Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merawat Batam Menjadi Kawasan Investasi yang Kondusif
Oleh : Redaksi
Kamis | 23-03-2017 | 08:38 WIB
jadidanjokowi.jpg Honda-Batam

Ketua Kadin Kota Batam Jadi Rajagukguk berbincang dengan Presiden Jokowi. (Foto: Ist)

Oleh Jadi Rajagukguk

PERNYATAAN pernyataan pejabat Badan Pengusahaan (BP) Batam, RC Eko Santoso Budianto, di media minggu lalu telah memicu keresahan di tengah-tengah masyarakat dan kalangan pengusaha. Untuk itu, saya Jadi Rajagukguk, Ketua Kadin Batam, mengimbau kepada seluruh masyarakat, pengusaha dan asosiasi pengusaha dan asosiasi pengembang di Batam, agar tidak terprovokasi dengan pernyataan Eko yang menuding lahan di Batam dikuasai mafia.

 

Kadin Batam segera akan meminta klarifikasi ke pejabat terkait, tentang latar belakang dan tujuan maksud pernyataan tersebut, karena telah melukai dan merendahkan banyak pihak di Batam. Pernyataan tersebut juga telah menimbulkan keresahan dan kegelisahan di kalangan pengusaha maupun di tengah masyarakat Batam.

Kalau memang itu hanya “keseleo lidah" agar segera minta maaf dan diluruskan pernyataan tersebut. Supaya tidak membesar dan dapat menimbulkan hal-hal yg tidak diinginkan di tengah masyarakat Batam khususnya.

Kalau makna “mafia lahan” itu adalah dari internal BP Batam, seharusnya tidak perlu menyalahkan pimpinan sebelumnya dan tidak perlu mengumbarnya ke publik, sehingga melukai banyak pihak.

Pejabat BP Batam tidak perlu menyembunyikan ketidakpahamnya terhadap seluk beluk hukum administrasi tanah di Batam, dengan cara sok bersih dan sok tau dengan menuding pihak lain termasuk pengusaha sebagai mafia lahan. Ini namanya menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

Pimpinan BP Batam, sesungguhnya Nol pengetahuannya tentang latar belakang pembangunan di Batam, dengan segala kekhususannya. Namun, mereka berlagak memahami dan berlagak seperti manusia paling bersih di Republik ini.

Dengan berlagak manusia paling bersih, Pimpinan BP Batam menciptakan regulasi yang justru tidak mendukung kegiatan investasi yang sedang melesu di Batam dan secara global pada umumnya. Perka-perka yang diterbitkan membunuh perlahan-lahan kegiatan usaha kecil dan menengah pada khususnya.

Tidak ada solusi instan dalam menanggulangi kerumitan dalam penataan pembangunan di Batam sebagai KPBPB. Oleh karena itu, ada beberapa langkah pilihan alternatif, yang semuanya memiliki konsekwensi masing-masing dalam pelaksanaanya:

1. Perlu reformasi birokrasi yang total dan menyeluruh di internal BP Batam, dengan menggagas PP (Peraturan Pemerintah) yang mengatur mekanisme dan tata cara kerja, antara DK PBPB Batam, Komisi VI DPR RI (sebagai mitra kerja BP Batam), dan Menteri Keuangan yang juga merangkap sebagai anggota DK BPPB Batam, yang sekarang ini diduga masih mengandung kerancuan mekanisme komunikasi dan simpang siur.

Contohnya, dalam penerbitan PMK 148/PMK.05/2016, tentang “TARIF LAYANAN BLU BP BATAM”, padahal BP Batam bukan BLU, pengelolaan keuangannya yang dilakukan seperti pengelolaan keuangan BLU.

2. Perlu diatur dalam PP, institusi BP Batam itu apa setelah beralih dari OB, namun OB tidak dinyatakan telah tiada atau bubar. Karena aset dan SDM-nya tidak bubar atau berhenti, masa kerjanya tetap berlanjut, eselonisasi juga masih mengacu kepada struktur organisasi OB, bukan BP.

Padahal, menurut UU 53/1999 yang membentuk dan menetapkan Batam sebagai “Daerah Otonom” sehingga Pemko Batam, melingkupi wilayah kerja OB yang dialihkan menjadi BP Batam. Pada pasal 21 mengamanatkan Pemko Batam mengikutsertakan OB dalam pembangunan Batam. Pada ayat (3) pasal 21 tersebut, hubungan kerjanya diatur dalam PP, yang seharusnya sudah terbit 1 (satu) tahun setelah UU 53/1999 tersebut di tetapkan.

BP Batam, tidak sama dengan Badan Pengusahaan Kawasan yang diatur dalam UU 36/2000 jo 44/2007, karena tidak diusulkan oleh Pemda. Juga tidak sama dengan yang diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Darah pasal 360, dimana pengusulannya dari Pusat.

3. Sebagaimana “Tupoksi BP menurut UU KPBPB” No. 36/2000 jo No. 44/2007, adalah tidak termasuk pengelolaan lahan. Dapat dilihat di Bab V Fungsi Kawasan Pasal 9 ayat (1) : Fungsi pengembangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, tranportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya. Ayat (2) : Fungsi tersebut meliputi :

a. Kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan ahir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku, dari dalam dan luar negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu.

b. Penyediaan dan pengembangan prasarana, dan sarana air dan sumber air, prasarana dan sarana perhubungan termasuk perhubungan laut dan Bandar udara, bangunan dan jaringan listrik, Pos dan Telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.

Selain dari fungsi tersebut yaitu menyangkut pengelolaan lahan dapat di kembalikan kepada lembaga tersendiri dalam hal ini mengaktifkan kembali OB, atau menggabungkan BP Batam dengan Pemko Batam dalam satu struktur organisasi yang diatur dalam suatu PP tersendiri.

Sekali lagi saya menghimbau agar mengimbau kepada seluruh masyarakat, pengusaha dan asosiasi pengusaha dan asosiasi pengembang di Batam, agar tidak terprovokasi dengan pernyataan Eko yang menuding lahan di Batam dikuasai mafia. Dan yang terpenting, saya juga mengimbau pejabat BP Batam tidak membuat dunia usaha tidak kondusif. *

Penulis adalah Ketua Kadin Kota Batam