Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diperlukan Kesadaran Semua Elemen Bangsa untuk Jaga Keutuhan NKRI
Oleh : Irawan
Selasa | 14-02-2017 | 09:02 WIB
fgdmpr.jpg Honda-Batam

Diskusi di MPR RI membahas kesadaran bangsa untuk menjaga keutuhan NKRI. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai dinamika politik yang terjadi pada proses Pilkada serentak tahun 2017, terutama di DKI Jakarta, jika tidak diredam dapat memicu keretakan bangsa.

"Untuk mencegah situasi yang tidak diharapkan, diperlukan kesadaran bersama dari seluruh elemen bangsa untuk menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata Hidayat Nur Wahid pada diskusi "Empat Pilar: Merawat Indonesia" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Menurut Hidayat, realitas yang terjadi di masyarakat seperti aksi massa besar-besaran maupun ramainya berita hoax di media sosial tidak akan terjadi, jika tidak ada indikasi yang menunjukkan tendensi pemunculan gejolak di tengah masyarakat.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengimbau seluruh elemen bangsa untuk memiliki kesadaran yang sama dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia. "Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sepatutnya menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang heterogen," katanya.

Pengamat politik, Yudi Latif, menambahkan, Pancasila adalah ideologi negara yang menjadi kekuatan pemersatu bangsa Indonesia.

Menurut dia, kekuatan Pancasila itu sudah diakui dunia yakni Indonesia tetap utuh dalam bingkai NKRI. "Pancasila sebagai DNA bangsa Indonesia yang mampu menyerap keberagaman, demokratis, dan toleran," katanya.

Latif menjelaskan, bangsa Indonesia sejak sebelum merdeka sudah heterogen dan ternyata dapat bersatu dalam NKRI dengan ideologi Pancasila.

Menurut dia, di China dan Jepang adalah bangsa homogen, Eropa juga baru mengembangkan sebagai bangsa heterogen.

Arbi Sanit , pengamat politik lainnya, secara tegas kecewa dengan munculnya gerakan pemaksaan kehendak akhir-akhir ini.

"Kalau tidak tepat, agama itu bisa menjadi ancaman, yaitu islamisme yang memaksakan kehendak. Itu lebih gawat dari bahaya laten, karena akan memaksa orang keluar dari Indonesia. Itu akan terjadi kalau negara ini gagal mengatasi," kata dia.

Kata Arbi, akibat demokrasi salah kaprah, yaitu demokrasi bebas multak. Padahal di Amerika saja dibatasi, tapi di Indonesia disalahgunakan. "Jadi, Pancasila sebagai dasar negara ini sudah final, meski secara ideologi bisa dikembangkan," kata dia.

Sementara itu pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menyimpulkan bahwa negara ini belum pernah melaksanakan ekonomi secara konstitusional, khususnya pasal 23, 27, 31, 32, dan 34 UUD NRI 1945, apalagi Pembukaan UUD 1945.

Saat ini,Indonesia sudah terjebak dalam pasar bebas dunia yang gagal. Baik corporate capitalism maupun state capitalism, dan Indonesia mempunyai koperasi kapitalisme.

Karena itu kata Noorsy, harus direkonstruksi ulang, karena dalam merawat kemerdekaan selama ini sakit, dan kini tambah sakit. Apalagi kini menghadapi krisis keuangan, krisis pangan, dan krisis energi. Sehingga Indonesia belum pernah keluar dari gerbang krisis. "Indikatornya, nilai tukar terus melemah," kata Noorsy.

Dengan demikian menurut Noorsy, reformasi selama ini berbuah krisis konstitusi. Konskuensinya menimbulkan berbagai ketimpangan. "Jadi, kita harus merekonstruksi dalam merawat kebhinekaan ini," kata dia.

Editor: Dardani