Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ahok Bisa Dijerat Pidana UU Nomor 11 Tentang ITE
Oleh : Redaksi
Sabtu | 11-02-2017 | 14:26 WIB
Sidang-Ketujuh-Ahok.jpg Honda-Batam

Sidang Ahok saat menghadirkan Ketua MUI Kyai H. Makruf Amin. (Foto: Liputan6)

Oleh Vincent Santoso

SEPERTI layaknya jurus Drunken master, nampaknya terpidana kasus penistaan agama Islam Basuki Cahya Purnama aliais Ahok sudah mulai memainkan jurus mabuknya. Dia mulai melakukan serangan-serangan dengan sasaran-sasaran sekenanya.

Bahkan, barangkali seperti layaknya tikus yang terjepit, pihak Ahok mulai menyerang apa saja yang dianggap mengganggu pandangannya. Mungkin juga terhadap orang yang sama sekali tidak tahu menahu ujung pangkal persoalan yang sedang dihadapinya.

Dalam persidangan ke delapan pada 1 Februari 2017, Basuki T. Purnama alias Ahok bersama pengacara terdakwa mengungkapkan bahwa mantan Presiden SBY menelepon Ketua Umum KH Ma’ruf Amin pada pukul 10.16 WIB, Kamis, 6 Oktober 2016. Disebutkan dalam pembicaraan itu, SBY meminta Kiai Ma’ruf agar bisa mengatur pertemuan dengan Agus Yudhoyono pada keesokan harinya di kantor PBNU, dan juga SBY juga meminta Rais Am PBNU itu membuat sikap dan pendapat keagamaan yang menyatakan Ahok menghina Alquran dan ulama.

Melalui akun Twitter ‏@rajasundawiwaha pada 1 Pebruari 2017, pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita (Guru Besar Universitas Padjadjaran) mempertanyakan bagaimana pihak terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapatkan bukti percakapan via telepon antara mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan KH Makruf Amin.

Menurutnya jika didapat berdasarkan hasil penyadapan, maka Ahok dan tim hukumnya bisa dijerat dengan Undang-Undang tentang Telekomunikasi dan ITE, karena sesuai Putusan MK bahwa sadapan hanya boleh dilakukan oleh kewenangan penyidik, dan seharusnya pihak pengacara Ahok juga memahami bahwa illegal wiretapling (penyadapan secara ilegal) bisa diancam pidana, dan juga mustinya jaksa PU Ahok pertanyakan asal usul informasi tsb melaporkan ke bareskrim pelanggaran hukum tsb.

Romli menjelaskan, pernyataan Ahok tersebut bertentangan dengan UU No 36 tahun 1999 pasal 40 tentang Telekomunikasi. Pasal 56 dalam UU tersebut terdapat ancaman pidana pelanggaran maksimal 15 tahun penjara Selain itu, UU Nomor 11 tentang ITE juga terdapat larangan penyadapan ilegal. Ancaman pidana pelanggaran pasal 31 UU ITE itu adalah Pidana 10 tahun dan denda Rp 800 juta.

Oleh karena itu, Ahok dan kuasa hukumnya dapat diminta tanggungjawab perolehan info, bahwa ada telepon SBY dan saksi. Terlapor dalam dugaan pelanggaran UU Telekomunikasi dan UU ITE adalah terdakwa dan kuasa hukumnya, karena terdakwa bicara atas sepengetahuan penasehat hukum.

Guru Besar Universitas Padjadjaran, P4rof Dr Romli Atmasasmita menyatakan bahwa dalam konteks pernyataan Ahok dan penasehat hukumnya pada sidang tanggal 1 Pebruari 2017 difokuskan pada prosedur bukan konten sadapan. Sehingga, berdasarkan UU ITE dan UU Telekomunikasi, cukup alasan saksi Kyai Makruf Amin atau kuasa hukum melaporkan dugaan tindak pidana ke Bareskrim. *

Penulis adalah pemerhati masalah hukum, tinggal di Bandung