Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bela Jokowi, Demokrat Tak Sepakat Daya Beli Masyarakat Menurun
Oleh : Irawan
Jum\'at | 06-10-2017 | 09:38 WIB
Herman-Khaeron.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron. (Foto: Irawan)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Partai Demokrat sebagai partai oposisi, tidak sepakat dengan dua partai oposisi lainnya, Partai Gerindra dan PKS dalam memandang soal daya beli masyarakat yang dinilai turun.

Melalui Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron, Demokrat menilai perubahan pola belanja masyarakat seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo memang benar terjadi.

Menurutnya sekarang ini, aktivitas jual lebih banyak terjadi secara online, hal inilah yang menjadi penilaian Presiden bahwa transaksi tunai berganti menjadi transaksi non tunai.

"Menurut saya kita harus menghargai apa yang telah disampaikan oleh Presiden," ujarnya di Media Center DPR, Senayan, Kamis (5/10/2017).

Politisi Partai Demokrat itu juga sependapat dengan Jokowi bahwa yang terjadi sekarang bukanlah penurunan daya melainkan perubahan transaksi masyarakat. Salah satu contoh, kata Herman, perubahan pola transaksi tersebut dibuktikan dengan meningkatnya penggunaan jasa kurir.

Jokowi menyampaikan bahwa ada peningkatan angka terhadap penggunaan jasa kurir sebanyak 135 persen. "Kemudian pada saat yang sama ada pertumbuhan PPN 12,4 persen," jelasnya.

Sebaliknya, Politisi PKS Ecky Awal Mucharram tetap berpandangan lain. Ecky menilai penurunan daya beli bukan hanya masalah marketing saja, apalagi target petumbuhan di APBN tidak pernah direvisi. Sehingga angkanya bisa berdampak luas bagi perekonomian nasional.

"Target pertumbuhan ekonomi dalam RPJM sebesar 7%, tetapi faktanya 5,2% namun target ini sampai sekarang tidak pernah dikoreksi. Kalau begitu APBN itu milik siapa?," kata Ecky, mempertanyakan.

Soal pejak juga demikian, kata Ecky. Pada awalnya untuk menutupi defisit anggaran dengan kebijakan tax amnesty, namun gagal karena tax amnesty tidak mencapai target.

Sehingga pajak yang masuk lebih banyak dari pajak pertambahan nilai (PPN). "Jadi, memang ada yang salah dengan sistem perpajakan kita," tegas Politisi PKS itu.

Editor: Surya