Mimpi Buruk Asmawati di Malaysia
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 08-04-2016 | 08:00 WIB
trafficking-pinang.jpg
Jaringan perdagangan manusia asal Malaysia yang ditangkap polisi di Tanjungpinang. (Foto: Charles Sitompul)

TAK SEDIKIT PUN terbersit di benak wanita paruh baya ini bakal diperjual-belikan untuk menjadi "budak" di negeri jiran Malaysia. Semua itu terjadi akibat bujuk rayu jaringan perdagangan manusia di Tanjungpinang. Berikut sepenggal kisah pilu Asmawati, 45 tahun, yang disampaikan kepada wartawan BATAMTODAY.COM, Charles Sitompul. 

Saat meninggalkan Pelabuhan Bintan Sri Indrapura Tanjungpinang menuju Pulau Batam, saat itu pula hati Asmawati begitu berbunga-bunga. Karena sebentar lagi, impiannya bekerja sebagai pramusaji di Singapura bakal menjadi nyata. 

Bersama Munies alias Che Puan dan suaminya, warga negara Malaysia, Asmawati berangkat bersama menuju Pelabuhan Internasional Batam Center. Tanpa working permit dan dokumen bekerja di luar negeri, perjalanan ini pun berlangsung lancar. 

Hati Asmawati masih berbunga-bunga membayangkan dirinya bergaji dolar Singapura. Sampai akhirnya, kapal fery yang membawanya berlabuh meninggalkan Pulau Batam bergerak menuju Pelabuhan Stulang Laut Johor Bahru Malaysia. Ya, Malaysia! Bukan Singapura, negeri impian yang diharapkannya. 

"Harus training dulu di Malaysia," kata Munies menjawab tanya Asmawati yang mulai menaruh curiga. Ada yang tidak beres dalam perjalannya menggapai impian ini. 

Benar saja. Begitu sampai di Johor Bahru Malaysia, Aswati  bersama wanita TKW lainya, dibawa dan diinapkan di sebuah penampungan milik sebuah perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Wanita. Namanya, Gangga, beralamat di Jalan Bunga Melati No. 310 Taman Aman, Senai Johor Baru Malaysia. Corebusiness-nya adalah jasa penyalur tenaga kerja.

Begitu proses serah-terima dari Munes ke Gangga selesai. Munees pun menghilang, setelah mengantongi 7.500 ringgit Malaysia, atau sekitar Rp22.500.000,-. Sampai di situ, selesailah peran yang dimainkan Munies alias Che Puan bersama jaringannya, Ibu Ham. 

Sejak itulah, hari-hari "perbudakan" itu dimulai. Karena pada hari itulah, resmi sudah Asmawati terjerat utang Rp22.500.000,-. Uang yang dibayar perusahaan Gangga kepada Munies. 

Beberapa hari tinggal di penampungan, tidak ada kegiatan training. Yang ada hanyalah menunggu disalurkan menjadi pembantu rumah tangga. Benar saja, beberapa hari kemudian, Aswati "dibeli" seorang majikan bernama Puspa. Rumahnya masih di kawasan Johor Bahru Malaysia. 

Selama bekerja di Puspa sebagai pembantu rumah tangga, Asmawati mendapat pengawasan dan ancaman, agar tidak melarikan diri dari rumah majikanya itu. Karena Puspa sudah "membelinya" dengan harga 7.500 ringgit Malaysia. 

"Majikan itu bilang, harus kerja di rumahnya, dan kalau mau keluar harus bayar 7.500 ringgit uang tebusan saya ke perusahaan Gangga," tutur Asmawati. 

Karena tidak betah dengan ancaman dan beban kerja, serta kondisi rumah yang selalu dikunci, akhirnya Asmawati memberitahukan kondisinya itu kepada suaminya di Tanjungpinang. 

Bingung dengan kondisi Isterinya yang selalu mengeluh dan menceritakan kondisinya di Malaysia, akhirnya suami Asmawati pun meminta bantuan dan inisiasi pada anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Rahmawati.

"Dia merasa bingung dan minta bantuan ke saya, hingga hal ini sempat kami komunikasikan dan laporkan secara lisan ke Kapolsek Tanjungpinang Timur, dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Tanjungpinang," ujar Rahmawati kepada BATAMTODAY.COM. 

Melalui bantuan polisi dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, Rahmawati berusaha terus memantau situasi dan kondisi Asmawati di Johor Baru Malaysia. Legislator Partai PDIP ini jiga meminta bantuan kepada Konsulat RI di Johor Bahru mengenai kasus perdagangan manusia itu. 

"Tapi pihak konsulat RI mengatakan, untuk mengambil dan menjemput Asmawati dari rumah majikanya, tidak segampang yang dibayangkan, mengingat selain sebagai WNI di negara lain, yang bersangkutan juga akan ditekan polis dan pemerintah Malaysia, karena bekerja menggunakan visa pelancong," tutur Rahmawati melanjutkan. 

Bingung dengan jawaban dan situasi itu, Rahmawati pun mengaku sempat mau nekat menjemput, Asmawati yang merupakan masih saudaranya itu ke Johor Bahru Malaysia. 

Beruntung, di penghujung Maret 20116, Asmawati yang sudah hampir 1 bulan bekerja di rumah majikan pertamanya, dipindahkan ke majikan lain. Tentu saja, majikan baru juga harus membayar 7.500 ringgit ke perusahaan Gangga.

Di rumah majikan baru itu, situasi dan kondisi rumahnya tak jauh beda dengan rumah majikan pertama. Bahkan, rumah tuan baru ini berpagar tembok tinggi, dan dijaga oleh security 24 Jam. Pupus sudah peluang Asmawati untuk melarikan diri. 

Tapi, karena tekanan batin yang  kuat, memunculkan keberanian kuat niat Asmawati untuk meloloskan diri dari rumah majikannya itu. Setelah beberapa kali menghubungi, Suami dan kerabatnya di Tanjungpinang, Asmawati nekat melarikan diri. 

Caranya, melompat dari lantai dua rumah majikannya itu. Lalu, memanjat pagar tembok pagar, untuk melarikan diri ke Konsulat RI di Johor Baru. 

"Sambil saya hubungi dan pandu terus, dia berlari kencang dan menaiki sebuah taxi, melalui telephon yang terus hidup, saya juga minta pada orang texi itu, untuk membawa dia ke Konsulat RI di Johor Baru," lanjut Rahmawati mengisahkan. 

Setelah dua hari menyelesiakan administrasi perlindungan di Konsulat RI di Johor Bahru, pada 1 April 2016 lalu, Asmawati akhirnya dipulangkan ke Tanjungpinang. Selanjutnya, dengan cerita dan kisah yang dialami, wanita korban trafficking woman antar negara itu melaporkan kasusnya ke polisi.

Syukurlah, di waktu yang sama, Munes alias Che Puan, bersama suaminya, dibantu dengan tekonongnya, Ibu Ham,  ternyata kembali bergerilia mencari korban lain dengan iming-iming yang sama di Tanjungpinang. Berbekal pengaduan Asmawati itulah, polisi berhasil menangkap jaringan perdagangan manusia antar negara itu. 

Apakah ini berarti, berakhirnya sepak terjang jaringan trafficking woman di Tanjungpinang? Entahlah!

Editor: Dardani