Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemecatan Ranieri, Ketika Bisnis Kalahkan Loyalitas
Oleh : Redaksi
Jum'at | 24-02-2017 | 14:29 WIB
41f1e85d-4cb9-4d0b-b57a-f9cdf96c24c7_169.jpg Honda-Batam

Claudio Ranieri menciptakan sejarah di Leicester City.Claudio Ranieri menciptakan sejarah di Leicester City. (Foto: Reuters/John Clifton)

BATAMTODAY.COM, London - Keputusan Leicester City memecat Claudio Ranieri kembali mengingatkan kalau sepak bola di zaman modern ini hanya soal bisnis semata. Pemecatan Ranieri membuktikan kalau sepak bola industri yang kejam.

 

Ranieri resmi dipecat manajemen Leicester, Kamis (23/2) malam, satu hari setelah membawa The Foxes tampil apik melawan Sevilla di leg pertama babak 16 besar Liga Champions. Meski kalah 1-2 dari Sevilla, penampilan Leicester di Ramon Sanchez Pizjuan menuai banyak pujian.

Pemecatan Ranieri terjadi 298 hari setelah pelatih asal Italia itu membawa Leicester menjadi juara Liga Primer (Liga Inggris) untuk kali pertama dalam 113 tahun sejarah klub. Padahal Leicester masih bermain di divisi dua (Championship) pada 2014.

Sebagai manajer yang mampu membawa Leicester juara Liga Primer, sepertinya tidak adil bagi Ranieri dipecat. Terlepas dari posisi Leicester di klasemen Liga Primer saat ini, yaitu hanya unggul satu poin atas Hull City yang berada di zona degradasi.

Sejak didirikan pada 1884, prestasi terbaik Leicester sebelum kedatangan Ranieri adalah menjadi runner-up Liga Inggris pada 1929.

Pasalnya, Leicester bukan tim-tim seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, atau pun Manchester City, yang setiap musimnya memiliki target ambisius: Juara Liga Primer!

Sejak didirikan pada 1884, prestasi terbaik Leicester sebelum kedatangan Ranieri adalah menjadi runner-up Liga Inggris pada 1929. Leicester bukan klub kaya dengan prestasi mentereng yang gemar memecat manajer. Itulah sebabnya Ranieri dianggap pantas mendapat perlakuan yang lebih baik, lebih daripada dipecat saat musim masih berjalan.

Ranieri pantas mendapat perlakuan yang lebih baik dari Leicester setelah mempersembahkan gelar Liga Primer dan membawa The Foxes melangkah hingga babak 16 besar Liga Champions musim ini. Sesuatu prestasi yang tidak (atau mungkin lupa) disebutkan presiden Aiyawatt Srivaddhanaprabha dalam keterangan resminya terkait pemecatan Ranieri.

Awal bulan ini, 7 Februari 2017, Leicester mengeluarkan pernyataan dukungan untuk Ranieri, sebuah pernyataan yang bisa dianggap kalau posisi The Tinkerman musim ini aman. Namun, hanya dalam waktu kurang dari tiga pekan, manajemen Leicester berubah pikiran.

Kehilangan posisi di Liga Primer jadi alasan utama manajemen Leicester memecat Ranieri. Sebuah alasan yang masuk akal. Pasalnya, musim lalu saja Leicester mendapatkan pemasukan hingga 93,2 juta poundsterling atau setara Rp1,3 triliun dengan bermain di Liga Primer.

Bermain di pentas Liga Primer memang menggiurkan. Bahkan Newcastle United yang terdegradasi musim lalu mendapatkan uang hingga 72,9 juta poundsterling (setara Rp1 triliun) di akhir musim, salah satunya berkat pemasukan dari hak siar televisi Liga Primer Inggris.

Pada akhirnya loyalitas Leicester terhadap Ranieri harus dikalahkan dengan hitung-hitungan bisnis. Sebuah hitung-hitungan yang tidak pernah ada dalam pikiran suporter Leicester. Yang ada di benak suporter Leicester adalah: Ranieri telah membuat mereka bangga dan senang mendukung Leicester.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani