Terkait Korupsi Pengadaan Lahan Fasum dan Fasos 2011

Hakim PT Riau Bonus Hukuman Mantan Bupati ‎Natuna jadi 3 Tahun Penjara
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 07-03-2016 | 20:33 WIB
palu-hakim-ilustrasi-_140707113632-928.jpg

ilustrasi palu hakim (foto : ist)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Riau di Pekanbaru, membonus hukuman mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah menjadi 3 tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan lahan untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) Natuna tahun 2011.

Hukuman dijatuhkan Majelis Hakim PT Riau di Pekanbaru yang diketuai Haryono ‎SH, dan anggota Jarasman Purba SH, Serta Hakim anggota K.A. Syukri SH, pada 18 Februari 2016 pada perkara banding nomor: 41/Pid.SUS/TPK/2015/PT.PBR yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya.

Hukuman itu malah lebih berat 1 tahun dari putusan Hakim PN Tipikor Tanjungpinang, yang sebelumnya hanya memvonis terdakwa korupsi Raja Amirullah dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Panitera Muda Bidang Pidana Khusus, L. Siregar membenarkan, telah turun dan diterimanya, putusan banding PT Riau atas terdakwa Raja Amirullah tersebut.

"Petikan putusan bandingnya sudah kami terima, dan akan kami sampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta kepada terdakwa dan Kuasa Hukumnya," ujarnya kepada BATAMTODAY.COM, Senin (7/3/2016).

Putusan PT Riau tambah L.Siregar, baru diterima pada Minggu kemarin, dan saat ini telah diserahkan kepada Panitera Juru Sita PN Tipikor Tanjungpinang, untuk disampaikan kepada para pihak.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Tanjungpinang, Parulian Lumbantoruan SH didampingi Hakim Anggota, Fathul Mujib SH dan Jhoni Gultom SH,  menghukum terdakwa mantan Bupati Natuna Raja Amirullah dengan hukuman 2 tahun penjara dengan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Raja Amirullah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, menyalah-gunakan kewenangannya sebagai Bupati dalam pembayaran ganti rugi lahan fasum dan fasos di Kabupaten Natuna 2010-2011.

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) F. Fajar SH dan D. Lama SH dari Kejaksaan Negeri Natuna yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman selama ‎3 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, atas dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi putusan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir, Sedangkan Raja Amirullah dan Kuasa Hukumnya menyatakan banding, karena mengaku dizalimi atas penetapannya sebagai tersangka.

"Saya tidak terima dan saat ini juga saya menyatakan banding, saya terzholimi dalam kasus ini, karena hanya mengeluarkan SK pelaksanaan ganti rugi lahan, saya dituduh bersalah merugikan Negara, padahal saya tidak menerima dana apapun dalam hal ini," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, mantan Bupati Natuna Raja Amirullah ditetapkan sebagai tersangka, menyusul Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Natuna, Asmiyadi dan Bahtiar selaku PPTK oleh penyidik Polisi, dalam korupsi pelaksanaan ganti rugi lahan sebesar Rp2,020 miliar dari APBD 2010, karena tanpa membentuk panitia pembebasan lahan. Sedangkan proses pembebasan lahan itu, dilakukan dengan cara mengundang langsung pemilik lahan.

Ganti rugi lahan menurut Jaksa tidak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan bagi Kepentingan Pembangunan dan untuk Kepentingan Umum.

Dalam Bab IV Peraturan Pemerintah ini, secara jelas dikatakan, tata cara pengadaan tanah untuk tanah yang luasnya di atas 1 hektare, maka Bupati membentuk Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah.

Namun oleh Asmiyadi dan Bahtiar, pengadaan ganti rugi lahan untuk fasum dan fasos itu, hanya berdasarkan SK Plt Bupati Natuna. Akibatnya, dari 39.252 meter persegi luas lahan yang dibayar dan dibebaskan, jumlah ril dilapangan hanya sekitar 30.078 meter persegi saja. ‎

Sehingga dari hasil perhitungan luas lahan dengan total pembayaran, terdapat selisih jumlah pembayaran senilai Rp360 juta yang merugikan keuangan negara.

Editor: Udin