Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Judicial Rewiew UU Peternakan dan Kesehatan

KPK Diminta Bongkar Dugaan Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Patrialis
Oleh : Irawan
Jum'at | 27-01-2017 | 14:50 WIB
Asep_Warlan.jpg Honda-Batam

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar sampai tuntas dugaan suap yang melibatkan Hakim Konstitusi Partrialis Akbar.

 

Asep yakin jika Patrialis terbukti menerima suap, maka tidak menutup kemungkinan akan melihatkan pihak lain, karena tidak mungkin Patrialis melakukan sendiri untuk memenuhi keinginan dari para penyuap.

"Kasus ini harus diungkap tuntas karena secara logika tidak mungkin penyuap hanya melakukannya pada Patrialis sendirian karena seorang Patrialis tentunya bukan superman yang sanggup melakukan itu sendirian. Jadi harus benar-benar dituntaskan, agar kasus ini tidak terulang lagi dan agar mafia hukum dan mafia-mafia lainnya seperti mafia pertanian dapat dihukum dan tidak muncul lagi," ujar Asep dalam keterangannya, Jumat (27/1/2017).

Menurut Asep, kasus yang melibatkan Patrialis Akbar selaku hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ini bukan baru kali ini saja terjadi, karena sebelumnya Akil Mochtar yang saat itu menjadi Ketua MK juga terseret kasus suap sengketa pilkada.

"Kan sudah ada preseden sebelumnya, ketua MK ditangkap karena kasus korupsi. Saya khawatir kalau tidak dituntaskan maka akan muncul kasus lainnnya di kemudian hari," katanya.

Dia pun meminta KPK untuk mengembangkan kasus ini ke pihak pemerintah terutama dari pihak Kementerian Pertanian dan DPR, utamanya Komisi IV. Hal ini karena para penyuap diyakininnya juga melakukan hal itu terhadap pemerintah dan DPR untuk meloloskan pasal dalam UU yang digugat tersebut, yang sebelumnya sudah dibatalkan MK dalam UU yang lama.

"Para penyuap ini nampaknya ingin agar MK dalam putusannya menolak gugatan dari pihak penggugat. Penyuap ini berkepentingan agar pasal tersebut tetap ada dan mereka bisa mendapatkan keuntungan," katanya.

Logikanya, sambung Asep, karena sebelumnya dalam proses pembahasan sampai pengesahannya oleh Pemerintah dan DPR, mereka tidak mungkin tidak menyuap karena lolosnya pasal yang sebelumnya telah dibatalkan oleh MK.

"Kan aneh pasal yang sudah dibatalkan kemudian muncul kembali kalau tidak ada apa-apanya. Selain itu, pemerintah pun sempat mengeluarkan PP yang menguatkan pasal tersebut. Ini jadi penguat selain juga yang saya dengar ada aktor-aktor yang ditangkap itu pernah ditangkap dalam kasus import sapi dalam era pemerintahan yang lalu," bebernya.

Di sisi lain, Asep mengaku heran dengan pemerintah karena sudah tahu pasal tersebut sudah dibatalkan tapi diusulkan kembali dalam UU dan malah diperkuat dengan PP segala.

"Jadi tidak mungkin pemerintah tidak terlihat dengan para mafia impor.Tidak heran kalau harga sapi terus tinggi.Lagipula dalam kasus import sapi tidak ada pihak dari kementerian pertanian yang dipenjarakan," tegasnya lagi.

Guru Besar Hukum Tata Negara ini mengingatkan KPK untuk memberantas modus-modus permainan jual beli pasal yang terjadi selama ini.

"Modusnya seolah-olah pemerintah dan DPR itu mau melindungi masyarakat atau pihak lain didalam negeri, tapi sebenarnya ada tawar menawar antara para pembuat UU dan pihak-pihak yang berkepentingan selain kepentingan masyarakat," paparnya.

Asep pun mencontohkan kemungkinan permainan yang terjadi dalam pembahasan UU. Misalnya, UU Tembakau yang ngotot mau disahkan oleh komisi IV yang pernah digagalkan pengesahannya oleh bekas Ketua DPR RI, Ade Komaruddin.

"Kelihatannya UU itu melindungi petani dengan membatasi import tembakau dalam angkat yang kecil, tapi kemudian kan bisa saja ada bargaining DPR dan pemerintah dengan importir tembakau untuk menaikkan angka impornya dengan imbalan tertentu. Kemungkinan seperti ini harus diselediki," tandasnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan Partrilalis Akbar ditangkap bersama dengan 10 orang lainnya. Menurutnya pemberian hadiah atau suap itu diduga terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Terdapat indikasi pemberian hadiah atau janji terkait dengan pengujian undang-undang yang diajukan pihak tertentu ke MK," ujar Basaria, Kamis (27/1/2017)

Uji materi itu sendiri menurut laman Mahkamah Konstitusi (http://www.mahkamahkonstitusi.go.id), diregistasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015. Dan pihak yang memohon adalah dari Dewan Peternakan Nasional.

Para pemohon merasa dirugikan dan/atau potensial dirugikan hak-hak konstitusionalnya akibat pemberlakuan aturan impor daging berbasis zona (zona based) di Indonesia berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Para pemohon beralasan bahwa pemberlakuan aturan impor daging berbasis zona (zona based) tersebut mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

Para pemohon juga beralasan bahwa dengan pasal tersebut maka import sapi dari negara-negara yang belum bebas penyakin bisa berlangsung.

Pasal-pasal yang dimohon uji materi adalah:

Pasal 36C ayat (1)

Pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.

Pasal 36C ayat (3)

Pemasukan ternak ruminansia indukan yang berasal dari zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus terlebih dahulu:

a. Dinyatakan bebas penyakit hewan menular di negara asal oleh otoritas veteriner negara asal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan hewan dunia dan diakui oleh otoritas veteriner Indonesia.
b. Dilakukan penguatan sistem dan pelaksanaan surveilan di dalam negeri; dan
c. Ditetapkan tempat pemasukan tertentu.

Pasal 36D ayat (1)

Pemasukan ternak ruminansia indukan yang berasal dari zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36C harus ditempatkan di pulau karantina sebagai instalasi karantina hewan pengamanan maksimal untuk jangka waktu tertentu.

Pasal 36E ayat (1)

Dalam hal tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, dapat dilakukan pemasukan ternak dan/atau produk hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan ternah dan/atau produk hewan.

Editor: Surya