Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gegara Demo 'Tiga Tahun Jokowi-Kalla', 16 Mahasiswa Dijadikan Tersangka
Oleh : Redaksi
Rabu | 25-10-2017 | 08:50 WIB
BEM-UNS.gif Honda-Batam
Sikap kepolisian yang mempidanakan 16 mahasiswa itu diprotes keras oleh alumni BEM UNS (2002-2016). Mereka menganggap tindakan itu sebagai cerminan bahwa rezim yang berkuasa sekarang represif (Sumber foto: BBC Indonesia)

BATAMTODAY.COM, Surakarta - Rektorat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyatakan akan memberikan pendampingan hukum kepada salah seorang mahasiswanya yang menjadi tersangka kasus unjuk rasa terkait tiga tahun Jokowi-JK di Jakarta.

Wildan Wahyu Nugoro, mahasiswa UNS serta Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS, bersama 15 mahasiswa lainnya dari berbagai perguruan tinggi, ditetapkan sebagai tersangka terkait unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jumat (20/10) lalu.

"Bentuk pendampingan akan kami serahkan kepada IKA (Ikatan Alumni) Fakultas Hukum UNS. Apapun itu, kami akan menghormati proses hukum," kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNS, Profesor Darsono, kepada wartawan di Solo, Selasa (23/10), seperti dilaporkan wartawan di Solo.

Sejauh ini polisi menahan dua orang tersangka, dan sisanya dilepaskan setelah melalui diperiksa tim penyidik Polda Metro Jaya, kata kepolisian.

Dua mahasiswa yang ditahan diduga melanggar Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 216 KUHP dan Pasal 218 KUHP tentang tidak menghormati dan mematuhi perintah dari petugas kepolisian.

Lainnya dianggap melanggar Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP tentang tidak mematuhi perintah petugas kepolisian.

Unjuk rasa terkait tiga tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla digelar pada Jumat (20/10) sejak pukul 13.00 WIB. Tetapi hingga pukul 18.00 WIB, pendemo menolak membubarkan diri. Aksi kemudian dibubarkan aparat kepolisian dan berakhir ricuh.

Pembungkaman Mahasiswa

Bagaimanapun, sikap kepolisian yang mempidanakan 16 mahasiswa itu diprotes keras oleh alumni BEM UNS (2002-2016). Mereka menganggap tindakan itu sebagai cerminan bahwa rezim yang berkuasa sekarang represif.

"Mengapa kita mengatakan matinya demokrasi Indonesia dan menolak rezim represif yang membungkam mahasiswa? Karena ini jelas, salah satu soko guru demokrasi adalah saat ada jaminan kebebasan berekspresi dan penegakan hukum yang tak diskriminatif," kata Ikhlas Thamrin, Presiden BEM UNS tahun 2005, sekaligus juru bicara kelompok alumni tersebut.

Mereka juga menyebut tindakan aparat kepolisian itu sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik yang disuarakan mahasiswa.

"Di tengah tumbuhnya berkembang demokrasi, muncul upaya menjijikkan yang dilakukan aparat berlangsung kemarin," tegasnya.

Menurutnya aksi demo itu memang seharusnya dilakukan sebagai upaya cek and balance kepada pemerintah dalam sebuah sistem demokrasi. "Apakah demo yang dilakukan oleh adik-adik kami itu sebuah kejahatan, " ujarnya.

"Jika memang demo adik-adik mahasiswa ini salah prosedur (hingga tengah malam), mengapa aksi yang sebelumnya yang dilakukan hingga tengah malam, aparat tidak melakukan apa-apa alias melakukan pembiaran," kata dia.

Atas alasan tersebut, ia meminta Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan dan mencabut status tersangka aktivis mahasiswa Wilda Wahyu Nugroho (UNS), Panji Laksono (IPB), Ardi Sutrisbi (IPB) dan Ihsan Munawa (STEI SEBI).

Usai melakukan pertemuan, keluarga alumni BEM UNS serta puluhan mahasiswa menggelar aksi dukungan dan simpatik kepada Wildan di depan gedung Rektorat UNS, Surakarta.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Udin