Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saling Rebut Batas Wilayah, Warga Tukul Lingga Bakar Kapal Pukat Harimau
Oleh : Nurjali
Rabu | 25-01-2017 | 08:00 WIB
ilustrasi_kapal_dibakar.jpg Honda-Batam

Ilustrasi pembakaran kapal pukat harimau. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Daiklingga - Kapal motor milik warga Dusun Tukul, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, dibakar warga tetangga desanya sendiri, Desa Tanjung Kelit, Senin (23/1/17) sekira pukul 00.30 Wib.

Pasalnya, warga menuding kapal tersebut menggunakan pukat trawl alias pukat harimau yang mengganggu aktivitas nelayan warga Desa Tanjung Kelit. Akibatnya, hubungan antar warga kedua desa menjadi tidak harmonis.

Ketua BPD Desa Tanjung Kelit Abdul Rahman mengatakan, pembakaran kapal yang dinahkodai oleh Jas itu berukuran 4 GT. Sebelum dibakar, sebelumnya kapal digiring ke Dermaga Desa tanjung kelit sekitar pukul 22.00 Wib oleh warga.

"Iya benar, kapal dibakar oleh warga dan disaksikan semua masyarakat desa tersebut, karena mereka sudah resah, sudah diingatkan tapi tidak diindahkan," ujar Abdul Rahman, Rabu (25/1/17).

Nahkoda kapal, Jas sempat melakukan pembelaan saat kapalnya dihakimi warga. Karena masih berada di batas wilayah desanya. "Sebenarnya kami ditangkap masih dalam kawasan Tukul," ujarnya kesal, karena mata sebelah kanan membiru akibat lemparan batu.

Menanggapi itu, Kepala desa Pasir Panjang, Ahadun mengatakan, pihaknya mengetahui hal tersebut saat dirinya berada di Ibukota Daiklingga untuk menghadiri rapat.

"Saya baru tahu tadi pagi, ada dua orang dalam kapal, saat ditangkap warga Tanjung Kelit, ini sudah beberapa kali warga mereka main hakim sendiri," ujarnya Ahadun saat dijumpai BATAMTODAY.COM di Kantor Bupati Lingga, Selasa (24/01).

Akibat perlakuan tersebut, pada hari bersamaan Kepala Desa Pasir Panjang dan Camat Senayang serta beberapa warga Desa Tukul, menemui Bupati Lingga untuk meminta penjelasan terkait batas wilayah kedua desa. Agar hal-hal serupa tidak lagi terulang salah paham antar kedua desa.

"Jika kita ikut Perda, maka wilayah penangkapan yang dilakukan warga Tanjung Kelit masih wilayah kami. Namun jika diikut perjanjian sebelumnya antar desa, penangkapan itu juga masih di wilayah kami. Mereka beranggapan separuh Pulau Bakung Besar itu milik Tanjung Kelit. Padahal batasnya ada sungai yang memisahkan," papar Ahadun lagi.

Hingga berita ini diunggah, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Lingga.

Editor: Dardani