Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meneropong Dinamika Radikalisme, Ekstrimisme dan Komunisme di Medsos
Oleh : Redaksi
Senin | 30-01-2017 | 14:59 WIB

Oleh : Sumarno

DI ERA media sosial (Medsos) sekarang ini, banyak diwarnai dengan munculnya berbagai kasus berbasis agama di Indonesia, dengan mengawati media sosial yang ada antara lain facebook, youtube, twitter, blog, WA, telegram dan sebagainya. Setidaknya, beberapa daerah yang dijadikan penelitian berbagai kelompok peneliti ataupun civil society lainnya antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Pontianak, Makasar, dan Surabaya.

 

Dilihat dari banyak hasil survei, maka dapat digambarkan mozaiknya secara garis besar yaitu : pertama, mayoritas anak muda tidak yakin bahwa radikalisme dan ekstrimisme agama dimotivasi oleh keinginan syariat Islam sebanyak 75,6% serta tidak setuju kekerasan dilakukan pok agama 88,2%, dengan alasan tidak sejalan dengan nilai-nilai agama 44,3%.

Kedua, akses media sosial dan internet anak muda dilakukan setiap hari 60,4% dan membuka facebook 76,7%, email 58,4% dan akses internet melalui handphone 87,8%.

Ketiga, anak muda Indonesia masih bangga menjadi WNI dengan kebhinekaan 94,5% dengan alasan beragam suku dan agama saling menghormato 29,7% dan masyarakat saling membantu 26,8%. Sementara pihak yang berpengaruh membentuk keyakinan beragama 70,3%, dan guru agama 6%.

Keempat, untuk menghindari radikalisme dan ekstrimisme 24,8% percaya dengan belajar agama, 20,4% jangan terprovokasi dan 10,9% beraktivitas yang positif.

Disamping itu, banyak narasi yang dikembangkan dalam perbincangan bahkan perdebatan ataupun hal-hal berbau hoax di Medsos, mulai dari kepentingan AS vs Tiongkok di Indonesia, demokrasi vs kapitalisme, negara berkembang vs negara maju, muslim vs kafir, keadilan vs liberalisme, Pancasila vs khilafah Islamiyah sampai kepada perbincangan dan meme terkait bahaya kebangkitan komunisme.

Dari berbagai perbincangan tentang radikalisme di Medsos dapat disimpulkan bahwa awal radikalisme antara lain sistem demokrasi yang buruk, kaum kafir adalah musuh yang akan menghancurkan Islam, adanya musuh Islam yang mengancam seperti kafir, komunisme dan liberal, dunia terbagi dua yaitu muslim dan kafir, dan umat Islam didzolimi di daerah mayoritas non muslim. Framing yang ingin dibentuk adalah umat Islam ditindas, didzolimi dan diperlakukan tidak adil. Inilah sebenarnya narasi besar akan radikalisme dan esktrimisme.

Menurut beberapa pakar Medsos, nalar narasi sangat berperan dalam seseorang untuk melakukan ataupun meyakini sesuatu itu atau tafsir atas teks, dan dalam radikalisme yang dilakukan tafsir dalam realitas. Oleh karena itu, interpretasi media sosial tidak pernah memberikan realitas yang sebenarnya sehingga orang sangat mudah percaya medsos tanpa klarifikasi atas narasi-narasi radikal.

Akhirnya, banyak kalangan menyarankan pentingnya bahwa menyadarkan seluruh lapisan masyarakat untuk menyadarkan narasi sejarah bangsa Indonesia sehingga tidak mudah ikut atau mencari narasi lain yang mengingkari sejarah NKRI seperti ingin mendirikan Khilafah.

Kebangkitan Komunisme?

Salah satu isu yang paling hangat adalah isu kebangkitan komunisme di Indonesia, khususnya di sejumlah media sosial karena beredar postingan kebangkitan komunisme di Indonesia dikaitkan dengan masuknya para pekerja dari Cina.

Masalah ini sebenarnya sudah dinetralisir oleh para pejabat negara yang berkompeten, namun nampaknya terus menggelinding sehingga menjadi tantangan berat bagi komunitas Kominfo di Kementerian/Lembaga untuk bersinergi mengatasi masalah ini, dengan membuat narasi yang masuk akal dan sesuai dengan fakta yang benar. Sebab, kata Abraham Lincoln, masyarakat sebenarnya dapat dilibatkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi negara, dengan satu syarat yaitu berikan mereka fakta yang benar.

Disamping itu, kita sebagai bangsa terutama generasi muda harus menyakini bahwa ideologi kita yaitu Pancasila jika diamalkan secara baik dan benar akan menjadi solusi komprehensif menyelesaikan ancaman radikalisme, ekstrimisme, terorisme bahkan komunisme. Permasalahannya adalah banyak diantara kita sendiri yang tidak memahami nilai-nilai Pancasila ini. Nilai Ketuhanan menuntut kita bertoleransi dalam kehidupan beragama, dan bentuk toleransi pada umat agama lain.

Pancasila adalah sinergi keduniawian dan akhirat, tergambar dalam sila pertama. Kata Esa dalam sila tersebut, menggambarkan causa prima, sebab yang utama. Karena dia causa prima, maka dia adalah maha. Ini diterima oleh semua agama. Namun, antara ideologi dalam bernegara dengan ideologi dalam beragama, ruangnya berbeda. Ideologi negara pada ruang publik dan dimensinya rasional, sementara ideologi agama berada pada ruang private dan dimesinyaspritual. Nah, kalau ideologi negaranya berdasarkan nilai-nilai agama, maka akan jadi negara agama, tapi kesepakatan para pendiri bangsa ini kan bukan itu. Mereka mendirikan negara kesatuan belandaskan Pancasila.

Eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara Indonesia dan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah pemberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, pemberi corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi Pancasila mengandung idealisme, yang memberikan harapan masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama-sama dalam berbagai dimensinya.

Pancasila sebagai ideologi merupakan norma dasar (grundnorm) dan norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), serta jiwa bangsa (volksgeist). Dunia sudah mencatat, negara Rusia bubar/mati karena ideologinya runtuh. Negara Indonesia juga akan runtuh, bila ideologi Pancasila ini tidak diakui lagi oleh anak bangsa.

Untuk itu semua elemen perlu menjaga ideologi Pancasila ini tetap "sakti" menghadapi semua ancaman, sebab sejauh ini Pancasila sudah teruji menghadapi era pengaruh perang dingin, antara komunisme dan liberalisme, kemudian era G-30-S PKI, ancaman gerakan separatis di berbagai daerah, seperti Aceh, Papua, Maluku, selanjutnya serangan ekonomi kapitalisme global, reformasi 1998, KKN dan Narkoba. *

Penulis adalah Pemerhati Masalah Indonesia dari LSISI Jakarta.