Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Prof Romli Sebut Hak Angket Berlaku ke Semua Lembaga, termasuk KPK
Oleh : Irawan
Minggu | 30-04-2017 | 14:00 WIB
romli_atmasasmita.jpg Honda-Batam

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga arsitek pembentukan KPK, Prof. Romli Asmasasmita

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Banyak yang mengecam keputusan Paripurna DPR RI mensahkan penggunaan Hak Angket terhadap Komisi Pembertasan Korupsi atau KPK karena dinilai tidak bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). 

Para pengecam, termasuk sebagian fraksi yang ada di DPR sendiri menyebut hak angket adalah bentuk intervensi terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Namun, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga arsitek pembentukan KPK, Prof. Romli Asmasasmita memiliki pandangan berbeda. Dia justru menyatakan bahwa hak angket DPR terhadap KPK tidak ada yang salah dan sudah tepat.

“KPK itu harus diawasi oleh DPR. Pengawasan itu sama halnya terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) dan kepolisian,” kata Romli dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

Karena itu menurut dia, sebuah kesalahan apabila KPK menolak hak angket yang digulirkan oleh DPR, mengingat hak angket adalah hak konstitusional DPR yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3.

“Hak angket yang digulirkan DPR juga berlaku ke semua lembaga atau institusi, termasuk KPK. Sehingga tidak ada kesalahan yang dilakukan DPR untuk membuka rekaman terhadap penyelidikan kasus keterangan palsu terhadap mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani,” tegasnya.

Romli juga mengingatkan bahwa KPK itu lembaga diluar konstitusi yang sengaja dibentuk untuk memperbaiki polisi dan kejaksaan, dimana lembaga KPK hanya independen menurut undang-undangnya.

“Jadi boleh dong DPR itu bertanya. DPR justru semakin sah dalam menggulirkan angket jika yang disasar adalah adanya tujuh dugaan penyelewengan anggaran di KPK berdasarkan audit BPK. Soal anggaran di luar perdebatan mengenai boleh tidaknya angket kepada lembaga tersebut. Harusnya dari awal DPR ngomong hak angket ini ditunjukkan kepada dugaan penyelewengan anggaran jelas yah. Ini soalnya dikaitkan dengan soal penyadapan oleh pembicaraan saksi,” pungkasnya.

Oleh sebab itu, hak angket yang telah diketok palu dalam rapat paripurna, Jumat (28/4/2017) kemarin, su‎dah benar dilanjutkan ke tahap Panitia Khusus (Pansus). Apalagi hak angket ini untuk perbaikan dari lembaga yang dikepalai oleh Agus Rahardjo ini.

“KPK ditelanjangi (kritisi) orang juga boleh. KPK juga boleh telanjangin (kritik) orang. Karena, KPK sama seperti lembaga lain, yang boleh ditelanjangi,” pungkasnya.

Sekadar informasi, angket KPK itu diminta oleh Komisi III DPR lantaran ingin mengetahui rekama‎n penyidikan mantan anggota Komisi II Miryam S Haryani. Karena dalam persidangan e-KTP tiba-tiba Miryam mencabut berita acara pemeriksan (BAP), karena alasan mendapatkan tekanan dari penyidik.

Sayangnya, KPK menolak membukan isi rekeman tersebut, sehingga bergulirlah hak angket meski tidak semua fraksi mendukung.Setidaknya ada tiga fraksi yang menolak angket tersebut. Diantaranya Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, dan Fraksi Partai Demokrat.

Untuk diketahui, Pro. Romli juga pernah menyoroti kasus dugaan korupi e-KTP. Bahkan dia menilai ada kejanggalan atas surat dakwaan dugaan korupsi pada proyek e-KTP Kemendagri. Bahkan, dia menantang KPK untuk membeberkan 37 nama anggota Komisi II DPR periode 2010-2014 yang disebut-sebut terkait perkara e-KTP Kemendagri ini.

Alasan Romli, pembeberan 37 nama itu penting untuk transparansi dalam penegakan hukum. Selain itu, katanya, pembeberan nama itu penting untuk mengetahui apakah mantan anggota Komisi II DPR, Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok termasuk di dalamnya.

“Karena ini surat dakwaannya enggak benar. Ini satu keganjilan soal nama,” tegas Romli Atmasasmita.

Editor: Surya