Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tanahnya Diserobot PT Pratiwi Lestari, Petani Telukjambe Ngadu ke FPKB
Oleh : Irawan
Kamis | 23-03-2017 | 16:40 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kasus sengketa lahan antara petani Telukjambe, Karawang, Jawa Barat dengan PT Pertiwi Lestari sudah beberapa tahun belum selesai. Bahkan hingga kini belum ada kejelasan. Karena itu sekitar 30 orang petani mengadukan nasibnya kepada Fraksi PKB di DPR.

 

“Kami merasa prihatin setelah mendapat cerita nasib para petani Kerawang ini. Kemarin, Pimpinan Fraksi PKB sudah melakukan rapat guna merespon masalah ini,” kata Ketua Fraksi PKB Dra Ida Fauziya saat menerima petani Kerawang di lantai 18 ruang F-PKB, Jakarta, Kamis (23/3/2017).

Dari rapat Fraksi PKB, kata Ida Fauziyah, pihaknya sudah meminta agar Komisi II DPR segera memanggil pihak-pihak yang terkait dengan masalah sengketa lahan ini guna meminta klarifikasi. “Kita punya Wakil Ketua Komisi II DPR dari F-PKB, agar dicarikan solusi yang terbaik untuk masalah ini,” tambahnya.

Lebih jauh Ida berharap agar pemerintah lebih terbuka pikirannya terhadap masalah ini. Sehingga berpihak kepada nasib petani. “Apalagi ini masalah lahan pertanian. Harus mendapat perhatian serius,” ungkapnya seraya mengaku miris mendengar petani Kerawang ini berjalan kaki menuju Istana Negara. “Saya tak sanggup kalau harus berjalan kaki ke Istana, seperti bapak-bapak ini,”

Ida bahkan menanyakan berapa banyak anak-anak petani Kerawang yang mengalami putus sekolah dan tak terurus. “Berapa anak-anak yang tidak sekolah?" tanyanya.

Secara serentak, para petani tersebut mengungkapkan jumlah cukup banyak, namun tak jelas angka pastinya. Namun anak-anak yang mulai putus sekolah itu dari SD, SMP hingga SMA. “Banyak Bunda, sudah 6 bukan anak-anak putus sekolah. Kita tahu lagi mau sekolah kemana. Sementara ini kita ditampung di Yayasan Muhammadiyah Tanah Abang,” kata Koordinator petani Kerawang, Aris Wiyono saat mengadukan nasibnya ke F-PKB.

Aris meminta agar F-PKB mendorong penegakkan UU Pokok Agraria 1960 dan melaksanakan Keppres No 5 tahun 1960. “Kita minta pemerintah menyelesaikan konflik ini secepatnya,” ujar dia.

Para petani, lanjut Aris, tidak terima lahannya diratakan dan menuntut pencabutan hak guna nangunan milik PT Pertiwi Lestari.

“Paling tidak, ada pencabutan HGB, kemudian pulangkan petani ke lokasi semula. Tadinya ada rumah, ya harus ada rumah, karena lahannya diratakan,” jelasnya. 

Petani Telukjambe yang tergabung dalam tergabung dengan STTB memiliki empat tuntutan kepada pemerintah pusat. Pertama, cabut HGB PT Pertiwi Lestari No 5, 11, dan 40.  Dua, berikan hak atas tanah kepada petani. Lalu, hentikan kriminalisasi terhadap petani. Terakhir, kembalikan petani ke lokasi dalam keadan semula.

Aris Wiyono, mengatakan, para petani ingin pemerintah mengembalikan mereka ke lokasi semula dalam keadaan seperti sedia kala.

STTB adalah organisasi para petani yang telah menempati serta mengelola lahan hutan negara di Telukjambe sejak tahun 1960-an. Namun mereka terusir akibat penguasaan sebuah korporasi properti.

Aris menceritakan, sejak September 2016, terjadi kerusuhan antara petani Karawang yang lahannya diambil alih dengan PT PL yang memakai jasa preman.

"Kekisruhan yang terjadi justru menjadi aksi kriminalisasi kepada petani," katanya.

Para petani STTB terpaksa mengadu pada pemerintah pusat karena pemerintah daerah setempat tak kunjung memberikan tanggapan.

"Kami sudah mengadu sejak beberapa bulan lalu pada DPRD setempat namun hingga saat ini tetap tidak ada respons," pungkas Aris.

Editor: Surya