Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pakar Hukum Tata Negara Nilai Pemberian Grasi Antasari Syarat Kepentingan Politik
Oleh : Irawan
Selasa | 31-01-2017 | 14:59 WIB
Asep_Warlan.jpg Honda-Batam

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf melihat pemberian grasi oleh Presiden Jokowi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain syarat kepentingan politik daripada pencarian keadilan.

Apalagi begitu bebas murni, Antasari langung menyatakan diri bergabung dengan PDIP, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Karena itu, dia pun yakin bahwa ada deal-deal antara Presiden Jokowi dan Antasari dalam pemberian grasi tersebut.

"Kalau Antasari memang mencari keadilan dan ingin membuktikan dirinya tidak bersalah, harusnya dia mengupayakan PK lagi kalau memang punya bukti-bukti kuat kalau dia tak bersalah. Makanya dugaan kuat saya, ada deal-deal politik dalam pemberian grasi ini, dan Antasari nampaknya bukan sedang mencari keadilan," ujar Asep dalam keterangannya di Jakarta, Senin (31/1/2017).

Menurut Asep permintaan grasi oleh Antasari ke presiden sekaligus juga menunjukkan bahwa yang bersangkutam memang telah mengakui dirinya bersalah dalam kasus yang telah diputus kepadanya mulai dari pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat tertinggi dengan pengajuan Peninjauan Kembali atau PK. Kalau memang dirinya tidak bersalah maka bukan grasi yang seharusnya diajukan tapi PK.

"Kenapa dia ajukan grasi kalau memang tidak bersalah? MK kan sudah memutuskan juga PK bisa dilakukan sampai keadilan ditegakkan.Grasi itu kan sama artinya dia mengakui bersalah tapi meminta pengurangan hukuman. Dan jadi pertanyaan kenapa grasi ini diberikan? Apakah ada deal-deal tertentu antara dirinya dengan presiden? Belum pernah ada saya rasa penerima grasi sampai diterima oleh presiden secara resmi di istana. Baru kali ini," tambahnya.

Dia pun melihat bahwa kemungkian keadilan yang dimaksudkan adalah adanya take and give antara Antasari dan Presiden Jokowi.

"Bisa jadi Antasari memiliki sejumlah dokumen-dokumen tertentu yang penting buat pemerintahan yang berkuasa saat ini. Dia berikan dokumen-dokumen itu maka dia pun mendapatkan grasi dari presiden. Tidak ada makan siang gratis kan?" jelasnya.

Dia pun membandingkan pemberian grasi ini dengan pemberian keringan hukuman buat whistle blower dalam banyak kasus-kasus pidana.

"Antasari tentunya akan berkakulasi betul. Gak ada yang gratis. Makanya mungkin karena dia memiliki rahasia-rahasia yang dibutuhkan oleh penguasa, dia pun mendapatkan grasi ini," tegasnya.

Asep sendiri melihat apa yang dilakukan Antasari sekedar mencari fairnes terhadap kasusnya dan bukan mencari keadilan.

"Yang dilakukan antasari sekedar mencari fairnes bukan justice atau keadilan. Cuma kalau cara seperti ini yang digunakan maka satu saat bahayanya ketika kekuasaan berganti atau ketika ada seseorang yang tidak suka dan kembali memfitnahnya, dia pun tidak bisa mengelak," paparnya.

Hal ini menurutnya sangat berbahaya karena akan menunjukkan bahwa hukum bisa dinegosiasi dengan deal politik. Hukum bisa diatur oleh kekuasaan dan keadilan tergantung pada kepentingan kekuasaan.

"Sah saja menggunakan semacam whistle blower untuk mengungkap kasus yang lebih besar, tapi kalau hal ini diakumulasi pada kepentingan politik misalnya untuk menghancurkan lawan politik, maka pemanfaatan kekuasaan pengadilan seperti ini berbahaya," tegasnya.

Asep khawatir kalau cara-cara seperti ini bisa merusak sistem peradilan yang independen. Tapi mudah-mudahan, lanjutnya, tidak ada tujuan untuk menguasai lembaga peradilan.

"Ini karena juga ada isu macam-macam terkait dengan penangkapan Patrialis Akbar yang kabarnya sarat dengan kepentingan politik. Mudah-mudahan arahnya tidak kesana," tandasnya.

Seperti diketahui pemberian grasi oleh presiden adalah pemberian pengurangan hukuman oleh presiden. Ini berbeda dengan amnesty yang merupakan ampunan.

Sementara abolosi adalah penghapusan hukuman. Kalau memang Antasari dianggap tidak bersalah maka seharusnya presiden memberikan rehabilitasi atau mengembalikan nama baiknya kembali.

Antasari Azhar telah mendapatkan grasi dari presiden Jokowi.Antasari sendiri telah divonis 18 tahun penjara atas pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain dan sebelumnya telah mendapatkan remisi setelah menjalan 2/3 masa tahanan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, hingga peninjauan kembali, Antasari dinyatakan bersalah.

Editor: Surya