Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masalah Honorer Bintan Terus Berlanjut

Selain Mengadu ke Pusat, SMP Bintan Segera Temui Gubernur Kepri
Oleh : Harjo
Senin | 30-01-2017 | 17:38 WIB
SMP-Bintan.gif Honda-Batam

Baharudin (peci hitam) koordinator SMP Bintan saat berbincang dengan koordinator lainnya (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Pasca seleksi pegawai honorer atau Pekerja Tidak Tetap (PTT) yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan, di bawah kepemimpinan Apri Sujadi, Honorer atau PTT yang menjadi korban kebijakan yang dinilai diskriminatif dan sewenang-wenang, masih terus mencari keadilan.

Solidaritas Masyarakat Pulau (SMP) Bintan, yang menjadi salah satu tempat bernaung sejumlah honorer atau PTT yang menjadi korban kebijakan, terus berjuang dengan membawa permasalahan tersebut sampai ke tingkat pusat.

Koordinator SMP Bintan, Baharuddin Rahman, kepada BATAMTODAY.COM, Senin (30/1/2017) menyampaikan, permasalahan kebijakan yang dibuat Pemkab Bintan terkait masalah seleksi honorer yang menuai protes itu, sudah disampaikan secara langsung melalui anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kepri, kepada   Menteri Dalam Negeri (Mendagri), MenPAN & RB dan bahkan DPR RI.

"Kita berharap kebijakan tersebut dapat dianulir, sehingga Honorer atau PTT yang sudah lama mengabdi dan disingkirkan dapat bekerja kembali seperti status mereka sebelumnya," harap Baharuddin.

Baharudin menjelaskan, SMP Bintan juga akan segera bertemu Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, dan DPRD Provinsi Kepri. Karena menurutnya, Gubernur dan DPRD Kepri tidak bisa tinggal diam melihat permasalahan ini.

"Bintan itu bagian dari Provinsi Kepri, sehingga jika ada kebijakan di wilayah kabupaten / kota yang diskriminatif dan sewenang wenang, provinsi wajib turut campur," ujarnya.

Harus diingat, kata Baharudin lagi, otonomi daerah bukan untuk daerah bisa sesuka hati membuat kebijakan. Namun ada aturan serta batas kewenangan, yang harus dipertimbangkan. Jika alasan efisiensi anggaran, kenapa tidak melakukan seleksi ulang dan evaluasi kinerja khusus Honorer atau PTT yang sudah ada. Tanpa harus melakukan penerimaan honorer baru melalui seleksi secara umum atau menyeluruh.

"Kalaupun itu dilakukan, harus objektif dan transparan, jangan menggunakan cara yang diskriminatif dan tidak adil. Dengan syarat wajib memiliki KTP Bintan menjadikan kebijakan diskriminatif, apalagi ujian seleksi dengan cara manual tidak menggunakan sistem CAT, tidak ada jaminan hasil seleksi tersebut objektif," tambah Baharudin yang diamini oleh sejumlah koordinator SMP Bintan lainnya.

Tidak berhenti di situ, kata Baharudin, temuan di lapangan, ternyata Pemkab Bintan sudah mulai merekrut honorer atau PTT yang sebelumnya tidak lulus secara diam diam. Namun status mereka sampai saat ini, belum jelas apakah tetap menjadi honorer seperti sebelumnya atau hanya honor kantor.

"Jika itu terjadi, bisa jadi temuan baru. Karena sumber pembiayaannya menjadi sebuah pertanyaan besar.  Darimana untuk membayar gaji mereka, sebab sudah jelas honorer atau PTT yang dinyatakan lulus itu jumlahnya. Alasan dilakukan seleksi, guna efisiensi anggaran tapi nyatanya justru menambah beban anggaran," pungkasnya.

Expand