Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menilik Kinerja 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Oleh : Redaksi
Sabtu | 07-10-2017 | 09:02 WIB
2-tahun-jokowi-jk.jpg Honda-Batam
Presiden Jokowi dan Wapres JK. (Foto: Ist)

Oleh Kurniawan Hadi

SELAMA 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK ada banyak tanggapan bernada sinis yang menilai pemerintah Indonesia tidak mampu menjalankan mandatnya untuk memajukan Negara, akan tetapi agaknya opini seperti itu terlalu tergesa-gesa dan terkesan menyudutkan pemerintah.

 

Pencapaian kerja pemerintahan tidak dapat diukur dengan hanya melihat dari peningkatan signifikan yang terjadi secara tiba-tiba, karena sistem tata kelola kenegaraan tidak dapat disederhanakan antara kerja hari ini dan besok memetik hasil.

Kinerja suatu sistem tata kelola kenegaraan mencakup banyak aspek yang kompleks dan membutuhkan banyak waktu. Selain itu, idealnya pertumbuhan nasional dilakukan secara bertahap. Akan tetapi, pemerintahan yang berkuasa juga tidak dapat mengelak begitu saja dari kritikan publik terkait pencapaian program pemerintahan dan pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan pencapaian program pemerintahannya, sehingga cita-cita bangsa Indonesia semakin dekat untuk tercapai.

Selama pemerintahan Jokowi-JK banyak pencapaian yang telah diperoleh melalui paket-paket kebijakan. Kebijakan tersebut mencakup realisasi program pembangunan, reformasi birokrasi dan pemerataan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, tidak sedikit juga kritikan dan tanggapan negatif terkait kinerja Jokowi-JK, bahkan banyak beredar isu-isu yang menyudutkan presiden Jokowi walaupun isu tersebut masih belum terbukti kebenarannya.

Pemberitaan negatif tentang public figure bukanlah hal yang baru di dalam ranah politik, mengingat jabatan presiden adalah posisi strategis yang diinginkan banyak pihak, terlebih dengan banyaknya jumlah partai politik di Indonesia membuat perang kepentingan menjadi semakin kompleks. Akibatnya, gesekan kepentingan hampir selalu terjadi dan pihak-pihak yang kepentingannya terhalang oleh pemerintah akan mengupayakan berbagai cara untuk menjatuhkan pemerintah mealalui Presidennya.

Sering sekali pelaku politik memanfaatkan media massa dalam menyebarkan opini berbobot politik untuk mempengaruhi masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting memiliki sikap kritis dan selalu mengklarifikasi informasi sensitif yang diterima. Selain itu juga jangan mudah terpovokasi hingga melakukan respon dalam bentuk emosi dan tindakan, karena kekuatan dari propaganda adalah seberapa jauh pesan dapat mempengaruhi pandangan dan tindakan penerima pesan tersebut.

Saat ini bangsa Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi pilkada serentak 2018 dan pilpres tahun 2019, menjelang momen politik tersebut diperkirakan akan muncul isu-isu bermuatan politik yang menyebar untuk memperoleh kepercayaan publik atau malah menjatuhkan saingan politik yang memiliki elektabilitas tinggi. Disisi lain, presiden Jokowi sebagai petahana untuk pilpres 2019 telah mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Kepercayaan tersebut merupakan imbas pencapaian kerja pemerintah selama tiga tahun terakhir. Menanggapi hal tersebut, diperkirakan akan muncul serangan-serangan politik dari pihak oposisi, untuk menurunkan elektabilitas petahana dan memperkuat dukungan politiknya.

Sebelumnya, di awal pemerintahan, Jokowi diserang dengan isu yang mengatakan bahwa Jokowi adalah boneka politik dari ketua umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, dan kebijakan Presiden Jokowi merupakan kebijakan politik yang dilatarbelakangi kepentingan partai.

Akan tetapi, saat ini isu tersebut seperti menghilang dan tidak lagi dibahas seramai dulu, seakan-akan isu tersebut memang diniatkan dan dimunculkan secara sitematis untuk mengompori masyarakat yang masih terbawa suasana pesta demokrasi, kemudian setelah berlalu beberapa bulan pembahasan terkait isu tersebut semakin berkurang dan menghilang, melihat dari pola tersebut tidak menutup kemungkinan adanya setting issue yang dilakukan oleh pihak oposisi Jokowi.

Saat ini, memasuki 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK, kembali muncul isu terkait PKI yang menyerang Jokowi dengan tuduhan yang cukup serius, tuduhan tersebut menyudutkan Jokowi dengan mengatakan Presiden Jokowi memegang ideologi komunis.

