Surat Polisi dan Jaksa Tidak Dijawab

Kabiro Hukum Sekdaprov Kepri Disebut Tak Mengerti Aturan dan UU
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 30-05-2016 | 17:47 WIB
korupsi.jpg

Ilutrasi korupsi (foto: ist)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Penegak hukum dan sejumlah praktisi serta kalangan pengurus Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) di Kepri, menilai, pernyataan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kepri, Mariyani Ekowati SH, yang menyatakan pemeriksaan oknum anggota DPRD Kabupaten/Kota yang tersandung kasus tindak pidana, tidak perlu izin dari Gubernur, tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan aturan UU.

Selain tidak belandaskan aturan dan UU, pernyataan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kepri itu juga dinilai sangat menyesatkan, karena sesuai dengan UU MD3, sebagaimana yang telah diputuskan MK atas Yudisial Reviuw Pasal 124 dan turunannya, pemberian izin untuk meminta keterangan anggota MPR,DPR,DPD, dan DPRD Provinsi serta Kabupaten Kota yang diduga melakukan tindak pidana, harus dikeluarkan Presiden, Mendagri dan Gubernur.

"Pernyataan Kepala Biro Hukum Sekdaprov Kepri yang menyatakan tidak perlu izin bagi Penyidik Polisi dan Jaksa dalam memeriksa oknum anggota DPRD yang diduga melakukan tindak pidana asusila itu, sangat menyesatkan. Dan sepertinya Biro Hukum Provinsi Kepri ini tidak baca UU MD3, yang mengatur mekanismenya," sebut salah seorang Jaksa yang namanya enggan disebutkan.

Selain itu, oknum Jaksa ini juga menilai, Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kepri juga tidak mengerti dengan administrasi pemerintahan atas tidak adanya balasan dan jawaban surat yang dikirimkan Kejaksaan Tinggi Kepri, dalam permohonan izin permeriksaan oknum anggota DPRD yang tersandung kasus hukum, yang ditangani.

"Harusnya, kalau memang tidak memiliki kewenangan dan mengatakan tidak perlu surat izin dari Gubernur, hendaknya surat yang dikirimkan Kejaksaan Tinggi dijawab dan dikirimkan balasannya, ehingga kepastian hukumnya jelas," ujarnya.

Hal yang sama juga dikataka‎n Pembina LSM-Kepri Corruption Watch (KCW-Kepri), Abdul Hamid. Ia mengatakan, kendati dirinya bukan seorang Sarjana Hukum, tetapi issu gugatan hak istimewa, izin pemeriksaan anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana, yang sebelumnya sesuai UU MD3 dikeluarkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), telah diubah melalui keputusan nomor 76/PPU-XII/2014 oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). ‎

"Putusan MK-nya sudah ada itu, yang saat itu digugat LBH, dalam upaya hukum diyudisial reviuw pasal 124 ayat 1 UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3," ujar Abdul Hamid.

Dalam putusan MK, tambah-nya, frase pasal 245 ayat 1 UU MD3 yang sebelumnya berbunyi, "Pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota MPR,DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang diduga melakukan tindak Pidana harus mendapat persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan, telah dirubah Hakim MK, menjadi;

"Pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis dan penyidikan terhadap anggota MPR, DPR, DPD-RI yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Sedangkan untuk anggota DPRD Provinsi Kepri dari Mendagri dan DPRD Kabupaten/Kota dari Gubernur," ujarnya.

Expand