Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sekitar 25.000 Warga Sipil Masih Terperangkap di Raqqa
Oleh : Redaksi
Sabtu | 26-08-2017 | 17:14 WIB
tentara-suriah.gif Honda-Batam
Pasukan SDF bersiaga di Desa Hazima sebelah utara kota Raqqa, Suriah, sebelum meluncurkan serangan terhadap kota yang diduduki ISIS itu. (Sumber foto: AFP)

BATAMTODAY.COM, Raqqa - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak pasukan koalisi asing pimpinan Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan sementara serangan ke Raqqa, ibu kota "kekhalifahan" Islam versi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Penghentian serangan sementara itu untuk memungkinan evakuasi terhadap sekitar 25.000 warga sipil yang terjebak di dalam kota di Suriah utara itu.

Pekan lalu, kota itu dihantam 250 serangan udara, Kelompok pegiat hak asasi, Amnesty International, memperkirakan, ratusan warga sipil tewas sejak serangan koalisi dimulai Juni 2017.

ISIS dituduh oleh PBB dan badan-badan amal lainnya sengaja menggunakan penduduk sipil sebagai tameng manusia (human shield).

Jumlah korban jiwa sipil yang disebabkan serangan udara tampaknya meningkat terus-menerus dengan puluhan tewas dalam waktu sepekan terakhir, menurut sumber kelompok oposisi Suriah.

Namun, Komandan Koalisi AS, Letnan Jenderal Stephen Townsen mengatakan dia tidak mendapat informasi yang terbukti bahwa jumlah korban sipil meningkat dengan pesat di Raqqa.

Selain serangan udara koalisi, kelompok oposisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) juga melancarkan serangan meriam ke kota itu dan mereka diyakini sudah menguasi lebih dari setengah wilayah.

Terburuk di dunia

"Saya tidak membayangka tempat yang lebih buruk di dunia saat ini," kata Jan Egeland, penasehat kemanusiaan PBB untuk Suriah di Geneva, Swiss.

"Kini saatnya untuk memikirkan kemungkinan berhenti sebentar atau yang lainnya yang mungkin bisa memfasilitasi penyelamatan warga sipil."

Setiap penghentian sementara untuk kepentingan kemanusiaan, tambah Egeland, tidak akan melibatkan ISIS, yang akan melakukan “yang terbaik untuk menggunakan (warga sipil) sebagai tameng kemanusiaan”.

Dia juga mengatkan, PBB tidak memiliki kontak dengan kelompok itu.

"Di dalam Raqqa, di kedua pihak, kondisinya amat suram dan sangat sulit untuk membantu di semua wilayah," jelasnya.

Bukan pertama kali PBB meminta penghentian perang sementara waktu untuk alasan kemanusiaan di Suriah, seperti diserukan juga di Aleppo dan Homs.

Akan tetapi, contoh di kedua kota itu memperlihatkan penghentian perang jarang terwujud sampai salah satu pihak yakin mereka sudah memenangkan perang.

Para warga Raqqa yang selamat mengatakan kepada Amnesty International bahwa mereka terancam ranjau darat dengan sasaran orang-orang yang berupaya meninggalkan kota, sementara ada serangan artileri dan udara terus menerus, seperti tertulis dalam laporannya.

Amnesty menyatakan kampung dan kamp penampungan di sebelah selatan Sungai Efrat juga menghadapi pengebomam dari tentara pemerintah Suriah yang didukung Rusia.

"Situasinya hanya akan lebih berbahaya karena pertarungan memasuki tahap-tahap akhir di pusat kota," tambah laporan Amnesty International.

Organisasi hak asasi itu juga mendesak diperlukan tindakan yang lebih banyak untuk menyelamatkan nyawa warga sipil yang terperangkap di dalam konflik dan menyediakan jalur aman ke luar dari medan perang.

Menteri Pertahanan AS, James Mattis, yang berkunjung ke Baghdad, Irak, Rabu (23/8/2017) mengatakan, "Kami bukan manusia sempurna. Kami bisa membuat kesalahan dan dalam perang seperti ini, tragedi terjadi. Namun kami pihak yang baik, dan warga yang tidak berdosa di medan perang mengetahui hal itu."

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Udin