Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bangsa Kita Tidak Sadar Digiring ke "Perang Kota"
Oleh : Saibansah
Sabtu | 15-04-2017 | 08:12 WIB
bupatidedidanketum.jpg Honda-Batam

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menyerahkan cinderamata kepada Ketua Umum PWI Pusat, H. Margiono saat menghadiri TOT UKW yang digelar oleh PWI Pusat di Hotel Resinda Karawang. (Foto: Saibansah)

BATAMTODAY.COM, Karawang - Saat ini, bangsa Indonesia tidak sadar kalau sedang digiring ke "perang kota". Mereka beramai-ramai bergerak ke kota, berjuang hidup di kota dan meninggalkan desa. Pada saat itu, desa kosong dan dikuasai oleh "mereka" dengan kekuatan finansial.

Sementara itu, warga desa yang tengah berjuang di kota, pada akhirnya mereka juga akan termarginalkan dan tidak mendapat apa-apa. Sedangkan desa sudah dikuasai oleh orang lain. Itulah yang terjadi sekarang ini. Tapi bangsa kita masih belum sadar.

Demikian diantara paparan kebudayaan yang disampaikan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi saat menghadiri Training of Trainer (TOT) Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Hotel Resinda Karawang, Jumat (14/4/2017). "Inilah tugas PWI dan wartawan untuk menyadarkan," tegas Dedi Mulyadi.

Selain itu, bupati yang menguasai kearifan lokal dan falsafah Siliwangi itu juga membahas tentang nalar nasionalisme dan pluralisme wartawan yang sudah mulai pudar. Seharusnya, sudut pandang nasionalisme dibuat secara sistemik, bukan kepentingan.

"Contoh, pemberitaan mengenai Pilkada DKI Jakarta tidak nasionalisme. Melainkan kepentingan. Ini yang salah, dan harus diperbaiki oleh organisasi profesi, khususnya PWI," kata Dedi.

Dedi mempertanyakan, mengapa Pilkada DKI Jakarta sangat menarik untuk diberitakan? Karena kental dengan kepentingan, khususnya kepentingan para pemilik media.

"Saya membangun taman di Purwakarta, tidak ada yang memberitakan. Kenapa begitu? Karena tidak ada kepentingan di proyek tersebut," ungkapnya.

Sementara itu, menyinggung soal energi, Bupati Dedi Mulyadi mengungkapkan, saat ini, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik untuk sektor industri yang ada di Kabupaten Karawang, Purwakarta, Subang dan Indramayu.

Dengan kondisi ini, kata Dedi, hampir semua perusahaan yang tersebar dibeberapa kawasan industri dan di zona industri di empat kabupaten itu membuat pembangkit listrik sendiri dengan menggunakan bahan bakar batu bara.

"Batu bara itu diambil atau dibeli dari Kalimantan diangkut pakai kontainer melewati jalan, akhirnya jalannya rusak, berapa biaya untuk memperbaiki jalan yang rusak itu," katanya bertanya.

Padahal, kalau listrik dari PLTA Jatiluhur itu langsung disalurkan untuk industri di sekitarnya, harga listrik akan jauh lebih murah. Tidak seperti sekarang ini, dijual dulu ke PLN terus PLN menjual kembali ke industri di sekitar PLTA Jatiluhur.

Editor: Dardani