Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Penjelasan PT Batam Sentralindo Soal Kisruh Depo Minyak di Pulau Janda Berhias
Oleh : Roni Ginting
Rabu | 01-03-2017 | 14:15 WIB
sinopec2.jpg Honda-Batam

Julius Singara, Kuasa Hukum PT Batam Sentralindo, dalam konferensi pers di Radisson Golf & Convention Center, Kota Batam. (Foto: Roni Ginting)

BATAMTODAY.COM, Batam - PT Batam Sentralindo (BS) telah membangun kawasan industri di Pulau Janda Berhias dan gugusannya dengan nama "Westpoint Maritime Industrial Park". Langkah ini merupakan upaya mendukung pemerintah dalam meningkatkan investasi dan mendorong perekonomian di Pulau Batam dan Indonesia, agar tumbuh berkelanjutan dalam jangka panjang.

Sebagai bentuk dari komitmen itu, saat ini PT BS telah mengembangkan kawasan industri dari semula hanya 22 hektar daratan dari Otorita Batam (BP Batam), menjadi kawasan industri siap pakai seluas 130 hektar.

"Kami membangun kawasan industri di Pulau Janda Berhias ini lebih dari tujuh tahun. Kami juga telah memenuhi seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Reklamasi kawasan ini tidak mudah dan berisiko, karena lautnya cukup dalam," Julius Singara, Kuasa Hukum PT Batam Sentralindo, saat konferensi pers Radisson Golf & Convention Center, Kota Batam, Rabu (1/3/2017).

Tapi kami bersyukur saat ini PT BS berhasil membangun lahan industri siap pakai sesuai standar international untuk kepentingan ekonomi daerah dan nasional,” jelas Julius Singara.

Dari total lahan industri siap pakai tersebut, sekitar 75 hektar sudah disewa oleh PT West Point Terminal (WPT). Perusahaan ini merupakan joint venture antara Sinomart KTS Development Limited (Sinomart) yang berkedudukan di Hongkong, menguasai 95 persen saham dengan PT Mas Capital Trust (MCT/Indonesia) sebesar 5 persen saham. Perusahaan patungan ini bersepakat membangun depo minyak di kawasan industri di Pulau Janda Berhias, Batam.

Dalam perkembangannya, sejak kerjasama diteken pada tahun 2012, pembangunan proyek depo minyak ini tak kunjung terwujud. Salah satu penyebab terhentinya pembangunan proyek ini, awalnya karena terjadi pelanggaran perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) oleh Sinomart.

Julius mengungkapkan, berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor depo minyak di Batam harus melalui tender international dan hukum Indonesia. Namun, secara sepihak Sinomart berupaya menunjuk langsung anak usaha Sinopec Group sebagai general contractor.

Informasi tersebut diketahui melalui dokumen keterbukaan informasi (disclosure information) yang disampaikan Sinopec Kantons Holding Limited, pemegang saham Sinomart, kepada Hongkong Stock Exchange pada 18 November 2013.

Dalam informasi yang disebut sebagai “Batam Construction Project Framework Master Agreement” itu, Sinomart berhak menunjuk langsung Sinopec Engineering Group (Sinopec Group) sebagai general contractor depo minyak di Batam senilai US$ 738 juta.

Sebagai pembanding, nilai kontrak yang tercantum dalam "Batam Construction Project Framework Master Agreement" dari Sinomart tersebut jauh diatas budgetary pricing yang pernah diajukan oleh 13 kontraktor internasional dari 6 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea dan Belanda. Budgetary pricing yang ditawarkan kontraktor international untuk pembangunan proyek depo minyak di Batam ini memiliki nilai wajar sekitar US$582 juta.

"Batam Construction Project Framework Master Agreement merupakan pelanggaran terhadap perjanjian pemegang saham dan harganya jauh lebih tinggi dari budgetary pricing. Pemegang saham nasional keberatan atas kesepakatan tersebut, sehingga pembangunan depo minyak ini terhenti. Apalagi PT West Point Terminal juga tidak melaksanakan tender international secara transparan," tandas Julius.

Editor: Dardani