PDIP Sebut Tak Ada Bukti Hasto Terlibat Suap Wahyu Setiawan dan Harun Masiku
Oleh : Irawan
Rabu | 25-12-2024 | 09:04 WIB
Konpers_PDIP_Hasto.jpg
Jumpa pers menanggapi penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kriistiyanto di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024) malam

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar konferensi pers usai Sekjennya, Hasto Kristiyanto, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

PDIP menyebut kasus suap ini sudah selesai di pengadilan dan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkrah atau disebut berkekuatan hukum tetap dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman," kata Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/12/2024) malam.

Ronny mengatakan seluruh terdakwa yang dijerat dalam kasus ini sudah menjalani hukumannya masing-masing. Kata Ronny, dari seluruh persidangan yang berlangsung, tidak ada bukti yang mengaitkan Hasto dengan kasus ini.

"Seluruh proses persidangan mulai dari Pengadilan Tipikor hingga kasasi tidak ada satupun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDIP dengan kasus suap Wahyu Setiawan, kasus Harun Masiku inkrah" kata Ronny.

DPP PDIP, lanjut Ronny, menyatakan akan menaati proses hukum dan bersifat kooperatif menyusul penetapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku.

"PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu menaati proses hukum dan bersifat kooperatif," katanya.

Ronny mengatakan PDIP merupakan partai yang lahir dari cita-cita besar untuk membawa Indonesia berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Walau begitu, PDIP menyatakan penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan politisasi hukum.

"Penetapan Sekjen DPP PDIP ini mengonfirmasi keterangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 12 Desember 2024 bahwa PDIP akan di-awut-awut atau diacak-acak menjelang Kongres VI PDIP," ucapnya.

Ronny menjelaskan pemanggilan Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimulai sejak sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia.

Terlebih, penetapan tersangka itu dilakukan setelah PDIP memecat tiga orang kadernya, yakni Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

Ronny menjelaskan kasus suap politikus PDIP Harun Masiku terhadap mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan sebenarnya telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Selama perkara itu bergulir di pengadilan tindak pidana korupsi, tidak ada satu pun bukti yang mengaitkan Hasto Kristiyanto dengan kasus tersebut.

Oleh karena itu, DPP PDIP menduga penetapan Hasto sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku oleh KPK kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi.

Hadiah Natal untuk PDIP

Dalam kesempatan ini, Ronny setidaknya menyampaikan tiga indikasi politisasi hukum dan kriminalisasi dalam penetapan tersangka Hasto Kristiyanto.

Indikasi pertama, adanya upaya pembentukan opini publik yang terus-menerus mengangkat isu Harun Masiku. Hal itu terlihat dari aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang dicurigai dimobilisasi pihak-pihak tertentu.

Indikasi kedua, yakni adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDIP melalui pembingkaian dan narasi yang menyerang pribadi.

Sedangkan Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun menyindir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Komarudin menilai menyindir penetapan tersangka Hasto adalah hadiah Natal untuk PDIP.

"Malam ini menyampaikan beberapa hal terkait penetapan sekjen PDIP sebagai tersangka oleh KPK," kata Komarudin Watubun.

"Ini masalahnya kita lagi Natalan, ini kita dikasih hadiah Natal dengan sekjen ditetapkan jadi tersangka," lanjutnya.

Penetapan tersangka Hasto itu termuat dalam surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.

KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam upaya penangkapan Harun Masiku.

Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.

KPK juga telah secara resmi mengumumkan penetapan tersangka Hasto Kristiyanto (HK) dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjabarkan peran krusial Hasto dalam skandal suap tersebut.

"Perbuatan saudara HK bersama-sama saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agus Setiani. Yang pertama, HK menempatkan HM pada dapil 1 Sumsel padahal HM berasal dari Sulawesi Selatan tepatnya dari Toraja," kata Setyo.

Dalam proses pemilihan legislative tahun 2019, Harun Masiku mendapatkan suara sebanyak 5.878 suara. Angka itu jauh di bawah caleg PDIP lainnya bernama Rizky Aprilia yang mendapatkan suara 44.402.

Di momen itu, Rizky seharusnya meraih kursi DPR menggantikan caleg PDIP Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Setyo mengatakan Hasto secara aktif melakukan upaya menggagalkan Rizky sebagai caleg DPR terpilih. Dia membuat sejumlah langkah agar posisi Nazarudin bisa digantikan oleh Harun Masiku.

"Saudara HK secara paralel mengupayakan agar saudari Rizky mau mengundurkan diri agar diganti dengan saudara HM. Namun upaya terdebut ditolak oleh saudara Rizky Aprilia," jelas Setyo.

Hasto dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor. Hasto juga dijerat sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan.

Sejauh ini, tiga orang telah dijatuhi hukuman penjara dalam kasus suap dari Harun Masiku, yaitu Wahyu Setiawan yang dihukum 7 tahun penjara, orang kepercayaan Wahyu bernama Agustiani Tio yang dihukum 4 tahun penjara, dan seorang swasta bernama Saeful yang dihukum 1 tahun 8 bulan penjara.

Editor: Surya