Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mewaspadai Kepentingan Aksi Berbau Agama
Oleh : Redaksi
Selasa | 21-02-2017 | 14:14 WIB
demo.jpg Honda-Batam

Aksi damai 212 jili II di depan Gedung DPR/MPR RI. (Foto: CNN)

Oleh Ardian Wiwaha

PESTA demokrasi secara serentak diselenggarakan hampir di 101 Kabupaten/Kota penjuru tanah air baru saja usai. Namun siapa sangka, keinginan untuk membuat sebuah proses Pemilukada serentak yang sehat dan berimbang, kadang tak sejalan dengan realita yang terjadi.

 

Maraknya beberapa aksi dan gerakan yang digagas oleh kelompok atau ormas akhir-akhir ini, cenderung dapat dikatakan sebagai tindakan yang tidak menyehatkan proses Pemilukada. Terlebih apabila disetiap helah pergerakan yang dilakukan, kepentingan politik selalu eksis dibelakangnya.

Forum Umat Islam (FUI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) resmi mengumumkan lanjutan aksi damai.
Melalui beberapa akun instagramnya, GNPF MUI menyerukan aksi long march jalan sehat spirit 212 yang diprakarsi oleh FUI dari Monas ke Bunderan HI. Tapi kemudian, dilarang oleh Polri dan dipindahkan di Masjid Istiqlal.

Dalam keterangannya, 7 Februari 2017 lalu, Kapolda Metro Jaya, Irjen M. Iriawan mengatakan, bahwa telah menerima dan tidak mempermasalahkan laporan terkait adanya aksi dari massa GNPF-MUI pada Sabtu, 11 Februari 2017. Namun yang perlu dihimbau kepada para peserta aksi untuk tetap mematuhi Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kebebasan

Dalam aksi tersebut, direncanakan sejumlah pengurus GNPF dan beberapa tokoh ulama akan hadir berpartisipasi, diantaranya: Ketua GNPF MUI, Ustad Bachtiar Nasir, Wakil Ketua GNPF MUI, Zaitun Rasmin dan Munarman, serta Ketua Dewan Pembina GNPF MUI yakni Habib Rizieq Syihab.

Berbeda dengan Aksi Bela Al Maidah atau yang dikenal dengan aksi 112, Aksi Bela Ulama dan Aksi Bela Agama cenderung memetik kontroversi. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan ditanggal 12 dan 15 Februari 2017, masuk kedalam periode masa tenang dan pelaksanaan Pilkada serentak. Sehingga berat bagi instansi terkait untuk mengeluarkan surat perizinan aksi lantaran semakin dekatnya aksi dengan pelaksanaan pemilihan pilkada serentak yang rentan akan kepentingan.

Meskipun waktu kampanye masing-masing pasangan calon kepala daerah telah selesai, namun tak sedikit beberapa calon kepala daerah semakin gencar melakukan manuver politik guna menghimpun dukungan dan massa pemilihnya.

Tak heran apabila mendekati pemilihan tanggal 15 nanti, berbagai kegiatan mulai dari jalan sehat, bakti sosial, konser gratis, intimidasi, hingga serangan fajar sekalipun (money politic) akan marak terjadi dibeberapa daerah. Hanya belajar dari pengalam sebelum-sebelumnya, dimana pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk membelokan opini dan pilihan seseorang dengan berbagai macam cara.

Cukup mudah solusi yang ditawarkan oleh penulis untuk menyiasati tabiat buruk dari masin-masing pasangan calon yang haus akan kekuasaan.

Pertama, mulailah untuk berpikir dewasa. Karena dengan cara tersebut kita akan termindset bahwa politik merupakan sesuatu yang penting yang harus dipartisipasi.

Kedua, bersikap cerdas dan sopan. Apabila para pembaca sekalian merasa diiming-imingi uang oleh salah satu calon atau lebih agar memilih dirinya. Ambil uangnya dan tabungkan ke kotak amal. Karena perlu diingat bahwa seseorang yang terlalu berambisi untuk menjadi kepala daerah sehingga mengorbankan cara-cara yang tak halal untuk mencapainya, hal tersebut tidaklah berkah.

Ketiga, berpartisipasilah seluruh warga yang memiliki hak untuk memilih. Karena menjadi golongan putih atau yang dikenal Golput bukanlah sebuah solusi konkrit untuk mengenyampingkan pemilukada.

Ingat dan ketahuilah, bagi orang-orang yang cenderung menetapkan dirinya untuk bersikap apolitis, bahwa dari politik akan berdampak besar terhadap harga susu anak, harga beras, harga naik ojek, hingga harga-harga lain yang semuanya dibentuk oleh segores tinta di pemilukada. *

Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia