanjau Zulfadli SH dan Suherman SH menunda persidangan selama satu pekan dengan agenda mendengarkan Putusan atas eksepsi terdakwa.

‎Seebalumnya dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa Fadillah merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mendapatkan anggaran kegiatan pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB yang bersal dari Anggaran Pendapatan Negara (APBN) senilai Rp20 miliyar dan merugikan negera sebesar Rp5.624.815.696.

Terdakwa diancam dengan pasal 2 juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi juncto pasal 55 KUHP, dalam dakwaan primer.

Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan dakwaan subsider melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU yang sama, atas jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan PPK yang tidak dilaksanakan dengan Parpres Pengadaan Barang dan Jasa, serta Permendagri Nomor 13 tahun 2006, serta Peraturan Pemerintah tentang Pengguanaan Keuangan Daerah.

Editor: Dardani