Kemunculan isu tersebut bukanlah hal yang baru, isu bahwa Jokowi anak PKI sudah sering dimunculkan oleh lawan politiknya untuk menurunkan elektabilitas dan kepercayaan publik kepada Jokowi, kemudian di akhir 2017 ini isu tersebut muncul kembali diawali dengan pemberitaan terkait dugaan adanya kelompok simpatisan komunis berkedok LBH yang melakukan pertemuan dan pembahasan untuk menegakkan ideologi komunis di Indonesia. Kemudian pemberitaan tersebut seakan-akan diarahkan kepada isu yang menyebutkan keterlibatan presiden Jokowi dalam grand strategy penegakkan ideologi komunis.

Mengingat saat ini Indonesia tengah mempersiapkan momentum pesta demokrasi yaitu pilkada serentak tahun 2018 dan pilpres 2019, dimungkinkan isu PKI tersebut akan terus dikembangkan oleh lawan politik Jokowi untuk menjatuhkan elektabilitasnya menjelang pilpres 2019.

Padahal di dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 telah disebutkan secara tegas tentang pelarangan dan pembubaran partai komunis di Indonesia. Selain itu, presiden Jokowi secara langsung menegaskan “ Organisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, Kebhinekaan, kalau saya, tidak bisa dibiarkan. Bahkan PKI, kalau nongol gebuk saja”.

Diluar isu-isu yang terkesan bermuatan politik dan bertujuan untuk menyudutkan pemerintahan Jokowi-JK, masyarakat juga perlu memperhatikan pencapaian kinerja pemerintahan selama 3 tahun terakhir, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian objektif terkait kualitas pemerintahan Jokowi dan tidak hanya mengikuti isu-isu bermuatan politik yang diarahkan oleh pihak-pihak berkepentingan.

Karakteristik pemerintahan Jokowi-JK memfokuskan pembangunan pada sektor infrastruktur, hal tersebut bukan tanpa alasan, karena pemerintahan Jokowi meyakini, untuk mendukung pembangunan perlu dilandasi dengan pondasi yang kuat dan salah satu permasalahan fundamental yang menghambat proses pembangunan nasional adalah keterbatasan infrastruktur yang menyebabkan mobilisasi barang dan jasa menjadi lambat.

Selain itu, keterbatasan infrastruktur juga mempengaruhi kuantitas barang dan jasa yang diolah dan didistribusikan. Prioritas pembangunan tersebut tercermin pada 12 paket-paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah Jokowi-JK dimana pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk mendukung agenda prioritas kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kemaritiman, pariwisata, dan industri dengan fokus urgensi dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi menuju pembangunan nasional yang merata.

Seakan ingin mematahkan label masayarakat terhadap politikus, yang disebut hanya mampu memberikan janji-janji tanpa hasil nyata. Presiden Jokowi mewujudkan program pemerintahannya dalam bentuk nyata dengan tanpa mengesampingkan komitmen pemerataan pembangunan.

Selama ini, konsep pembangunan difokuskan pada kajian lokasi yang memberikan manfaat ekonomis, hal tersebut juga tidak dapat dikatakan salah, karena pemerintah memang harus meminimalisir kerugian negara, akan tetapi konsep tersebut hanya memberikan manfaat ekonomis dalam jangka pendek, akibatnya jangka panjangnya adalah terjadi kesenjangan pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Sementara dalam pemerintahan presiden Jokowi, target pembangunan dilakukan dengan optimisme pencapaian kesejahteraan ekonomi jangka panjang dan merata. Untuk mencapai target pembangunan tersebut, dibutuhkan keterlibatan dan komitmen semua pihak bahkan hingga sistem masyarakat terkecil.

Indonesia Bagian Timur merupakan salah satu contoh daerah yang sering diabaikan pembangunannya karena prospek ekonomisnya masih kecil, akan tetapi pemerintahan Jokowi mematahkan pendapat tersebut dengan membangun prospek ekonomi itu sendiri, diawali dengan penyediaan infrastruktur sehingga seluruh komponen masyarakat dapat membangun ekonomi daerah masing-masing dan hal tersebut akan berlaku jangka panjang dan permanen.

Selama 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK, realisasi pembangunan infrastruktur Indonesia Bagian Timur sudah mampu menunjukkan komitmen dan konsistensi pemerintah dalam meningkatkan pemerataan pembangunan.

Pencapaian tersebut diantaranya, realisasi pembangunan jalan dan jembatan 100 KM, pembangunan tol laut untuk meningkatkan mobilisasi barang dan jasa antar pulau, BBM satu harga untuk mendongkrak ekonomi masyarakat, eksplorasi migas untuk membangun ekonomi daerah dan serapan tenaga kerja, serta pembangunan smelter dan divestasi Freeport untuk meningkatkan dominasi Negara dalam pengolahan tambang Freeport.

Dalam jangka pendek pembangunan tersebut memang belum akan memberikan hasil yang signifikan, karena target pembangunan Jokowi bukan finansial dalam jangka pendek, melainkan pembangunan budaya masyarakat untuk membangun ekonominya sendiri secara merata dan menyeluruh. Program tersebut sejatinya mewujudkan seluruh komponen Negara bersatu untuk membangun Bangsa.*

Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI) Wilayah Jawa Barat