Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidak ke Pasar KUD, Komisi II DPRD Tanjungpinang Temukan Lapak Seharga Rp10 Juta Per Tahun
Oleh : Habibie Khasim
Senin | 27-02-2017 | 19:14 WIB
Sidak-Komisi-II-DPRD-TPI-ke-Pasar-KUD.gif Honda-Batam

Anggota Komisi II DPRD Kota Tanjungpinang, Pepy Candra, saat melakukan sidak di Pasar Tradisional Pelantar KUD Tanjungpinang bersama Anggota Komisi II lainnya (Foto: Habibie Khasim))

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Anggota Komisi II DPRD Tanjungpinang, Senin (27/2/2017), melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar tradisional Pelantar KUD Tanjungpinang untuk melihat langsung kebenaran adanya permainan harga lapak dagangangan yang selama ini BATAMTODAY.COM beritakan. 

Dan ternyata, memang ditemukan hampir semua pedagang menyewa dengan pihak ketiga dan bukan langsung kepada BUMD. Dan dalam sidak tersebut, Anggota Komisi II DPRD Tanjungpinang menemukan adanya meja yang disewakan seharga Rp10 juta per tahun.

Ketua Komisi II DPRD Tanjungpinang, Mimi Betty, sangat menyayangkan, mengapa setelah ada tim Saber Pungli menangkap oknum BUMD baru dilakukan penataan. Padahal, saat Direktur Utama BUMD Tanjungpinang, Asep Nana Suryana dan direktur pembantu lainnya dilantik, semestinya langsung melakukan pendataan lapak, sehingga tidak terjadi seperti sekarang ini.

"Di Pasar KUD yang kami temukan tadi, ada edaran berupa pamflet yang dibuat oleh BUMD Tanjungpinang yang bertuliskan mulai 1 Maret, pedagang harus melapor ke BUMD untuk dilakukan pendataan lapak. Kasihan pedagang harus bayar Rp10 juta per tahun, demi berjualan. Jika memang pihak ketiga tidak berjualan, malah disewakan ke pedagang lain, mending dicabut lalu dikasi ke pedagang yang sekarang berjualan," tutur Mimi Betty saat diwawancarai.

Senada dikatakan oleh Pepy Candra, Anggota Komisi II DPRD Tanjungpinang yang pun sangat menyayangkan tidak adanya ketegasan dari BUMD. Padahal lapak dagangan tersebut milik daerah. Istri dari Husnizar Hood ini mengatakan, dari sidak yang dilakukan, memang banyak ditemui pedagang yang berjualan di lapak sekarang ini adalah pedagang pihak kedua. Sementara, pihak pertama yang mendapat lapak dari BUMD duduk manis di rumah menanti hasil sewa yang telah dibayarkan pada awal tahun kemarin.

"Ada pedagang yang sewa meja, tapi dia ngakunya itu punya saudaranya, per tahun dia bayar Rp10 juta, belum lagi bayar karcis Rp6 ribu per bulan. Dan yang mencengangkan, memang ada pedagang yang monopoli. Istilahnya, dia sewa kios satu, meja dua, kepada pihak ketiga untuk dia gunakan sendiri, sementara uang sewanya besar, BUMD dapatnya malah sedikit," cerita Pepy.

"Makanya butuh ketegasan dari BUMD, kalau memang 6 bulan yang bersangkutan tidak jualan atau tidak bisa dihubungi, ambil lapak tersebut dan sewakan lagi ke pedagang yang memang ingin berjualan. Jangan dibiarkan terus penyewa dapat hasil dari punya kita," sambungnya.

Pepy mengatakan, pihaknya akan terus mencari informasi terkait ketimpangan dan ketidakjelasan yang terjadi di pasar. Dan hal ini diharapkan menjadi perhatian untuk BUMD Tanjungpinang agar melakukan pengawasan yang lebih intensif lagi terhadap karyawan dan melakukan perbaikan sistem pengelolaan lapak jualan.

"Kita berharap dengan Direktur yang baru, pasar kita jadi pasar yang lebih modern, tapi mungkin belum waktunya, mudah-mudahan tahun depan lah," kata Pepy.

Editor: Udin