Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengaborsi Benih Radikalisme dan Terorisme
Oleh : Redaksi
Kamis | 15-06-2017 | 09:02 WIB
Ilustrasi_terorisme.jpg Honda-Batam
Ilustrasi terorisme. (Foto: Ist)

Oleh Dian Setiawan Sadewa

MENELAAH sejarah HTI atau yang dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di Ismailiah, Mesir. Organisasi ini berdiri pada tahun 1928, dua tahun setelah Nahdatul Ulama atau NU berdiri.

Eksistensi Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Syaikh Hasan Al-Banna, dahulu cenderung menunjukan upaya untuk mengakomodasi kelompok-kelompok aliran seperti salafy yang wahabi, merangkul kelompok tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh.

Dalam Ikhwanul Muslimin, terdapat sebuah lembaga yang bernama Tandhimul Jihad yang dipimpin oleh Taqiuddin, yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang sangat rahasia. Konon kader yang berada dalam Tandhimul Jihad dilatih oleh militer dan didoktrin dengan kesetiaan seperti tarikat kepada mursyid.

Dalam perkembangannya, kekalahan Tandhimul Jihad pada perang Arab dan Israel yang dimenangkan oleh Israel, sempat membuat Tandhimul Jihad kembali ke Mesir sekaligus menjadi awal berdirinya Hizbut Tahrir. Pada dasarnya, pendirian HTI berawal dari adanya perbedaan prinsip antara Hasan Al-Banna dan Taqiuddin yang kemudian membuat perbedaan yang pelik.

Akhirnya Taqiuddin mendirikan sebuah organisasi yang dalam bahasa arab dikenal dengan Hizbut Tahrir atau partai pembebasan. Beridirnya HTI ditujukan agar kaum muslimin diseluruh dunia dapat keluar dari cengkraman Barat dan dalam jangka dekat membebaskan Palestina dari Israel.

Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit, Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus orang Islam Syiah. Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu juga Yordania telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya.

Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen.

Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah pada jaman Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi organisasi terlarang di Yordania.

Eksistensi HTI yang ada saat ini berdasarkan problematika di timur tengah dan lainnya, yang pada akhirnya bermunculan organisasi yang berfaham Islamiah atau aliran kepercayaan yang akan menjadikan faham radikal layaknya HTI.

Doktrin HTI mengembalikan Islam untuk bangkit ke masa kejayaan negara-negara dunia atau negara khilafah menjadi negara nomer satu di dunia faham HTI yang membahayakan negara yaitu konsep Khilafah, akan menerapkan Syareat Islam seluruh nusantara atau Khilafah Islamiah. Penyebaranya melalui website, internet, organisasi dan lain-lain.

Ormas Anti Pancasila

Menelaah data ormas Kemendagri yang konon berjumllah 327.228 Ormas belum terdaftar di kemendagri, kementrian luar negeri, dan kementrian Hukum dan HAM. Upaya bersama untuk terus meningkatkan upaya pemantauan ormas yang tidak terdaftar, dalam penyaluran dana yang mereka terima, kerja sama dengan ormas-ormas yang terdaftar mungkin juga yayasan binaan-binaan, dan memantau ormas-ormas yang tidak terdaftar.

Pengawasan yang dilakukan melalui pengawasan internal dan eksternal, internal dengan melihat ADART dan eksternal melalui masyarakat, dengan pengaduan atau gangguan kepada masyarakat, yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ormas yang tidak mengakui Pancasila atau mengakui merah putih harus ditinjau ulang, seperti contoh giat HTI yang akan dilaksanakan di Bantul bila tidak dicegah dan diijinkan mungkin sepanjang jalan DIY ini akan berkibar bendera bendera panji-panji perang. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu bersama-sama meluruskan sebelum hal ini menjadi besar dan membahayakan NKRI. Sanksi bagi ormas dilakukan melalui tahapan secara persuasif, komunikasi, surat peringatan 1, 2, dan 3, kemudian penghentian secara sementara dan terakhir pencabutan SKP dengan melalui pengadilan.

Kita mengenal Ki Hajar Dewantara adalah seorang pahlawan yang memperkenalkan Indonesia di dunia dengan terbukti beliau membulatkan tekad dalam kongres pemuda yang samapi hari ini supah pemuda, pada zaman itu kongres pemuda adalah salah satu langkah menyatukan pemuda yang penuh dengan kebinekaan.

Kebanggaan Indonesia sebagai kandidat negara superpower yaitu kekayaan, luas, agama, dan suku. Cikal bakal negara republik Indonesia adalah adanya sumpah pemuda, Budi Utomo, dan lain sebagainya yang terdiri dari mana saja sehingga pada tahun 1945 terbentuk negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 45. Ini yang harus dijadikan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu, mengingat NKRI adalah kesepakatan bersama dan merupakan harga mati, maka kita seluruh elemen bangsa harus mendukung langkah pemerintah melalui Polhukam yang melarang dan membubarkan HTI. Pemerintah dapat bekerjasama dengan MUI, NU, Muhammadiyah ataupun elemen Islam lainnya mengkonter hujjah-hujjah HTI dengan hujjah-hujjah Islam moderat di Indonesia.

Organisasi HTI yang diarahkan gerakan pembebasannya kearah politik jelas akan membahayakan NKRI dengan kebhinekaan dan pluralismenya, karena Indonesia adalah negara darussalam bukan negara darul Islam. Melarang HTI bukan berarti pemerintah Indonesia anti Ormas Islam atau anti dakwah. Melarang HTI adalah bentuk kehadiran negara untuk melindungi segenap anak bangsa dan keintegralan Indonesia.

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjajaran